Pelajaran dari Kehilangan: Jangan Sia-siakan Kesempatan!
Gara-gara listrik mati, harus merelakan kesempatan satu job melayang, setor tulisan pun lewat batas waktu DL. Belum lagi pekerjaan rumah tangga banyak yang tidak terselesaikan. Godaan Ramadhan, mungkin. Harus banyak bersabar dan introspeksi diri.
Waktu setor tulisan hanya 2 hari. Saya tahu itu. Karenanya segera mengerjakan draft disambil mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan anak. Sedikitpun tidak kepikiran bakalan terbengkalai karena cuaca cukup bagus. Saya pikir listrik tidak akan padam dan memang tidak ada pikiran ke sana karena kalau padam pun hanya beberapa saat lalu nyala lagi.
Tapi beda dengan hari kemarin, sejak sore listrik mati. Saat nyala segera mengerjakan pekerjaan rumah seperti masak nasi dan sebagainya. Beres itu listrik mati lagi. Ya nganggur lagi sambil mengerjakan hal lain yang bisa dilakukan tanpa harus ada listrik dan internet.
Tidak kepikir tentang tulisan yang harus disetorkan. Apalagi laptop yang sudah udzur dan penyakitan. Dia mau nyala kalau colokan tersambung ke aliran listrik saja. Lepas kabel ya mati. Laptop itu mah begitu baterainya…
Malam jelang batas waktu pengiriman saya masih juga tidak bisa mengirim tulisan. Ya sudah pasrah saja. Bukan rezeki saya. Ini diambil damainya. Karena pada kenyataannya hati saya keukeuh tidak semurah itu menerima dan melepasnya. Rezeki depan mata atuh masa mo dibiarkan gitu aja?
Biar lupa, udah lanjut tidur saja. Biasanya jam 3 pagi saya bangun untuk persiapan sahur. Gak usah pakai alarm da suka terbiasa bangun aja gitu. Alhamdulillah ya…
Eh tadi mah tapi boro-boro bangun, yang ada malah mimpi yang entah apa, lupa lagi. Membuka mata masih gelap karena listrik mati. Jadi berasa didorong buat tidur lagi. Dan benar… bangun lagi buka mata alhamdulillah kamar sudah terang. Listrik sudah menyala.
Ya ampun! Saya loncat dari ranjang. Melihat jam menunjukkan hampir jam 4.
Alamak! Sahur mana sahur??!
Tergopoh-gopoh saya menuju dapur. Rampang-reumpeung bingung mau ngapain dulu. Akhirnya buat ceplok endog aja yang mudah dan ngangetin sayur yang masih ada di panci.
Saya dan suami langsung makan sahur sebisanya menikmati sisa waktu. Bersyukur masih keburu.
Lucu dan seru jika mengingat sebagian kecil drama keluarga kami jika listrik mati. Tapi seperti kata teman-teman di media sosial, kalau ingat tarif dasar listrik yang terus merangkak naik jadi nyesek sendiri. Tapi ya mau bagaimana lagi. Toh bukan saya saja, tapi semua warga negara ini merasakan nasib yang sama kecuali orang kaya nya kali ya…
Kita ambil hikmahnya saja. Saya juga coba cari ibrah dari kejadian yang menimpa saya. Kehilangan kesempatan tawaran job nulis karena tidak ada listrik tidak ada internet. Itu belum seberapa jika dibanding kebahagiaan saya yang mungkin tidak terlihat dan tidak disadari. Bahagia yang mana?
Bahagia itu ketika terbangun saat listrik menyala dan masih ada sisa waktu sekitar 30 menit menuju waktu sahur. Saya masih berkesempatan bergegas mengerjakan semua sebelum waktu nya tiba.
Dan bukankah dalam itu saya jadi kepikiran, andai kita diberi tahu kapan waktu kita tiba (tentang kiamat sugro maupun kiamat kubro) maka niscaya kita akan mempersiapkan semuanya dengan maksimal.
Sayangnya kita masih saja lalai dan selalu menunda-nunda berasa masih memiliki waktu masih lama… Tentang tulisan saya yang hangus ini hanya umpamaan kecil. Peristiwa terbesar adalah jika Tuhan sama sekali tidak memberikan saya kesempatan lagi.
Pelajaran yang bisa saya ambil dari semua itu: Jadi jangan menunda apa yang bisa kita kerjakan sekarang karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi meski sedetik kemudian…
Dibalik kehilangan pasti ada hikmahnya mbak…bener, kita harus lebih hati-hati lagi…
Setuju bgt mak, jangan menunda.
Lakukan segera, kalau nggak kebeban kayak utang.
Nggak tahu bakalan sampai nggak di detik barang. Semangat teteh
Maknanya dalam banget mba..mudah mudahan rejeki yang hilang segera di ganti Allah SWT..Amiiin
wah ini cerita sebelumnya ya. Sekarang ada banyak job buat Teteh. Alhamdulillah