Pekerjaan Mulia (masih) Mengandalkan Tulisan Tangan

Pekerjaan Mulia (masih) Mengandalkan Tulisan Tangan

Pekerjaan mulia

Hari gini masih pake tulisan tangan? Apa kata dunia? Noh lihat, semua udah pada digital, Non!

Jaman memang sudah serba canggih, hampir segala aktivitas pekerjaan dilakukan serba digital. Tapi entah kapan profesi Bapak Umar Bakri alias seorang tenaga pengajar (guru) bisa full menggunakan sistem kecanggihan teknologi itu. Hingga kini, para guru si pengemban pekerjaan mulia khususnya di SMPN 1 Pasirkuda Cianjur Selatan masih bekerja secara manual alias metode jadul. Tempoe doeloe. 😊

Apalagi buku raportnya juga baru ada tahun ini, sementara sang guru menjadi wali kelas di kelas sembilan alias anak didik yang tahun ini mau keluar. Otomatis sang guru kelas punya pekerjaan tambahan, harus mengisi buku raport dari semester pertama, alias dari kelas tujuh dan kelas delapan. Bayangkan, sebanyak puluhan buku raport harus diisi dengan tulisan tangan, ck…ck…ck…!

Di Cianjur Selatan khususnya, mengisi buku raport jelang kenaikan kelas jadi pekerjaan tambahan untuk para guru kelas. Di sini tuntutan tulisan tangan rapi dan terbaca dibutuhkan. Karena sampai saat ini belum bisa mengisi buku raport menggunakan sistem digital. Padahal, di beberapa sekolah pengisian buku raport sudah menggunakan sistem print out komputer. Sudah bertahun-tahun malah. Bahkan ada sekolah yang sudah menerapkan sistem digital dalam pengisian raportnya sejak tahun 2009-2010-an.

Semoga saja kedepannya di Cianjur Selatan juga bisa terjadi, dan tugas guru kelas semakin ringan.
Btw… Sudah bersilaturahmi dengan Guru? Guru apapun itu, mau guru sekolah atau guru mengaji, hormati karena tanpa jasanya kita tidak akan mencapai kesuksesan.

18 thoughts on “Pekerjaan Mulia (masih) Mengandalkan Tulisan Tangan”

  1. iya , ya, aku pernah lihat desa yang dekat kota saja ada yang masih manual, apalagi yang jauh dari kota seperti di cianjur selatan ya. Harusnay pemerintah gak tebang pilih dalam menfasilitasi sekolah2, kayaknay yang di kota saja yang tambah maju

    Reply
  2. Kalau gak diceritain sama Teh Okti, sepertinya saya juga tidak akan mengetahui perihal tersebut. Sungguh ironi jika sampai harus bekerja rodi menulis Rapor yang juga baru ada di tahun ini.

    Berarti pendidikan dan penunjang pendidikan yang merata masih belum tercapai banget ya. Semoga tulisan Teh Okti bisa sampai langsung ke petugas yang berwenang.

    Reply
    • Terimakasih apresiasinya Mbak…
      Yah, begitulah kondisi di kampung kami, Mbak… Semoga bupati Cianjur baru terpilih bisa mencarikan jalan keluarnya. Amin…

      Reply
  3. Di kampung saya juga guru-gurunya masih menggunakan tulisan tangan 🙂
    Itulah bagian dari kemuliaannya, bahwa dalam lelah ada rahmat ibadahnya…
    Iya, semoga saja ke depan bisa lebih efisien, dan itu kenapa kudu diganti dgn yg baru itu
    hadeuuh

    Reply
    • Buku rapornya bukan diganti tapi emang sudah tiga tahun baru dapat buku rapor. Sebelumnya menggunakan rapor bayangan, selembar kertas aja…

      Reply
    • Kalau satu kelas mending. Lah ini sekaligus tiga angkatan, sembilan semester. Apa gak keriting tuh jarinya? Pen aja abis tiga!

      Reply
  4. Waktu di rumah masih ada yang jadi guru, pas bagian nulis rapor nggak bisa diganggu gugat karena harus rapi dan nggak boleh ada tipe-x.

    Kalau ngeliat rapor sendiri juga kadang kelihatan sisa bekas pensil. Artinya, guru nulisnya berulang kali. :”)

    Reply
  5. salah satu yang membuat sy terkenang dengan guru2 saya adalah tulisan tanagn mereka teh..
    salah stunya tahun ini almarhum guru matematika sy waktu SMP..tulisannya kece ponten seratusnya di buku kita bikin semangat

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics