Peduli Global Warming Kecil-kecilan Ala Wong Ndeso

Peduli Global Warming Kecil-kecilan Ala Wong Ndeso

Tidak biasanya setelah makan siang, Fahmi minta dibelikan mie ayam yang lewat depan rumah. Saya yang saat itu sedang menyapu teras memang selalu dibuntuti sama ini bocah.

“Ya udah panggil aja dulu si mamang nya. Ibu ambil dulu mangkuknya…”

Anak ini dengan riang segera memakai sendal dan berlari ke pinggir jalan. Lalu berteriak bilang tunggu dia mau beli mie ayamnya kepada penjual mie ayam yang masih sekitar 10 meter jauhnya.

Antosan di nu iuh nya. Lami didamel heula,” kata si mamang menyuruh Fahmi untuk menunggu di tempat yang teduh selagi ia akan membuat mie-nya.

“Raoseun di dieu mah iuh. Seueur tatangkalan.” Kata penjual mie ayam mengatakan kalau di depan rumah tempatnya nyaman, teduh karena banyak pepohonan ketika saya menyodorkan mangkuk untuk mie ayam yang dipesan Fahmi.

Saya hanya mengangguk dan tersenyum. Panas terik matahari siang bolong memang terasa menyengat kulit. Belum lagi mata terasa silau.

“Sekarang mah musim teh sudah tidak bisa diprediksi. Gara-gara global warming ini teh… Sampai panas terik begini. Tapi tidak lama lewat duhur, hujan dor dar gelap pikasieuneun…”

Gaya euy si mamang pake tahu global warming segala, pikir saya dalam hati.

“Makanya kami pertahankan pohon-pohon ini, Mang. Biar sedikit jadi peneduh. Sekaligus cadangan air kalau kemarau. Lumayan.” Timpal saya.

Global Warming atau pemanasan global akhir-akhir ini memang banyak dituduh sebagai penyebab timbulnya berbagai kerusakan alam dan bumi. Global warming sebagai istilah lain untuk meningkatnya suhu lapisan pelindung bumi (atmosfir), suhu lautan, dan suhu di daratan bumi kemungkinan besar terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Sejak masih sekolah tahun 80-90 an, guru sudah banyak menerangkan terkait pemanasan global. Puluhan tahun kemudian tepat nya sekarang ini memang terasa perbedaannya. Sesuai dengan perkiraan dan bahasan ilmu yang disampaikan guru saat itu.

Global warming banyak diberitakan terjadi karena efek rumah kaca. Entah bagaimana proses dan sebab akibatnya. Sudah lupa pelajaran eta teh. Hanya sebagai petani dan wong ndeso di daerah, dampak pemanasan global memang sangat terasa dan bisa dibedakan.

Dampak Pemanasan Global: 

1. Iklim tidak bisa diprediksi.

Jaman masih lajang sering ikut kakek nenek memanen padi setiap libur sekolah. Ya, saat itu antara waktu memanen padi dan libur sekolah selalu bersamaan dan tepat waktu. Karena saat itu hampir semua petani menggunakan penanggalan musim yang sama untuk mencari waktu terbaik kapan mulai menanam padi. Sehingga hampir setiap tahun ketika kami mudik ke kampung, bertepatan dengan saatnya memanen padi.

Kini, boro-boro. Yang saya lihat di sawah depan rumah saja, antara kapan menanam padi dan kapan memanennya setiap tahun tidak pernah lagi sama. Itu terjadi karena faktor cuaca. Musim dan iklim tidak lagi bisa diandalkan. Masih untung dalam setahun masih bisa menanam padi minimal 2 kali. Tapi kalau kemarau panjang datang, selama itu juga sawah dibiarkan bongkar, jadi tegalan tempat anak bermain bola dadakan.

2. Meningkatnya permukaan laut.

Suhu yang semakin tinggi membuat daratan es cepat mencair. Permukaan laut semakin tinggi dan ini menyebabkan pantai abrasi. Tidak jarang merusak hutan mangrove dan menggerus sisi pantai lainnya.

Karena itu kedepannya daratan di bumi yang kita pijak tidak menutup kemungkinan akan semakin menyempit.

