Kisah Fahmi: Tepuk Nyamuk VS Gebuk Reungit

Kalau bertepuk tangan, itu sudah tidak aneh lagi bagi Fahmi. Sejak usia 5 bulan, dia sudah mulai bisa bertepuk tangan meski belum mengeluarkan bunyi.

Tapi menepuk nyamuk, itu baru lucu dan menggemaskan. Dan itu baru kedapatan akhir-akhir ini. Ya, sekitar baru 5 harian lah.

Di rumah kami di Pagelaran, memang banyak nyamuk. Sejak awal aku selalu mengeluhkan hal tersebut. Apalagi kulitku sangat sensitif dengan gatal-gatal. Tapi mau gimana lagi, meski memakai obat nyamuk yang bagaimanapun (sudah dicoba) nyamuk tetap ada datang dan pergi silih berganti. Maklum. Rumah masih banyak ventilasi terbuka yang jadi jalan keluar masuk si nyamuk.

Kegelisahanku semakin menjadi saat hamil dan setelah melahirkan. Bukan hanya aku yang ketakutan, tapi juga memikirkan nasib anakku. Bagaimana kalau Fahmi selalu digigit nyamuk?

Solusinya, kami membeli kelambu kecil seukuran tudung saji penutup makanan di meja. Ya saat Fahmi masih satu dua bulan memang cocok. Tapi setelah empat bulan hingga lebih, pertumbuhan serta perkembangan Fahmi semakin pesat. Kelambu yang menutupi badannya saat tidur atau terjaga sudah tidak muat lagi. Saat tengkurap atau minggir, pasti keseret-seret dan lagi-lagi nyamuk bisa masuk.

Hasilnya, sempet wajah dan badan Fahmi merah-merah bentol-bentol karena gigitan nyamuk. Aduh! Kasian anakku…

Aku selalu berusaha mencari info supaya bisa membeli kelambu ukuran lebih besar. Biar bisa dipake bareng-bareng kalau tidur atau saat Fahmi nanti main. Aku lihat-lihat di toko online, gila, harga kelambu besar mahal juga, sekitar 400 ribuan…

Aku masih mencari yang murah meriah… Sampai aku bersilaturahmi ke Tomang, di rumah Pak Dian Kelana memasang kelambu putih yang cukup besar. Satu kasur ukuran king bisa tertutup oleh kelambu itu. Sontak aku mau! Apalagi tanya-tanya harganya ternyata lebih murah…

Rasanya tak sabar menunggu sampai Pak Dian memberikan informasi kalau kain kelambu pesananku sudah ada dan siap diambil. Aku ingin segera memasangnya di rumah dan Fahmi bisa bebas berguling ke sana ke mari tanpa takut digigit nyamuk.

Sampai kami jauh-jauh membawa Fahmi yang baru berusia 3 bulan ke Tomang demi bisa menjemput itu kelambu 🙂 alhamdulillah, Pak Dian beserta ibu justru malah menjadikan kain kelambu itu pemberiannya kepada kami. Gratis dech jadinya itu kelambu.

Dengan bangga kami memasangnya di depan tv kalau siang, dan di kamar kalau malam. Kelambu sangat menolong kami terhindar dari gigitan nyamuk. Membuat tidur kami semakin tenang dan nyenyak. Terimakasih Pak Dian…

Seiring berjalannya waktu, Fahmi terus tumbuh hingga saat ini berusia 10 bulan lewat 11 hari. Rupanya, Fahmi yang belum genap satu tahun sudah memperhatikan tingkah laku kami. Termasuk saat kami menepuk nyamuk jika ada yang berhasil nyelonong masuk ke dalam kelambu.

Ayah Fahmi selalu kebagian meronda, maksudnya memeriksa kain kelambu jika di dalam ada nyamuk masuk. Jika ada, maka ia akan menepuknya hingga si nyamuk mati. Kadang aku juga berbuat serupa.

Ada lima hari terakhir ini, aku perhatikan Fahmi saat masuk kamar dan mendekati kain kelambu, dia berbuat hal yang lucu dan menggemaskan. Sambil duduk, dia menengadah, seolah memeriksa apa yang ada di depannya. Terus dengan lucunya dia seperti bergumam. Padahal hanya suara uh..uh..uh… yang ia ucapkan.

Lalu kedua tangannya diangkat dan dengan jelas bunyinya ia menirukan orang dewasa saat menepuk nyamuk! Subhanalloh, Fahmi… Bunda semakin sayang kamu, Nak…

Setelah kedapatan seperti itu beberapa kali, aku selalu menyuruhnya untuk berbuat hal yang sama. “Fahmi, gimana tepuk nyamuk, Nak?”

Maka ia akan memperagakan kalau aku ikut menepukkan tangan. Tapi Fahmi hanya diam kalau aku sebatas ngomong saja. Kenapa? Ada yang salah?

Lalu dua hari kemarin aku coba menyuruhnya menepuk nyamuk dengan bahasa Sunda, setelah dengan bahasa Indonesia Fahmi diam saja.

“Fahmi, kumaha teh ngagebuk reungit teh?”
Dan benar saja, Fahmi langsung memperagakan cara menepuk nyamuk dengan lucunya… Oh… Ternyata Fahmi lebih memahami bahasa reungit daripada nyamuk meski menurut kita orang dewasa maksudnya sama saja ke sana.

Kini, aku selalu doble menggunakan dua bahasa pengantar. Setelah bilang menepuk nyamuk Fahmi diam saja, maka aku katakan ngagebug reungit dan Fahmi pun memperagakannya 🙂

Tidak perlu memakai kata menepuk pun, (bahasa Sundanya ngagebug) cukup dengan kata reungit (nyamuk) Fahmi sudah mengerti dan dia langsung tertawa memamerkan 4 giginya yang baru tumbuh sambil menengadah dan menepuk-nepukkan tangannya!

Plok! Plok! Plok! Hore… Nyamuknya mati…

6 thoughts on “Kisah Fahmi: Tepuk Nyamuk VS Gebuk Reungit”

  1. Anakku juga pintar banget mukul nyamuk mbak. Kalo bentol karena nyamuk cepat hilangnya, tapi kalo digigit semut tuh lama banget hilang

    Reply
  2. Anak saya juga suka teh, pake kelambu kalo tidur. Kalo ada nyamuk yanlng gelantungan di kelambu, langsung “pluk” di tepukin.hehe

    Reply

Leave a Reply to Yulia Marza Cancel reply

Verified by ExactMetrics