Saat libur sekolah, saya sering mengajak anak-anak mengaji (usia 3-17 tahun) di pondok mengaji Al Hidayah yang saya dan suami kelola mengadakan acara sederhana seperti botram1, ngucek leuwi2, atau ngaliwet.
Sayangnya, dari sekitar 30 santri putra dan putri itu tidak selalu semuanya bisa ikut. Alasan terbesar adalah masalah biaya. Maklum di kampung, tidak semua anak memiliki uang jajan yang cukup.
Jika ada uang kas atau donasi dari donatur pondok, saya selalu berusaha menutupi semua kekurangan itu asalkan semua anak bisa ikut dan merasakan suasana kebersamaan yang menyenangkan. Tapi kan tidak bisa selamanya begitu. Selain memunculkan kecemburuan bagi santri lain, juga tidak selamanya pondok memiliki dana untuk mencukupi semua itu.
Saya coba diskusi dengan suami selaku guru ngaji mereka dan sebagian santri yang sudah agak besar untuk mendapatkan solusi. Hingga mulai diambil langkah jika akan ada acara jauh sebelumnya anak-anak dianjurkan untuk menabung.
Saat ada pasar malam di lapangan desa, ketika selesai pengajian banyak anak yang main ke sana. Namun ada beberapa anak yang diam saja, tetap di rumah.
“Kenapa gak main ke korsel, barudak?”
Jawabnya “Artosna tos seep, Bu.” Mereka bilang uangnya sudah habis.
Habis?
Lalu saat ada kesempatan, saya ngobrol dengan mereka. Dapatlah informasi kalau ternyata ada beberapa anak yang belum bisa memanajemen keuangannya. Padahal uang yang sudah habis dan bisa dibilang tidak sedikit itu bekal untuk beberapa hari ke depan mereka.
Gara-gara tergoda segala macam permainan, wahana, dan jajanan kuliner di pasar malam, uang bekal dan uang jajan mereka habis dalam waktu sekejap saja. Kasihan jadinya…
Soal keuangan memang sangat rentan ya, apalagi dipegang oleh anak kecil. Pun karena latar belakang orang tua juga tidak semuanya mampu, maka kesulitan memiliki uang bagi anak-anak juga jadi permasalahan yang cukup pelik.
Saya jadi ingat waktu bekerja di Singapura. Di sekolah minggu yang diikuti anak yang saya asuh, mulai dari yang sederhana anak-anak sudah diajarkan bagaimana mengelola keuangan.
Menabung, menyisihkan uang jajan untuk keperluan dan sedekah, sampai membagi uang yang dimiliki untuk berbagai kebutuhan sesuai dengan pos-pos berdasarkan jangka waktu, kepentingan dan tingkat kebutuhannya.
Walaupun sederhana di sekolah minggu itu anak-anak sudah diajarkan tentang accounting sejak mereka usia balita. Jadi kepikiran bisakah kurikulum manajemen keuangan di sekolah minggu tersebut bisa saya adopsi untuk diterapkan di pondok mengaji yang saya kelola bersama suami?
Gayung bersambut, mengenai pendidikan manajemen keuangan sejak kecil ini juga ternyata digagas oleh seorang aktivis penerima penghargaan SATU Indonesia Award 2010, Sri Irdayati.
Dimana gagasan yang dimilikinya adalah membekali anak-anak seusia SD dengan ilmu kewirausahaan. Karena Sri Irdayati meyakini kalau skill kewirausahaan harus diperkenalkan dan diasah sejak dini, agar anak Indonesia tidak hanya mempunyai kemampuan akademis tapi juga kemampuan manajemen finansial.
Jika saya terinspirasi oleh ajaran di sekolah minggu anak majikan, maka Sri Irdayati mendapatkan ide mengenai kewirausahaan dan manajemen keuangan sejak kecil ini terinspirasi dari film kartun Richie Rich.
Kartun Richi Rich menceritakan mengenai anak yang kaya raya putra miliuner Amerika Serikat. Film komedi petualangan anak-anak Amerika tahun 1994 yang disutradarai oleh Donald Petrie ini tayang pada masanya setiap Sabtu pagi.
Animasi Richie Rich yang diproduksi oleh Hanna-Barbera Productions disiarkan di ABC dari 8 November 1980 hingga 1 September 1984, berdasarkan karakter Harvey Comics dengan nama tokoh Richie Rich.
Karena film bocah keturunan sultan itulah, Sri Irdayati memantapkan diri untuk merintis mengajarkan dunia usaha dan manajemen keuangan kepada anak meski masih duduk di sekolah dasar.
Sri Irdayati yang akrab dipanggil Irda lulusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, mengaku tidak perlu persiapan yang ribet untuk memulai pelatihan kepada anak-anak di rumahnya.
