Salju Menggempur Baju

Salju Menggempur Baju

Seminggu dua kali jadwal nyuci baju. Bukan baju saya, tapi baju majikan dan keluarganya. Kalau baju saya sendiri sih setiap malam setelah mandi langsug dicuci. dijemur di atas dan lanjut beres-beres dapur sebelum lanjut tidur.

Kebanyakan sih baju anak-anak. Hampir setiap hari dua anak perempuan yang beda usia 2 tahun itu ganti baju tiga kali setiap harinya. Baju sekolah, baju olahraga atau les dan baju di rumah. Baju majikan paling baju di rumah atau baju saat libur saja, karena baju kerja semua dicuci di luar. Maklum majikan saya kan dua-duanya bekerja sebagai pramugara dan pramugari. Pakaiannya 100 % harus bersih dan rapi.

Jika ingat kejadian ini, jadi suka tertawa sendiri. Ceritanya majikan perempuan sedang terbang ke Eropa. pulang pergi paling cepat 8 hari. Sementara majikan laki-laki terbang yang dekat saja, seperti ke Jepang, korea, atau ke Hongkong dan Singapura. Pulang-pergi tiga hari sudah di rumah lagi.
Anak-anak seperti biasa sekolah dan kegiatan lainnya saya yang ngawal.

Tapi karena orang tuaya tidak ada, dan kakek neneknya dari luar kota berhalangan tidak bisa datang ke Taipei kota tempat kami tinggal maka saya jadi kerepotan sendiri mengurus mereka. Tapi seperti biasa, sebagaimana wanti-wanti majikan, jika tidak ada siapa-siapa maka tugas saya fokus kepada anak-anak saja. Urusan rumah, belanja dan lainnya bisa ditunda.

Senin Selasa pagi sampai sore saya keluyuran antar jemput dua anak. Malam sampai di rumah langsung beres-beres sambil mengawasi mereka supaya benar mengerjakan pekerjaan rumah serta tugas-tugas. Anak-anak cukup takut sama saya. Selain saya tegas dan suka bentak mereka kalau nakal, saya juga tidak segan melaporkan mereka kepada orang tua melalui telepon, email atau kalau tidak bisa saya lapor kepada kakek neneknya langsung melalui telepon.

Pukul sembilan, setelah memastikan anak-anak anteng di kamar mengerjakan tugas, saya melipir ke dapur. Paling tidak bisa istirahat sebentar sebelum mandi. Waduh, melihat tumpukan baju-baju kotor rasanya lemas dan nelangsa. Besok Rabu jadwalnya cuci baju. Sementara tidak bisa dikerjakan karena harus antar jemput anak-anak sekolah dan les. Akhirnya saya berniat cuci baju malam itu saja. Jadi besok pagi tinggal jemur. Saya kira setelah solat subuh, sebelum anak-anak bangun kalau cuma jemur bisa selesai. Disambil dengan pekerjaan lainnya.

Oke, dengan semangat saya langsung masukan baju anak-anak ke mesin cuci dan mengoperasikannya. Saya sendiri kembali ke kamar anak-anak untuk memastikan mereka selesai mengerjakan tugas dan PR-nya. Setelah itu baru mandi dan kunci-kunci.

Saat merebahkan diri sambil mendengarkan musik dari ponsel, terdengar suara alarm mesin cuci pertanda cucian sudah selesai, tinggal menjemurnya. Ah, sudah enak tiduran, jemurnya besok saja, pikir saya sesuai dengan rencana semula.

Besoknya, setelah solat subuh saya malah tidak langsung menjemur baju. Lupa. Malah lebih dulu menyiapkan sarapan, lalu beli susu ke bawah apartemen karena persediaan susu murni di kulkas ternyata habis. Sekembalinya beli susu langsung bangunkan anak-anak, menyiapkan semuanya dan mengantar mereka ke sekolah.

Jam delapan lewat, saya baru kembali ke rumah. Segera beres-beres karena pukul sebelas harus sudah tiba di sekolah anak paling kecil. Pulangnya si bungsu memang lebih cepat dibanding anak yang paling besar.

Setelah kamar dan ruang tamu bersih, saya baru ingat pakaian dalam mesin cuci belum dijemur. Semangat skali saya pun ke belakang untuk menyelesaikannya.
Tapi apa yang terjadi? Alamakkk… saat mesin cuci dibuka, bukannya pakaian bersih yang saya dapat, melainkan pakaian yang berbalut serat putih-putih. Sebagian besar serat putih bagai gumpalan salju itu menempel kuat di serat kain baju tidur anak-anak.

“Ini apa?” gumam saya heran campur geram. Nambah-nambah kerjaan saja.

Oala! Ternyata yang putih bergumpal-gumpal seperti salju menyelimuti baju-baju itu kertas tisu! Ya, anak-anak memang sangat disiplin. Setiap keluar masuk kelas, atau mau makan selalu cuci tangan dan mengelapnya dengan tisu. Saat tidak menemukan tempat sampah terdekat, sudah diajarkan jika anak-anak harus menyimpan tisu dalam saku saja, baru dibuang kalau sudah menemukan tempat sampah atau di rumah.

Rupanya semalam saya lupa tidak memeriksa saku baju anak-anak seperti biasanya. Akhirnya si tisu jadi salju, alias hancur ikut kecuci. Mau pekerjaan cepat selesai, yang ada malah nambah kerjaan. Dengan jengkel plus nahan tawa sendiri saya memunguti satu per satu serat tisu itu dari baju. Kemudian mencuci ulang semua bajunya, selanjutnya saya tinggalkan lagi karena waktunya menjemput anak ke sekolah.

Saat malamnya saya ceritakan kejadian “salju nempel di baju” kepada anak-anak, tidak saya kira mereka pun terbahak-bahak tertawa, menertawakan kejengkelan Ayi-nya ini. Ada-ada saja.

3 thoughts on “Salju Menggempur Baju”

Leave a Reply to shona vitrilia Cancel reply

Verified by ExactMetrics