Lebaran kok stres?

Lebaran kok stres?

Ada yang mengalami seperti itu? Banyak. Terus apanya yang salah? Bukankah lebaran sebagai hari kemenangan seharusnya menjadi saat yang membahagiakan?

Baju baru, sendal baru, kue dan makanan enak banyak, uang jajan juga ada tambahan. Tapi kenapa masih bisa stres ya?

Jangan salah. Memang banyak kok orang yang merasa pusing (atau dibuat pusing) jelang, saat dan sesudah lebaran. Bukannya bahagia dan bersemangat menghabiskan waktu bersama keluarga dan jauh dari pekerjaan, yang ada justru perasaan tidak enak bahkan stres. Padahal seyogyanya lebaran yang identik dengan liburan itu esensinya ya istirahat dan relaksasi.

Lalu apa yang menyebabkan stres? Jika mengalami stres, bagaimana mengatasinya?

Lebaran adalah waktunya untuk berkumpul dengan keluarga. Berbagai acara pasti diadakan seperti masak bersama, solat Idul Fitri bersama, makan bersama, sampai tradisi sungkem saling maaf memaafkan satu sama lain.

Tahukah bagi sebagian orang, tradisi saling meminta maaf keluarga justru menjadi beban. Hihi… Ini mah ada pengalaman pribadi juga sih. Kok bisa? Ya iyalah jika hubungan (baik keluarga maupun bukan) tengah rumit, terus kita diharuskan jumpa dan maaf-maafan gitu aja, gak ikhlas alias terpaksa, bukankah demikian bakal jadi beban?

Hubungan yang rumit justru mendatangkan stres ini tidak hanya dalam keluarga tapi bisa juga dengan tetangga, teman kerja atau saudara. Saat kita “dipaksa” untuk ramah-ramah, senang-senang tetapi dalam hati masih ngedumel dan ada rasa dendam atau tidak enak, maka timbul nya adalah perasaan tersiksa dan ini yang menyebabkan stres.

Masalah yang muncul mungkin sepele, tapi jika berhubungan dengan orang yang sifatnya susah memaafkan, dendaman, dan bahkan tidak pernah membuka pintu hatinya, ini yang akan menimbulkan permasalahan selanjutnya. Perjumpaan saat lebaran untuk maaf memaafkan lah kok malah menjadi pemicu membesarnya permasalahan? Itu yang akan menyebabkan lebaran bagi sebagian orang akan menjadi sesuatu yang manis atau pahit. Hal ini tidak menutup kemungkinan bisa berdampak buruk pada kondisi psikologis.

Bagi teman saya lebaran jadi momen yang enggan dilalui. Keluarga besar dari pihak suaminya belum juga move on dan masih melihat keberadaannya sebelah mata. Jadi saat semua keluarga besar kumpul, teman saya ada, tapi tidak dikenalkan kepada keluarga besar lainnya yang baru jumpa. Gimana enggak galau coba? Ada tapi diacuhkan? Inginnya segera pulang tapi gak enak sama suaminya. Teman saya mengaku sedih dan karena itu berasa malas untuk menghadapi lebaran.

“Stres aku kalau tiap lebaran gitu terus…”

Beda lagi kalau curhat saya dengan tetangga. Hahaha bukan buka aib ya, tapi biar plong aja di dada. Namanya sama tetangga perasaan saya sih sama semua juga baik-baik  saja. Tapi ya ternyata ada aja yang bersikap beda. Buat saya tidak masalah. Yang penting saya tidak merugikan orang lain.

Tapi jika ada kata atau kelakuan saya yang menyakiti hati tetangga maka saya memang harus meminta maaf. Karen itu selepas solat Ied saya dan suami bareng anak keliling kampung untuk silaturahmi dan meminta maaf kepada semuanya.