Cukup membuka kelas bisnis sederhana yang bertempat di Kelurahan Kelapa Gading Barat, Kelapa Gading, Jakarta Utara yang lokasinya ini tiada lain adalah rumah kontrakan yang disewa suaminya, Dedi Purwanto. Di rumah itu sang suami juga mengajar kursus Bahasa Inggris.
Kelas bisnis untuk anak-anak didikan Irda ini diberikan secara gratis. Irda kelahiran Pemangkat, Kalimantan Barat, pada 6 Juli 1985 pada awalnya mengajar tujuh orang anak berusia 6-12 tahun untuk berlatih menyiapkan sebuah usaha manik-manik berikut membuat neraca keuangan.
Disambut penuh antusias, sambil menghitung, tangan anak-anak itu penuh semangat merangkai manik-manik menjadi gelang dan kalung yang nanti akan dijualnya.
Di kelas bisnisnya ini Irda mengusulkan strategi baru sekaligus meminta anak-anak berbelanja semua bahan-bahan pembuatan aksesoris sendiri secara langsung.
Berbekal modal untuk berbelanja, anak dituntut menghitung dan mengkalkulasikan nya sehingga bisa menerapkan ilmu berhitung sederhana yang dipelajari di sekolah.
Mulai dari modal usaha, pemasukan, pengeluaran, hingga saldo akhir. Termasuk cara menghitung laba usaha. Mulai dari penghitungan modal, beban usaha, margin profit, hingga pencatatan laba dan rugi usaha.
Yang uniknya lagi, antara Irda dan sesama anak didiknya itu masing-masing saling memanggil dengan sebutan “Bos”, kependekan dari Bakal Orang Sukses.
Bagi Irda, mendidik anak sejak dini dengan pelatihan bisnis adalah mengajarkan mereka tentang dunia usaha sekaligus manajemen. Sehingga anak usia dini ini akan memiliki mental kuat untuk berwirausaha sejak kecil hingga terbiasa sampai dewasa.
Harapan Irda, jika anak sudah paham akan ilmu bisnis dan manajemen saat belia, maka kelak bisa mencetak miliarder baru yang akan membantu perekonomian diri sendiri, keluarga, masyarakat sekitar hingga negara. Minimal, mereka bisa menjadi bos bagi bisnisnya sendiri.
Menurut Irda, ide merintis sekolah bisnis ini tidak muncul tiba-tiba. Sejak belajar di kampus Universitas Diponegoro, Semarang, idenya bisa membekali anak-anak dengan kewirausahaan sudah muncul.
Irda yakin skill kewirausahaan harus diperkenalkan dan diasah sejak dini, agar anak Indonesia tidak hanya mempunyai kemampuan akademis tapi juga kemampuan bertahan hidup dengan hasil usahanya sendiri.
Hingga Irda menciptakan sekolah bisnis walau konsepnya masih sederhana. Dan kegigihan Irda ini diapresiasi oleh Astra International Tbk, yang setiap tahunnya menggelar SATU Indonesia Award.
Dengan penghargaan ini Sri Irdayati membuktikan kalau usia muda tak menghalangi siapa pun untuk mempersembahkan karya berkelanjutan bagi Indonesia dalam menyongsong Indonesia emas 2045.
Diharapkan, anak-anak ini bisa memberikan dampak positif yang lebih besar dan berkontribusi yang berkelanjutan pada usaha-usaha pembangunan di daerahnya. Minimal bisa berbisnis walau kecil-kecilan dan memanage keuangannya sehingga tidak besar pasak daripada tiang.
Kebayang betapa seru nya botram. Turut bersedih juga sama situasi anak-anak dan memang betul ya, penting mengajarkan manajemen keuangan buat anak, bahkan sejak dini. Sehingga anak bisa lebih bijak saat memutuskan akan digunakan buat apa uangnya.
Sri Irdayati, takjub aku sama upaya dan usahanya untuk mengajari anak-anak berwirausaga sejak dini. Bener ya, skill kewirausahaan itu emang penting banget, apalagi di era sekarang. Cari kerja susah, maka akan lebih baik jika banyak generasi muda yang bisa berwirausaha sendiri. Mana tau malah bisa buka lapangan pekerjaan.
Keren sekali Sri Irdayati. Aku pun sangat terinspirasi, jadi mau coba ajarin keponakan ku yang masih balita buat belajar kelola keuangan dan berwirausaha . Supaya kedepannya ia jadi anak yang tangguh.
Bekerja itu tak melulu harus ngantor ataupun ikut orang. Irda meletakkan prinsip ini dengan sangat tepat. Anak2 sejak dini diajari untuk berbisnis dan mengelola keuangannya. Semoga di masa depan akan muncul banyak enterpreneur muda yang sukses berkat ide2 cemerlang bisnisnya dan keahlian manajemen keuangannya.
