Wayang Riwayatmu Kini…

Wayang Riwayatmu Kini…

Selamat hari wayang dunia, wahai Cepot, Dawala dan Gareng… Sepertinya tidak banyak yang tahu ya kalau Senin 7 November ini diperingati sebagai Hari Wayang Dunia. Ayo, ngaku, kamu sudah tahu sebelumnya kah tentang Hari Wayang ini?

wayang

Saya sendiri baru tahu ada peringatan hari wayang sekitar setahun silam. Saat mendengarkan wayang melalui siaran langsung dari RRI Bandung setiap malam minggu. Saat itu saya mendapat informasi terkait hari wayang ini.

Jadi layaknya batik, UNESCO juga sudah mengakui dan mematenkan wayang sebagai warisan leluhur Indonesia yang jadi warisan dunia. Sudah 12 tahun UNESCO menetapkan wayang yang merupakan budaya tersohor dari Indonesia, sebagai sebuah warisan mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Semoga bisa membawa dukungan supaya tanggal 7 November ini juga diperingati sebagai Hari Wayang Nasional ya.

Meski perempuan dan kini jadi ibu rumah tangga, buat saya wayang bukan sesuatu yang aneh. Wayang yang hanya sebagai tokoh kasat mata, sudah saya kenal sejak masih dalam pangkuan almarhum bapak. Ya, melalui radio dan televisi hitam putih, berbagai kisah serta penokohan wayang golek terus diperdengarkan dan dijadikan cerita sejarah. Tidak salah kalau sampai sekarang saya suka terhadap wayang (golek) karena ada warisan turunan darinya.

Beberapa koleksi boneka wayang pun saya simpan di rumah. Bahkan, saat hamil anak usia 4 bulan, saya ingin jumpa dengan dalang wayang golek nomor satu di tatar Pasundan, siapa lagi kalau bukan Asep Sunandar Sunarya. Alhamdulillah, keinginan itu terlaksana kebetulan di Lapang Tarumanagara Sukanagara Cianjur ada sosialisasi dari sebuah bank milik negara yang menggelar budaya Sunda diantaranya pagelaran wayang golek dengan dalang Asep dan nayaganya Giri Harja.

Sempat naik panggung dan membuka “kotak”. Lalu mengeluarkan isinya sambil dalam hati terus berdoa, supaya tidak terjadi apa-apa dengan kandungan. Sempat pula membeli beberapa tokoh pewayangan yang jadi cinderamata malam itu. Tidak saya duga jika malam itu terakhir saya melihat pertunjukan Kang Asep karena tidak lama kemudian Kang Asep  meninggal. Wayang yang saya simpan serta beberapa foto kini hanya tinggal kenangan.

Salah satu tokoh wayang yang saya koleksi adalah Lurah Semar Badranaya beserta anak-anaknya Cepot Dawala dan Gareng. Mereka ini jadi tokoh kesukaan saya. Bukan karena mereka suka ngocol bikin ngantuk terbirit-birit hilang, tapi juga karena Semar adalah tokoh panakawan paling utama dalam pewayangan Sunda (juga lainnya). Semar sebagai pengasuh sekaligus penasihat para kesatria dalam cerita Mahabharata dan Ramayana meski dalam konteks aslinya yang berbahasa Sanskerta tidak ada tokohnya karena Semar asli ciptaan pujangga Indonesia.

Sudah tahu kan (dan memang sudah jadi sejarah) jika perkembangan agama Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa salah satunya melalui seni pertunjukan wayang. Ya, seni wayang dijadikan alat pemersatu dan penyebar ajaran. Sunan Kalijaga bagian dari Wali Songo terkenal sebagai ulama yang menjadikan wayang sebagai media dakwah. Semar ini yang terlahir salah satunya. Meski berstatus sebagai abdi, namun keluhurannya sejajar dengan Prabu Kresna di kisah Mahabharata. Banyak ilmu kehidupan yang bisa saya contoh secara pribadi dari tokoh Semar ini sehingga saya menyukainya.

Mungkin, tidak banyak yang menyukai (bahkan sebatas mengetahui) wayang seperti saya. Buktinya peringatan Hari Wayang Dunia 2016 ini sepi-sepi saja. Saya search informasi, satu-satunya peringatan yang ada dilakukan di Institute Seni Surakarta (ISI) Solo Jawa Tengah. Gubernur Ganjar Pranowo membuka seminar wayang dan Rektor ISI, Prof. Dr. Sri Rochana menancapkan gunungan wayang membuka acara Hari Wayang Dunia 2016 pagi tadi.

Peringatan hari wayang diisi dengan banyak kegiatan. seperti mewarnai wayang, demonstrasi pembuatan wayang, pameran, pameran buku-buku tentang wayang, dan pagelaran wayang secara nonstop oleh 19 dalang profesional dari berbagai daerah. Informasinya penampilan khusus juga ditampilkan oleh dalang Ki Joko Santosa dengan memainkan wayang selama 26 jam. Acara peringatan hari wayang yang diselenggarakan oleh Jurusan Pedalangan Fakultas Seni Pertunjukan ISI ini berlangsung sampai besok 8 November 2016.

