Kenangan dari Garongan 

Kenangan dari Jambore Buruh Migran di Desa Wisata Garongan Yogyakarta

Dapat salak satu kardus, dapat bibit pohon buah hasil stek warga, dapat nasi kotak jatah 5 orang, plus umpel-umpelan dalam mobil menuju terminal dan rumah masing-masing yang meninggalkan kesan sangat mendalam. Pengalaman dibawa “kebut-kebutan” mengejar waktu biar tiket yang sudah dipesan tidak hangus itu pokoknya sesuatu banget!

Itu belum seberapa. Masih banyak yang saya dan keluarga dapat di acara Jambore Nasional Keluarga Migran ini. Khususnya ilmu, jejaring dan silaturahmi. Tiga hal yang sangat berharga dibanding materi pada umumnya. Belum lagi bisa wefie dengan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. Berkesan banget deh pokoknya.

Keluarga Buruh Migran Indonesia (KAMI) adalah organisasi para migran dan keluarganya yang berada di bawah naungan Migrant Institute. Sejak pulang kampung sekembalinya dari merantau dari luar negeri saya langsung bergabung dengan komunitas ini. Melalui Migrant Institute kami bisa bertemu dengan sesama purna TKI lainnya dari berbagai daerah. Untuk mempererat silaturahmi itu maka diadakan semacam pertemuan sesama TKI Purna dan keluarganya.

Intinya sih silaturahmi dan berjejaring, meski kadang kami memakai kata Kongres dan atau Jambore untuk menyemarakkan acara. Silaturahmi atau reuni antara sesama mantan TKI dari berbagai negara ini sekalian mengadakan acara yang bisa bermanfaat untuk yang lain.

Sampai tahun 2018 saya sudah mengikuti acara tahunan terbesar KAMI Migrant Institute ini sebanyak 5 kali. Mulai dari Jakarta, Sragen Jawa Tengah, Ponorogo Jawa Timur, Indramayu Jawa Barat dan dua hari lalu di Desa Wisata Garongan Turi, Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Setiap mengikuti kongres atau jambore selalu saja melahirkan banyak kesan. Memupuk rasa percaya diri, bahwa meski hanya mantan buruh migran kami (satu sama lain) bisa saling menguatkan saling memberi masukan dan ilmu kewirausahaan.

Ibarat dari mantan TKI oleh mantan TKI dan untuk mantan TKI, acara besar yang digelar setiap tahun ini memang benar murni hasil kerja dan pemikiran para mantan TKI. Tanpa bantuan modal atau sokongan dana dari pihak manapun termasuk pemerintah atau sponsor. Kalaupun ada yang membantu itu ya dari kami kami ini para mantan TKI juga.

Mengutip kata Mas Nursalim, mantan TKI Arab Saudi yang menjadi penggerak utama acara ini bahwa Jambore Keluarga Migran Indonesia merupakan inisiasi PBH-DD dan KAMI. Kegiatan ini bersifat terbuka untuk semua pihak, multi jaringan, multi stakeholder, milik semua pelaku migrasi, dan semua pelaku kepentingan baik itu keluarga tki, purna tki, pegiat tki, akdemisi, pemerhati, pemerintah desa, kabupaten, propinsi dan pusat. Semuanya demi mewujudkan perbaikan tata kelola penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Istilahnya tanpa harus menunggu program pemerintah, tanpa harus menunggu kucuran dana dari pihak luar yang belum tentu, kami para mantan TKI kami berinisiatif untuk berdaya secara mandiri. Termasuk untuk tahun 2018 ketika saya menghadiri acara Sarasehan Nasional Jambore Buruh Migran.

Jauh-jauh ke Yogyakarta membawa anak dan suami tentu saja bukan tanpa alasan. Saya ingin mengikuti semua rangkaian acara dengan nyaman dan keluarga pun ikut merasakan manfaatnya. Khususnya dalam bidang pemberdayaan usaha.

Ya sebagian besar para mantan TKI ini kan sepulangnya dari luar negeri membuka usaha sesuai passion dan minatnya masing-masing. Ada yang jadi “Sarjana Pulang Kampung” seperti Heni Sri Sundani, ada yang membuka bimbingan belajar dan sekolah anak sekaligus menjadi gurunya seperti Teh Ratu Bilkis, ada yang sukses jadi pengusaha keripik jamur seperti Mbak Anik dan suaminya, ada yang konsisten dengan usaha ayam ternak dan pengolahan ayam seperti Mas Roni dan ada juga yang buka usaha keripik buah sekaligus menciptakan mesin atau alat-alatnya seperti Pak Asmadi dan masih banyak lagi usaha lainnya.

Mereka ini satu sama lain tidak pelit berbagi ilmu. Tidak sayang menularkan semangat usaha dan wirausahanya kepada teman-teman yang lain yang masih belum menemukan jodoh dimana usaha yang tepat dan bisa dijalankan sepulangnya dari luar negeri.

Dari Jambore KAMI tanggal 3-5 Februari 2018 kemarin saja berbagai ilmu “dibagikan” oleh narasumber yang kompeten di bidangnya masing-masing. Sebuah workshop gratis yang bebas kami ikuti sementara jika di luaran sana kita harus membayar mahal untuk mendapatkan berbagai ilmu yang tidak ternilai harganya itu.

Pak Hanif Dhakiri saja sebagai menteri ketenagakerjaan merasa takjub dengan kegiatan jambore ini. Beliau berharap dari para keluarga migran inilah muncul berbagai masukan demi perbaikan tata kelola buruh migran baik dari hulu maupun di hilirnya.

Sepulangnya dari Yogyakarta tidak sabar rasanya untuk kembali bisa hadir di acara reuni para mantan buruh migran untuk tahun berikutnya. Karena yaitu tadi, selain bisa silaturahmi, berjejaring dan nambah saudara kami juga merasakan banyak manfaat lain yang bisa diperoleh termasuk dapat oleh-oleh dari teman dari daerah lain, dan dapat ilmu wirausaha yang jika bersekolah lagi entah berapa biaya yang harus saya keluarkan.

 

1 thought on “Kenangan dari Garongan ”

Leave a Reply to Witri Prasetyo Aji Cancel reply

Verified by ExactMetrics