3. Gangguan ekologis.

Karena perubahan suhu permukaan bumi yang disebabkan pemanasan global ini menyebabkan keseimbangan ekologi jadi terganggu. Perubahan cuaca membuat waktu tanam tidak seragam. Ini menimbulkan hama, penyakit dan pada daerah yang kemarau panjang tidak bisa bercocok tanam menimbulkan gagal panen. Jika ini terjadi terus bisa menyebabkan kelaparan, muncul berbagai macam penyakit, bencana alam seperti banjir di bagian yang terus-terusan hujan, atau sebaliknya kebakaran di bagian yang kekeringan.

oo0oo

Pemanasan global seperti tidak berpengaruh pada kehidupan setiap orang. Manusia cenderung tidak peduli dan menyepelekan akibatnya. Mungkin karena ketidaktahuan?

Tapi rasanya tidak mungkin. Bukankah manusia zaman sekarang sudah pada canggih, pada pinter dan semua aktivitas hampir dilakukan dengan system digital? Buktinya si mamang penjual mie ayam saja tahu, kalau cuaca sekarang tidak bisa diprediksi dan itu penyebabnya adalah global warming.

Saya bukan orang terpelajar. Sekolah saja cuma sampai kelas dasar. Tapi manakala guru menerangkan saya mencoba untuk menyimak dan mematuhi. Hasilnya ya mungkin seperti sekarang. Disaat tetangga mempermasalahkan pepohonan di lahan kami yang katanya bikin lahan rumah mereka kotor, banyak nyamuk dan hieum karena sinar matahari terhalang oleh pepohonan, kami justru tengah menikmati keteduhan yang secara gratis didapat.

Tidak semua tetangga memahami tindakan kami membuat hutan kecil di sekitar halaman rumah. Tapi masa sebodoh itu, kalau si mamang penjual mie ayam saja sudah mengakui manfaatnya?

Biarlah saya tidak akan mengurusi orang lain. Tapi saya tetap mengajarkan kepada Fahmi, putra kami untuk terus berbuat –sekecil apapun– demi bisa menjaga kelestarian alam dan kebersihan lingkungan.

Apa aksimu dalam mengurangi kondisi global warming? Kalau saya dan suami sepakat untuk menanamkan pemahaman kepada anak supaya belajar mencintai alam, dengan cara menanam pohon, tidak buang sampah sembarangan dan mengurangi limbah dengan tidak banyak menggunakan hasil industri selagi hasil alam masih bisa didapat.

Klise ya? Tapi ini bagi saya dan suami penting. Apalagi anak zaman sekarang tantangan serta binaannya semakin berat. Dalam soal menjaga lingkungan atau persoalan sampah harus selalu diingatkan

“Ini mie ayam nya, Dik”

“Asyik. Bu, tolong bawakan ih. Ami ga bisa…”

“Ini uangnya. Terima saya mie ayamnya. Terimakasih ya,” ujar saya lalu balik kanan setelah mengambik mangkuk yang sudah terisi. Mengakhiri obrolan dengan si mamang.

10 thoughts on “Peduli Global Warming Kecil-kecilan Ala Wong Ndeso”

  1. Semangat mbaaa. Kalau aku kebetulan juga sama, ada kebun kecil di depan rumah. Pupuk cairnya bikin sendiri, dari sisa-sisa makanan dan sampah organik. Cara mengajarkan anak, hmmm masih belum ngeuh karena masih 1 tahun, tp tetep dikasih contoh sih kalau buang sampah ya harus di tempat sampah 😀

    Reply
  2. Kebetulan bulan april ini ada hari bumi ya. Baca artikel ini langsung mengetuk hati deh TING spy dpt inspirasi. Hihi. Btw, it opening bahasa sundanya bikin sy senyum2. Soalnya sy baca berulang2 ttp g ngerti.

    Reply
  3. Saya juga perduli lingkungan dan sampah mbak, selalu kontrol pemakaian sampah plastik sebisanya, tapi saya lihat jarang orang di negara ini perduli

    Reply
  4. Bagus,kak.
    Bisa jadi pelopor kepedulian tentang alam.
    Sekarang saja iklim sudah ngga bisa ditebak, harusnya sudah memasuki musim panas, kenyataannya masih sering hujan juga.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics