Anakku Jago Kandang

Anakku Jago Kandang

“Maaf Teh, tidak bisa bawa anak.”

Oh, baiklah. Skip kalau begitu. Belum rezeki. Mungkin next time. Aku menghibur diri.

Demikian setiap kali ada acara atau kegiatan aku selalu memastikan dulu apakah bisa membawa anak? Jika bisa, maka aku akan mengikutinya. Jika tidak, aku lebih baik tidak ikut, kecuali Fahmi, putra pertamaku mau ditinggal bersama ayah atau neneknya.

Tapi hampir setiap ada acara, anakku tidak mau ditinggal. Karena itu aku lebih memprioritaskan anak. Bukan tidak ingin mendidik anak belajar mandiri tapi aku tahu kondisi Fahmi beda dengan anak lain seusianya.

Fahmi punya sifat pemalu. Berat malah. Saking pemalunya, ia tidak akan menampakkan muka jika ada orang asing datang, meski ia harus pegal karena terlalu lama telungkup menyembunyikan wajahnya. Saking pemalunya ia akan memilih menahan lapar atau keinginan lainnya, hingga tidak ada orang asing melihatnya. Semakin dicecar pertanyaan — seperti eh, Fahmi, apa kabar?– semakin ia akan mengkerut dan bad mood.

Fahmi memilih tertutup daripada bergaul. Fahmi selalu di rumah saja kecuali terpaksa harus keluar. Sifat anak demikian aku tidak tahu apakah wajar atau justru sebuah kelainan?

Hidup di kampung menjadikan aku tidak bisa maksimal memantau perkembangan serta pertumbuhan Fahmi. Kendalanya semua serba terbatas. Aku berusaha menerima semua atas apa yang dimiliki anakku. Meski di mata orang lain adalah sebuah kekurangan, aku dan suami menganggap nya ini sebuah keistimewaan.

Ya, Fahmi memang sangat istimewa. Dihamilkan saat aku berusia 34 tahun. Usia dimana setahun sebelumnya di kampung banyak yang menyematkan gelar perawan tua kepadaku karena usia segitu sebayaku di kampung sudah pada punya anak usia SMA, malah ada yang sudah punya menantu sementara aku baru menikah.

Keistimewaan lain yang terjadi pada Fahmi adalah membawa kekuatan kepadaku untuk berhasil menaklukkan Gunung Rinjani pada usia 3 bulan mengandungnya dan Gunung Semeru di usia kandungan 6 bulan. Ditambah kecelakaan sepeda motor di jembatan perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur pada usia kandungan 8 bulan. Ketika aku setengah mati berguling-guling di aspal hingga nyungsep di selokan dengan posisi nungging membuat posisi normalnya dalam kandungan berubah jadi terbalik alias sungsang. Lagi-lagi Fahmi membawa keistimewaan. Meski dokter Andi, dokter kandungan di Cianjur merujuk ke RSUD Cianjur untuk lahir dengan operasi, tapi menjelang proses persalinan, tim dokter RSUD Cianjur yang dipimpin dokter Sukardi memberikan keputusan kalau Fahmi bisa dilahirkan dengan normal.

“Posisi janin memang sungsang, tapi ukurannya kecil dan kami sudah mengecek kondisi sang ibu hasilnya bisa melahirkan dengan normal,” sayup-sayup terdengar pembicaraan dokter Sukardi dengan suami dan ibuku.

Benar saja. Fahmi membawa kekuatan sehingga bisa terlahir dengan normal meski sempat berhenti di tengah jalan. Saat kaki dan badan sudah menjuntai, bagian kepala sepertinya enggan segera melihat dunia. Baru setelah dokter ahli turun tangan akhirnya Fahmi terlahir dengan sempurna. 3 Maret 2013 lahirlah putra pertama kami, Muhammad Fahmi Nurul Hilmi Kurniawan.

Fahmi usia 3 hari, aku baru bisa melihat dan menggendongnya.

Aku sadar sesadar-sadarnya jika hingga dimandikan bidan, bayi Fahmi sama sekali tidak bersuara. Ibuku malah sudah punya firasat buruk. Tapi kembali keistimewaan itu muncul. Fahmi dengan tubuh lebam harus masuk inkubator dan melupakan ASI karena selain kami berada di ruangan terpisah, ASI ku juga tidak kunjung keluar. Fahmi harus minum susu formula hingga usianya 2 tahun karena ASI ku sama sekali tidak ada. Padahal berbagai usaha sudah kulakukan.

Aku percaya Fahmi sehat meski usianya hampir 2 tahun belum bisa jalan. Fahmi benar-benar menjadi anak istimewa kami manakala akhirnya bisa berjalan juga disaat usianya berhenti minum susu.

Aku sering nangis tengah malam memohon kepada Tuhan jika ini ujian semoga kami bisa lulus melaluinya. Susu formula selama 2 tahun belum kebutuhan lainnya sungguh bukan perkara mudah bagi kami. Bukan hal mudah mencari uang halal demi bisa mencukupi kebutuhan buah hati sementara kami tinggal di pelosok Kabupaten Cianjur yang akses terhadap pekerjaan sangat susah.

Aku dan suami sudah ikrar apapun akan kami perjuangkan demi kebaikan, kesehatan dan pertumbuhan Fahmi supaya jadi generasi yang membanggakan. Ayah ibu sayang kamu, Nak…

Setelah usia Fahmi satu tahun lebih kukira beban akan berkurang. Fahmi bisa makan apa saja juga belajar tidak pakai popok. Tapi Fahmi makannya malah susah. Yang ada berat badannya malah di bawah normal. Sampai disapih berat badan Fahmi jauh dibawah anak seusianya. Sifatnya yang pemalu pun semakin kentara.

Lihat mimiknya yang bete abis. Dia mah gitu orangnya. Kalau ketemu banyak orang asing suka mendadak judes dan misahin diri. Tapi lama-lama biasa juga kok…

“Ibu jangan kerja. Sama Ami saja,” demikian biasanya anakku merajuk. Memegang tanganku erat.

“Kenapa, kan kalau tidak kerja nanti tidak punya uang untuk Ami… lagian ibu kan ajak Ami juga. Ami boleh ikut ibu.”

“Ah gak mau. Ami malu…”

Kalau sudah gitu, aku gak bisa gimana lagi. Mendiamkan saja Fahmi nempel sampai dia bosan dan mau main sandiri. Aku belajar memahami tipe kepribadian Fahmi. Sebagai ibunya aku harus bisa mempraktekkan berbagai teori understanding, recognizing, adapting, dan appreciating the difference meskipun itu ke anak sendiri.

Padahal kalau anakku ikut aku atau ayahnya ke sebuah acara, sejauh ini ia tidak pernah rewel apalagi mengganggu. Sifatnya yang pemalu justru membuat anakku tidak banyak tingkah. Dalam keramaian, Fahmi hanya butuh duduk dekatku saja. Kalaupun aku siapkan mainan, alat tulis menggambar dan lainnya itu karena aku ingin dia belajar memaksimalkan waktu yang ada dengan hal positif. Bukan cuma asal nempel sama aku saja. Karena bagaimanapun perilaku anak semua kembali kepada kebiasaan dan didikan orang tuanya, bukan?

Fahmi yang pemalu menjadikannya tidak betah berbaur di keramaian. Sering baru saja sampai di acara, eh sudah merengek minta pulang. Perlu waktu adaptasi yang cukup lama sehingga tidak jarang saat waktunya pulang, Fahmi malah justru mulai merasa betah dan menerima keadaan lingkungan yang baru didatangi nya.

Sebagai orang tua aku dan suami hanya bisa mengantar kemanapun ia suka. Tidak suka mall atau keramaian, baiklah kami bawa Fahmi ke sawah, ke sungai, ke pantai, bahkan gunung sekali pun. Benar saja dalam kesunyian Fahmi dapat mengeksplorasi alam dan menjabarkan imajinasinya. Sunyi jauh dari bising itu ternyata kamu lebih nyaman ya, Nak.