Kalo biasanya yang diajar akan ke anak² adalah tentang ilmu eksak, dan bahasa, ternyata Ibu Sri ini anti-mainstream, mengajarkan soal bisnis, keren ya. Bisa jadi modal ilmu buat anak²
Kebanyakan anak kecil belum banyak diajari tentang bagaimana mengatur keuangan, apalagi soal bisnis sama orang tuanya. Merasa belum cukup umur dan belum merasa perlu untuk mengerti bikin anak jadi menghabiskan semua uang jajannya tanpa memikirkan harus menabung untuk jangka panjang.
Salut untuk kegigihan Sri Irdayati dan suami menyisihkan waktu mengajar anak-anak berbisnis sejak dini dan juga mengatur keuangan mereka, kemampuan yang penting sekali dimiliki oleh kita semua
Sri idayati keren banget inovasinya. Semoga beliau sehat2 selalu agar usahanya makin maju dan menginspirasi.
Mengelola keuangan sejak dini ini penting diajarkan. Agar ke depan anak-anak mampu bertahan hidup, mandiri dan sukses. Salut pada Irda dengan ide sekolah bisnisnya. Semoga bisa makin luas mengajarkan anak-anak di sekitar dan idenya bisa diikuti oleh banyak orang agar muncul miliuner belia di penjuru Indonesia
Keren banget ngajar kelas wirausaha sama anak-anak. Jadi inget beberapa teman yang ortunya jualan, akhirnya ikut naruh jualan juga di sekolah. Aku dulu pernah, tapi ya karena ilmunya kurang dan pengaruh hal-hal lain, jadinya berhenti. Agak kurang bakat mungkin, hahaha. Tapi setuju sih kalau penting banget ngajarin anak soal ngelola keuangan
Nggak heran dapat penghargaan SATU Indonesia Award yaa memang sangat menginspirasi. Keren banget Sri Irdayati mengajarkan managemen keuangan sedari dini dengan berwirausaha. Kalau gini mendidik anak punya daya juang yang tinggi, nggak cepat ngeluh apalagi putus asa. Salut banget!
Bener nih. Kewirausahaan dan melek finansial memang mesti diperkenalkan sejak dini. Jadinya bisa diharapkan ketik mereka besar nanti akan mandiri dalam cakap finansial.
Senang banget denger ada inisiatif seperti ini di pondok mengaji Al Hidayah. Bener juga, penting banget ngajarin anak-anak soal manajemen keuangan sejak dini. Bisa jadi pelajaran berharga untuk mereka, biar nggak gampang tergoda saat main ke pasar malam. Apalagi dengan ada kelas bisnis kayak yang dilakuin kak Sri, bisa bikin anak-anak jadi pinter ngatur uang dan berwirausaha! Semoga lebih banyak pondok atau sekolah yang terinspirasi buat menerapkan pendidikan finansial kayak gini. Biar mereka nggak cuma paham ilmu agama, tapi juga siap bersaing di dunia nyata. Keep it up!
Di kita memang sepertinya memag masih asing tentang pendidikan literasi finansial untuk anak-anak di tingkat sekolah dasar, padahal ternyata penting sekali ya mengenalkan mereka manajemen keuangan ini. Makanya menarik sekali apa yang dilakukan oleh Kak Sri Irdayati ini.
Semoga memberikan dampak yang baik terhadap anak-anak dan kelak mereka dewasa sudah dapat beradaptasi dengan dunia keuangan yang sehat manajemennya
Wah yang dilakukan Bu Sri bagus banget nih, keuangan buat SD. Benar-benarbisa menajdi cara membangun literasi keuangan dari usia dasar.
Dari awal, langkah sosok seorang Sri Irdayati, penerima penghargaan SATU Indonesia Award 2010 ini luar biasaa menginspirasi. Karena gak mudah membuka tempat les gratis untuk anak-anak. Kalau itung-itungan bisnisnya, mungkin ini adalah bagian dari CSR yaa.. atau amal.
Semoga banyak lagi sosok-sosok inspiratif yang gak pernah berenti bergerak untuk kesuksesan bangsa Indonesia.
Program yang luar biasa! Ide untuk mengajarkan manajemen keuangan sejak dini adalah langkah yang sangat tepat. Semoga program ini terus berkembang dan melahirkan lebih banyak lagi pengusaha muda Indonesia.
keren nih mbak Sri Irdayati, membuat kelas wirausaha untuk anak itu butuh effort yang ga main-main lo. apalagi biasanya kelas wirausaha itu identik untuk anak-anak di sekolah mahal. masya allah, semoga ini jadi amal jariyah
Semoga jadi amal jariyah ya
Soalnya apa yang diajarkan dan diamalkan sungguh pahala mengalir
Semangat selalu menginspirasi
Keren banget idenya, ini yang dibutuhkan karena dengan mengenalkan wirausaha anak jadi lebih kreatif, sayang nya jauh ya, di Surabaya sini ada ga ya?