Orang yang suka terhadap seni wayang semakin sedikit. Generasi muda sekarang sudah tidak lagi mendengarkan radio atau nonton televisi daerah seperti kami. Ya, saya beruntung punya suami yang punya kesukaan sama. Selain naik gunung, alhamdulillah kami juga suka ngadepong dengerin siaran wayang baik dari radio kampung maupun televisi daerah. Kami tidak bosan meski kadang mendengar/nonton cerita yang diulang-ulang.

Tidak heran jika sekarang anak-anak dicekoki dengan games dan gadget maka pegiat atau aktivis wayang tidak banyak. Bahkan sebagian besar masyarakat sudah tidak peduli dengan budaya adiluhung yang sarat pesan moral dan nilai-nilai kebaikan. Padahal seharusnya banyak pihak untuk peduli, menjaga, dan melestarikan budaya bangsa ini.

Bukannya bangga, kenyataan di lapangan justru generasi muda sekarang tak sedikit yang mencemooh pertunjukan wayang sebagai barang kuno, ketinggalan zaman, dan tidak menarik. Padahal hampir semua tokoh dan alur cerita wayang memberikan nilai-nilai kebaikan dan sarat pesan moral dalam kehidupan manusia.

Kedepannya semoga ada ruang dan inovasi sehingga wayang yang dianggap kuno bisa menggelar seni pertunjukkan yang inovatif dan kreatif sehingga menarik, digemari dan lestari. Btw, kalau dekat saya mau banget nonton pertunjukkan wayang golek cepak malam besok sebagai sesi penutup acara. Sambil diharudum sarung, bawa cemilan kulub suuk, asoy dech! Penasaran ingin tahu pembawaan wayang golek oleh Bupati Tegal Ki Enthus Susmono yang terkenal itu.

29 thoughts on “Wayang Riwayatmu Kini…”

  1. Aahh..ikotan bawa sarung juga nobar wayang Teeh…!

    Jadi inget masa kecil yang dibesarkan si Mbah , dicekokin nonton wayang mulu. Katanya sebagai orang jawa harus tau ttg tokoh2 pewayangan xixixi.

    Reply
  2. Aku baru tahu ada Hari Wayang! Keren!!
    Aku ga terlalu suka nonton wayang sih. Tapi suka banget liat boneka wayangnya.
    Kalau lagi ke Kota Tua Jakarta, pasti yang aku utamain ngunjungin Museum Wayang.

    Reply
  3. didaerah ku biasanya pergelaran wayang ketika malam satu suro.. ramai sih yang nonton.. tapi aku gak pernah abis acaranya sampai malam mbanget sih… mulainya pun jam 10 an malem gitu..

    Reply
    • Di Minang menyebar agama memang tidak lewat media wayang. Gak seperti di Jawa.

      Mbak baca gak postingan saya di atas? Kok nanya lagi tentang Cepot? Hehe…

      Reply
  4. Aku aku suka wayaaang hehehe sayangnya di Malang sudah jarang sekali pementasan wayang. di SMAku rutin menggelar acara wayangan tiap ulangtahun sekolah. Memang Mbak, anak-anak zaman sekarang kurang suka ya nonton beginian. Tapi ponakanku ajaib, dia hapal hampir semua tokoh wayang kulit 😀

    Reply
  5. Kalimat pembukanya udah nodong. Aku baru tahu kemarin itu hari wayang..
    Nostalgia banget ini teh udah jarang denger kabar perwayangan. Kalau hajatan dulu di desa-desa banyak yang nyewa dalang untuk pertunjukan wayang, tapi sekarang jarang ya

    Reply
  6. Aku dari kecil suka banget nonton wayang golek dalam Asep Sunandar, seneng dan ketawa2 liat si cepot dan belajar ttg filosifi dibalik wayang, pun suka baca tentang cerita2 kayak mahabarata dan sejenisnya.
    Wayang harus banget dilestarikan, sayang kalau anak – cucu kita ngga kenal sama kebudayaan yg bagus ini 🙂

    Reply
  7. hehe saya juga baru tau mba baca postingan ini hari wayang. Dulu waktu saya kecil ingat banget di TVRI ada tayangan wayang, suka nonton aja walaupun ngak ngerti isinya apa :).

    Reply
    • Benar Mbak. Alhamdulillah… Saat ngidam naik panggung buka kotak dan nonton wayang akhirnya kesampaian…
      Bersyukur saya untuk semua kemudahan ini

      Reply
  8. Di Kendari pertunjukan Wayang boleh dibilang jarang sekali ada, tapi memang sih Teh, hal-hal yang berbau budaya cenderung dianggap tidak menarik, PR besar pemerintah dan tentunya juga kita untuk membantu memasarkan dan melestraikan Wayang ini.

    Reply
  9. Bener banget Teteh.
    Di kampungku Kebumen sana, jaman aku SMP masih banyaaaak banget pertunjukan wayang. Baik wayang kulit maupun wayang orang. Itu yang nonton tumplek blek. Banyaaak.
    Sekarang? Boro2 laku Teh. Generasi muda udah nggak ada minat2nya sama wayang. Kalau ada hajatan nanggapnya organ tunggal atau dangdut 🙁

    Reply

Leave a Reply to tetehokti Cancel reply

Verified by ExactMetrics