Namun sifat pemalunya itu membuat kami bingung kalau Fahmi terserang sakit. Sudah bisa ditebak karena ia tidak mau dibawa ke dokter atau puskesmas. Malu dan takut tidak jauh dari itu alasannya. Alhamdulillah sih sejauh ini Fahmi belum pernah kena sakit parah. Daya tahan tubuh Fahmi cukup tinggi meski sering kami bawa naik motor nonstop dari Pagelaran Cianjur Selatan ke Kota Bandung, atau dari Pagelaran Cianjur Selatan ke Ciawi Bogor dengan jarak tempuh kedua jurusan itu sekitar 4 jam lebih dalam cuaca panas atau hujan. Padahal aku saja ibunya sudah mabuk dan pusing. Badan terasa remuk setelah melakukan perjalanan.

Karena tidak mau berobat, jika kena demam dan flu di rumah kami coba atasi dengan obat tradisional saja yang tersedia di rumah.

Saat Fahmi kena flu dan demam, aku segera mengganti bajunya dengan bahan yang menyerap keringat dan nyaman. Lalu mengompresnya dengan air hangat sambil terus cek termometer. Memberi minum lebih banyak dan tetap tidak panik. Ya semacam itulah, tidak jauh dari tips yang harus dilakukan saat kita search cara menangani anak demam di gugel.

Sementara ayah Fahmi menyiapkan obat tradisional yang ada di rumah seperti daun buntiris (cocor bebek), atau kunyit, dan atau bawang merah. Resep obat tradisional itu kami dapat dari orang tua dan sesepuh di desa yang sudah turun temurun.

Mengatasi demam anak dengan cocor bebek

Tumbuhan ini mungkin sudah jarang ditemukan di perkotaan. Kami juga nanam cocor bebek (Bryophyllum pinnatum) setelah punya anak. Dapat informasi dari orang tua, cocor bebek ini kelak banyak gunanya untuk anak.

Benar saja. Saat anak demam cocor bebek ini bisa jadi obat tradisional yang mudah dan murah.

Caranya: Ambil beberapa lembar daun cocor bebek, cuci bersih dan remas-remas atau tumbuk. Campur dengan minyak atau kayu putih. Lalu tempelkan di dahi, perut, punggung dan atau ketiak anak.
Hawa dingin dari daun yang banyak mengandung air ini terbukti dapat meredakan demam yang diderita anak.

Mengatasi demam anak dengan kunyit.

Kunyit (Curcuma domestica) mengandung antinflamasi, anti oksidan dan anti bakteri yang dapat menurunkan panas.

Caranya: kunyit secukupnya dikupas dan cuci bersih. Lalu ditumbuk atau diparut, diambil airnya kira-kira 4 sendok. Sari kunyit bisa diminumkan langsung kepada anak. Supaya anak senang bisa dicampur madu atau syrup. Minum 2 kali sehari hingga demam reda. Jika anak disertai batuk boleh campur sedikit sari parutan jahe (Zingiber officinale) atau jeruk nipis (Citrus aurantifolia).

Kunyit setelah ditumbuk atau diparut bisa langsung ditempelkan di dahi anak atau di pusar nya. Tidak ada efek samping, insyaallah aman.

Mengatasi demam anak dengan bawang merah

Bawang merah (Allium cepa var ascalonicum) adalah bumbu sejuta masakan. Khasiat lain yang sudah terbukti bisa meredakan panas anak.

Caranya: secukupnya dikupas bersih lalu ditumbuk halus. Bisa juga dirajang iris tipis. Dalam piring campurkan dengan minyak telon atau kayu putih. Lalu oleskan di badan anak sambil dipijit perlahan. Anak akan segera istirahat dan tidur nyaman.

Sebagai pencegahan bisa juga cukup ambil bawang merah dan belah dua lalu oleskan getah bawang merah ke telapak kaki anak, punggung, leher bagian belakang hingga anak merasa nyaman.

Mengatasi demam anak dengan Tempra

Saat Fahmi demam tidak kunjung reda meski sudah menerapkan beberapa ramuan tradisional, dan ketika kebetulan kami sedang bepergian, Tempra Syrup inilah solusinya. Selain mudah didapat karena tersedia di apotek dan minimarket di desa sekali pun, Tempra juga rasanya disukai anak. Fahmi suka rasa anggur dan tidak harus pakai drama saat mau meminumnya.

 

Saat bepergian Tempra tepat jadi pilihan orang tua untuk buah hati karena praktis dan aman. Praktis karena tersedia dalam ukuran kecil 30ml, aman karena memiliki tutup pelindung yang tidak mudah dibuka anak.

Selain itu Tempra juga aman di lambung anak. Tidak perlu dikocok, Tempra tinggal minum sesuai takaran karena sudah larut 100%. Dosis yang tertera pun sudah tepat sehingga orang tua tidak perlu khawatir ketika buah hati mendadak panas. Saya percaya itu karena sudah berkali-kali mengalaminya.

Jangankan di rumah atau di tempat keramaian. Di puncak gunung sekalipun Tempra sudah jadi andalan kami. Beberapa kali naik gunung karena perubahan suhu dan kelelahan suhu tubuh Fahmi sering naik. Kami tidak panik karena selalu sedia Tempra dan setelah meminumnya anak gunung yang super pemalu ini kembali ceria.

Karena itu ketika bepergian, kami tidak lupa membawa Tempra Syrup. Saat hendak mendaki gunung misalnya, sehari sebelum naik, di perjalanan kami memberi Fahmi  minum Tempra. Begitu juga keesokan harinya setelah separuh perjalanan Fahmi kembali minum Tempra. Saat malam tiba, sudah bisa kami tebak karena lelah dan pergantian hawa gunung yang drastis, suhu badan Fahmi sering naik. Sebelum tidur kami kembali memberinya Tempra sesuai dosis.

Hasilnya, keesokan harinya saat summit attack Fahmi sudah segar kembali. Demam sudah turun dan ia bisa mencapai puncak dengan ceria. Suatu hal yang sulit dicapai jika kondisi Fahmi demam, atau tidak bergairah karena sakit.

Setiap bepergian sedia Tempra
Separuh perjalanan ditemani Tempra Syrup
Setahun lalu, di Gunung Slamet Jawa Tengah. Tempra selalu kami bawa

Super pendiam di luar, lain lagi kalau sudah sampai di rumah. Jika di luar Fahmi lebih banyak menyembunyikan muka atau ngumpet dibalik bajuku, di rumah anakku justru menguasai panggung eh, menguasai rumah maksudnya. Tidak ada satupun perabot di rumah yang bisa bertahan rapi dalam tempatnya karena selalu saja Fahmi obrak-abrik dijadikan bahan percobaan dan eksplorasinya. Loncat di kasur, main mobil-mobilan nabrak sana-sini, sampai bising bledak-bleduk main bola sendiri tendang bola ke sana-kemari. Ampun deh pokoknya.

Begitu juga celoteh serta performance-nya. Kalau di rumah Fahmi bawelnya minta ampun. Hafalan surat pendek, bacaan shalat dan doa-doa selalu dibacanya dengan lantang. Tapi pas ada tamu, tiba-tiba saja semuanya jadi bisu. Mogok sampai orang asing benar-benar tidak dilihatnya.

Ejekan orang lain kepada Fahmi seperti anak pemalu, anak ndeso, anak jago kandang dan lainnya teramat sering kuterima. Tapi aku menyambutnya dengan senyuman saja. Setiap anak istimewa. Setiap anak punya kelebihan dan kekurangannya. Aku yakin Fahmi sehat dan tumbuh kembangnya baik. Apalagi yang harus aku gugat selain rasa syukur yang tidak dapat aku ukur? Bagaimanapun kondisimu, aku dan ayahmu tetap menyayangimu, Nak…

Fahmi sangat istimewa buat kami. Membawanya ikut di setiap kegiatan yang kuikuti bukan semata karena di rumah tidak ada yang jaga, tapi juga sebagai terapi sehingga perlahan ia bisa bertemu banyak orang, bisa bersosialisasi lebih luas dan banyak mendapat pengalaman hidup.

Di usianya ini Fahmi lagi membutuhkan support dan dukungan dari orang terdekat. Ibu mana yang tega menolak?

Insya Allah tahun 2018 Fahmi akan masuk sekolah. Sebagai orang tua tentu yang terbaik yang ingin kami berikan kepadanya. Memenuhi permintaannya untuk selalu berada di dekatnya adalah bentuk perhatian yang bisa aku lakukan.

Syukuri apapun kondisi anak kita selama itu tidak melanggar hukum norma dan agama. Jangan malu, minder apalagi menyia-nyiakan anak hanya demi mengejar karier atau job. Rezeki tidak akan bertukar. Anak sehat yang merasa nyaman dekat bersama orang tuanya adalah rezeki kita yang sesungguhnya.

