Tiga Kepala yang Makan Dua

 

Tiga Kepala yang Makan Dua

REVIEW TEMPAT MAKAN FAVORIT

Bingung juga ketika diminta menyebutkan lima tempat makan favorit secara saya dan keluarga memang tidak pernah makan di luar. Iyalah, di kampung gini mau makan di luar kemana? Makan di luar dalam arti di halaman sambil ngaliwet di pinggir sawah dan kolam ikan sih sering. Hahaha…

Lokasi Cianjur Selatan tempat saya tinggal bukanlah daerah dimana lokasi kuliner menjamur seperti di daerah lain. Kampung tempat saya tinggal masih bisa dibilang memegang tradisi leluhur, makan tidak makan asal kumpul. Makan di luar jarang dilakukan kecuali oleh para petani atau pekerja serabutan lain yang masih berada di sawah atau kebun ketika jam makan siang tiba.

Walaupun di pinggir jalan raya dan pasar Pagelaran terdapat beberapa warung nasi, tapi buat saya dan keluarga khususnya, jujur saja sama sekali tidak tertarik untuk makan di sana. Kalaupun jajan di luar, saya dan keluarga lebih memilih makan bakso, mie ayam, dan atau seblak. Nah kalau ditanya bakso mana yang kami sukai barulah kami bisa menyebutkan beberapa.

Tapi meski demikian karena kami sering mudik ke Cianjur kota (meski masih satu kabupaten, jarak antara Pagelaran dengan Karang Tengah lebih dari jarak tempuh antara Kabupaten Cianjur dan Kota Bandung, lho!) beberapa kali kami pernah mampir dan makan di beberapa tempat makan dalam perjalanan.

Nah, tempat makan selama perjalanan antara Pagelaran – Karang Tengah itu saja kali ya, yang bisa saya bahas dalam tema BlogChallenge kali ini. Baiklah yuk disimak…

1. Warung nasi jembatan Sukanagara

Lupa lagi nama aslinya warung nasi apa. Yang pasti letaknya memang dekat jembatan di pasar Sukanagara. Sekitar setengah jam kendaraan dari Pagelaran.

Meski saya tahu siapa pemilik warung nasi itu (tetangga, karena saya juga asli nya kan dari Sukanagara) namun sebelum menikah saya tidak pernah makan di sana. Baru setelah menikah, suami yang memilih makan di luar dari pada makan di rumah saya (mertuanya) ini sering makan di warung nasi ini.

Alasannya suami sering makan di warung nasi ini sih karena murah. Meski menurut lidah saya, masakan dan santannya standar saja. Yang bikin betah selain lokasinya strategis juga sebagian warung nasi menghadap ke arah Sungai Cibala.

 

2. Warung Nasi Lebak Siuh

Warung nasi ini berada di wilayah kecamatan Cibeber. Jarak dari Pagelaran sekitar 1,5 jam kendaraan. Senang makan di sini selain murah, banyak menu lauk pauknya juga pemandangan ke belakang sangat indah. Bila cuaca bagus bisa melihat pemandangan kota Cianjur dan Gunung Gede Pangrango.

Pemilik warung nasi ini teman satu angkatan waktu sekolah di Sukanagara. Awalnya Asep Kentung, teman saya itu tidak mengenali saya. Tapi ketika ngobrol banyak baru dia ingat.

Warung nasi miliknya ini sudah banyak dikenal orang. Tidak heran setiap hari selalu banyak dikunjungi orang yang bepergian dari Cianjur Selatan mau ke kota, atau sebaliknya.

Oya, warung nasi ini akan tutup full selama bulan puasa, lho.

 

3. Ayam bakar Solo Cibeber

Nah tempat makan ini juga hampir dikenal banyak masyarakat Cianjur khususnya yang sering bepergian dari selatan ke kota dan atau sebaliknya. Menyajikan makanan khas Solo, itu yang awalnya bikin lokasi rujukan banyak orang. Selebihnya karena masakannya enak dan cukup murah.

Setiap mau ke kota atau pulangnya, Fahmi putra saya selalu minta mampir disini. Selain ada ayam bakar, ayam goreng, disini juga komplit ada bakso, mie ayam, minuman, bahkan kedai sate dan lainnya di sekitar lokasi itu.

 

4. Warung Nasi Padang Cibeber

Sama seperti warung nasi padang pada umumnya, warung nasi padang langganan suami ini pun tidak jauh beda baik dari tempatnya, masakannya, bumbu dan sebagainya. Yang bikin beda harganya yang murah tapi porsinya lumayan.

Suami sudah berlangganan makan disini sejak jaman kuliah. Mahasiswa dengan budget pas-pasan cocok makan disini. Murah meriah.

Saking lakunya, sering kami tidak kebagian lauk yang diinginkan kalau pas mampir ke warung nasi padang ini.

 

5. Ayam Goreng Cimenteng

Yang terakhir ini lokasinya sudah di Cianjur kota. Tepatnya di Jalan Arwinda, sekitar 200 meter dari Ramayana dan 200 meter dari rumah kami.

Ayam goreng ini jadi langganan karena dekat dan masakannya cocok dengan lidah anak. Sering kehabisan karena tidak pernah masak banyak.

oo00oo

Dari semua tempat makan favorit yang sudah disebutkan di atas, meski kami selalu jalan bertiga, tapi tetap kalau pesan makan cukup 2 porsi saja. Satu buat suami, dan satu lagi buat saya barengan Fahmi. Soalnya saya dan Fahmi tidak pernah makan habis kalau beli porsi sendiri-sendiri.

8 thoughts on “Tiga Kepala yang Makan Dua”

Leave a Reply to Diyanika Cancel reply

Verified by ExactMetrics