Dari sana saya bisa melihat berbagai sifat tetangga. Ada yang usil tapi saat lebaran kita sama-sama saling meminta maaf habis-habisan. Ada yang judes, eh beneran saat saya datangi dan minta maaf wajahnya tetap saja datar. Tanpa senyum tanpa kata. Saya datang entah dianggap ada entah tidak. Siapa yang tahan coba? Maunya sih ngadepin tetangga yang gitu wis ra usah didatangi (lagi). Tapi mengingat momen lebaran, dan saya tidak mau sama tidak waras nya ya saya pikir siapa tahu kali ini sikapnya sudah berubah.

Mungkin karena sifat dengkinya udah mengakar, sulit dibersihkan, lebaran ya tinggal lebaran, si tetangga kok gitu sih masih aja judes dan bungkam. Asal jangan salah di saya saja. Minta maaf sudah, sampai datang ke rumahnya, kalau dia masih gitu aja ya terserah.

Meski jujur ngadepin tetangga kaya gitu bikin kacau suasana lebaran. Bisa-bisa saya jadi stres juga!

Hal lain yang bisa bikin stres saat lebaran adalah gaya hidup yang tidak sehat. Tahu sendiri kalau lebaran segala makanan enak ada terhidang. Siapa sih yang menolak? Selain itu pasti juga capek melakukan berbagai kegiatan seperti berbelanja berburu diskon, memasak, berkumpul dengan keluarga, terus liburan silaturahmi sambil berjalan-jalan.

Saat itu kita bisa makan apa saja. Tidak mikir lagi gimana kalau kolesterol naik, gula nambah, atau tekanan darah meningkat.  Bahkan banyak orang yang kurang tidur karena keasyikan ikut acara, begadang demi dapat menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga. Konsumsi minuman kafein pun tidak terkontrol. Disanalah otak dan badan kita akan kelelahan. Apalagi ada yang bilang kalau kafein bisa jadi penyebab perubahan tekanan darah yang dapat memicu stres.

Percaya atau tidak sih, tapi lebaran setiap tahunnya pasti aja membawa cerita tersendiri masing-masing. Menghindarinya tidak mungkin, jadi solusinya dibawa asik aja. Ada keluarga yang belum bisa terima keberadaan kita, enjoy aja. Yang penting suami/istri baik-baik saja. Ada tetangga kok gitu sih biarin aja. Yang penting sama siapapun kita sudah mencoba berbuat baik.

Terus kalau makanan masa kita tolak? Hehe… kalau gak bisa dibungkus, ya kita makan secukupnya saja. Ra usah maruk. Ngisin-ngisini saja.

16 thoughts on “Lebaran kok stres?”

  1. Alhmdulillah, momen lebaran, terutama waktu silaturahim ke rmh2 sodara en tetangga selalu aku manfaatin bwt ngintipin kue2 lebarannya, apalagi kalau ada kue2 jadul gt, duuhh berasa nostalgia, jd gk gampang baper kalau ditanyain aneh2, hehe,
    Nice share mbk, bahan renungan bgd mah ini

    Reply
  2. nah aku ini gak pernah stres soalnay agk pernah bikin ketupat, gak perlu ribut bikin kue, krn semau sdh disediakan mertua, hiiiiiii

    Reply
  3. Lebaran selalu aku lakukan dengan silaturahmi bersama tetangga-tetanga, mba. Biar bermaaf-maafan mba. Soalnya kalau sama tetangga, kuatir ada salah malah jadi nggak enak ya karena tetangga seperti saudara. Jika itu dilakukan, insyaAllah tak ada stres

    Reply
    • Mau ada salah atau tidak silaturahmi dengan tetangga itu penting ya. Pengalaman dan kebiasaan yang bisa diteladani. Terimakasih 🙂

      Reply
  4. Bawa santai saja karena kita sudah menjalankan kewajiban meminta maaf persoalan menerima atau tidak itu urusan dia sama Allah. Keep smile

    Reply

Leave a Reply to Hastira Cancel reply

Verified by ExactMetrics