Sehat dan dekat dua hal yang dibutuhkan Fahmi saat ini

 

o00o

 

Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network dan Tempra.

64 thoughts on “Anakku Jago Kandang”

  1. Masyaallah naik gunung di saat hamil. Saluuut banget buat mba.. Saya tinggal di Lombok mba. Kalau tahu ada bumil naik gunung Rinjani mungkin akan aaya wawancara hehe *tapisayabukanwartawan. Fahmi insyaallah anak yang spesial dengan jiwa pemalunya. Oiya, anak aaya kalau demam langganan pake bawang putih. Tempra juga selalu ada di rumah buat jaga jaga.

    Reply
  2. Kita memang harus selalu banyak bersyukur ya mba dengan segala kekurangan dan kelebihan si anak 🙂
    Intinya satu “sabar dan ikhlas” karena setiap anak karakter dn sifatnya sangatlah berbeda 🙂
    mereka yang bilang ini itu tidak pernah tau isi kehidupan kita karena yang mereka lihat hanya luarnya saja 🙂

    Reply
  3. Benar banget setiap anak itu istimewa. Semoga Fahmi bisa adaptasi baik di sekolahnya nanti. Resepnya juga ok mba, aku save ya! Makasih

    Reply
  4. Hai, Fahmi. Jadi inget temen aku yang kayak fahmi. Malah sampe udah gede pun masi suka gemeter kalo terpaksa ngomong di depan umum. Tapi, kalo urusan komputer, dia jago banget. Ditanya apapun ngerti. Smangat terus y, Fahmi

    Reply
  5. Fahmi hebat apalagi mamanyaaa. Teh Oktii luar biasa pengalaman nyaaa.. jatuh saat hamil ngeriii banget ya teh. Alhamdulillah skrg udah baik2 aja smuanya…

    Reply
  6. Hebat Fahmi..terus sehat ya Nak..Insya Allah, Fahmi bisa jadi terbaik dengan keunikanmu..Aamiin:)

    Teh Okti, sedikit saran..anak kedua saya hampir mirip dengan Fahmi. Meski belum usia sekolah, saya ajak ke sekolah ke PAUD (pagi) dan TPA (sore) di dekat rumah, Jadi bisa berbaur dengan teman ..Agar bisa membantunya dalam bersosialisasi. Dan, meski prosesnya lambat tapi ada hasilnya. Insya Allah.

    Reply
  7. Salam. Pengalaman hamil yang luar biasa, Bund. Insya Alloh, Fahmi akan tumbuh hebat dan kokoh seperti gunung-gunung yang telah dicarinya. Setuju sekali jangan menyia-nyiakan anak demi pekerjaan 🙂

    Reply
  8. sama banget dengan anak saya yg cowok. kl dirumah atau rumah yg sudah biasa dia datangi bakalan lincah dan super aktif. beda dengan kl ketemu orang baru. lgs mengkerut

    Reply
  9. Wah emaknya fahmi strong banget pas hamil fahmi, anakku yg nomor3 mirip fahmi neh udah 18bulan tapi belum bisa jalan badannya kalo berdasarkan umur juga tinggi dan berat badannya kurang

    Reply
  10. Aku kadang juga pakai parutan bawang merah yang diberi sedikit minyak kayu putih saat anak panas. Trus kubalurkan di telapak kaki dan punggung si kecil. Kadang manjur juga kok.

    Mbak Okti seorang ibu yang luar biasa. Bersyukur dikaruniai anak seistimewa Fahmi. Tetap sehat ya Fahmi ^^

    Reply
  11. Sehat sehat ya dek fahmi.. btw mba, serius tuh mendaki gunung pas hamil? Wow! Bumil metal nih hahaha.. aku aja bau nasi goreng mual mual

    Reply
  12. Terharu saya bacanya Teh Okti. Anaknya kuat tentu karena orangtuanya juga kuat. Saya waktu kecil juga pemalu banget, jadi paham kyk apa perasaan Fahmi saat bertemu orang.

    Reply
  13. Nah Fahmi kaya Kaka Olive Jago Kandang pisan, nempel trus. Semua ada masanya ya Teh, sekarang mah Emaknya yg ditinggalin anak jalan2 olangan ma temen2nya.

    Ah, Amii sini main sama Tante Nchie aja , kita beli mango lagiii.
    Ih..ih.teteh aku jadi inget waktu olive kecil, suka pake bawang plus minyak telon kalo lagi panas.

    Reply
  14. Andalanku kalo anak panas ya pake bawang merah sama telon, Mbak. Cuman pernah nih pas Kakak kena diare kan sama demam ya. Hampir seminggu aku balur amsama bawang merah malah badannya keluar bintik2 merah.

    Reply
  15. MashaAllah,
    Jikalau setiap orangtua memahami kelebihan anak dan tidak memandang kekurangan anak sebagai salah satu yang harus dibesar-besarkan, maka in syaa Allah anak akan tumbuh sesuai dengan fitrahnya yang selalu berada dalam kebaikan.

    Reply
  16. Hello Fahmi, sama kayak Dema nih lahir ke dunia gak nangis. Sekarang jg kalau jatuh, kalau apa gtu gak pernah nangis,bahkan imunisasi juga lempeng haha. Nangisnya kalau rebutan mainan aja ma kakaknya 😛

    InsyaAllah anak2 akan sehat, tumbuh kuat ya mbaaakkk 😀

    Tengkyu tips2nya 😀

    Reply
  17. Luar biasa teh perjuangan nya sejak Fahmi masih dalam kandungan. Struggle dan pasti teteh kuat banget orangnya ya. Super deeeh. Semoga kelak Fahmi dewasa ia bisa jadi anak yg kuat, cerdas, dan pasti berbakti sama orang tuanya. Aku sepakat banget, rezeki ga akan kemana apalagi kalau ibu yang memang memprioritaskan anaknya.

    Reply
  18. Walaaah ternyata si Teteh pendaki gunung juga. Wkwkwk baru tahu. Hayu atuh naek bareng kamana nya.

    Oh ya pengen ke Cianjur ke Gunung Padang. Penasaran sama sejarahnya.

    Reply
  19. MasyaAllah teteh, kok samaan sih anak sy yg kedua jg sungsang lahirnya kaki kiri duluan n karakternya mirip2 abang fahmi. Tapi keren loh masih 3 taun tapi kuat fisiknya biasa naik gunung. Sehat selalu ya nak sholeh

    Reply
  20. Kalau kunyit sama bawang merah dijadikan obat panas sudah sering dengar dan nyoba, tapi kalau daun cocor bebek saya kok baru tahu.

    Btw sehat terus buat Fahmi, biarlah orang berkata apapun yang penting Fahmi tetap nomor satu dimata bunda

    Reply
  21. selalu sehat ya fahmi…lihat itu ibumu tangguh sekaliiiii..cara yg mirip mba kalo anakku demam, biasanya dibalur dulu sama bawang merah, kalau masih panas juga, ya pakai tempra

    Reply
  22. kebetulan sekarang sedang hamil 5 bulan, artikel seperti ini bermanfaat sekali. saya jadi belajar sedikit banyak tentang parenting. juga tips kalau anak sakit.. terima kasih mba untuk artikelnya yang bagus sekali 🙂

    Reply
  23. Huhuhu, akunnangis baca kisah Fahmi. Inget keegoisanku saat hamil alm Gibran, dia lahir dengan segala yang rentan. Setelah itu aku berjanji untuk mengurangi egoku saat mengandung dan melahirkan Pendar. Alhamdullilah Fahmi gpp ya, selamat meski lahir lebam. Sehat terus ya, Fahmi. Anak hebat, cium dari jauh

    Reply
  24. Ya Allah teh, dirimu luar biasa. Naik gunung saat hamil?juara. Aku yakin Fahmi pun anak hebat, lihat dulu donk sapa ibunya.

    Gpp teh, sering2 aja ajak Fahmi ketemu dengan orang lain. Anakku yg perempuan awalnya juga pemalu. Alhamdulillah lama2 biasa aja kalau ketemu orang baru. Malah sudah bisa mulai ngobrol.

    Kalau di rumah, bawang merah selalu jadi andalan ketika duo bocah sakit.

    Reply

Leave a Reply to Git Agusti Cancel reply

Verified by ExactMetrics