THR: Tunjangan Kesenjangan untuk Honorer dan Warning My Self
Puasa belum sampai seminggu THR sudah cair sekaligus gaji bulanannya. Gak bahagia bagaimana coba? Ibu berdaster eh ibu rumah tangga saja begitu ontime nya dapat bayaran, sementara pegawai aparatur negara saja, di kampung tempat saya tinggal harus menunggu kejelasan dan terlebih dahulu harus melalui berbagai tahapan proses. Maklum tempat kami tinggal jauh ke kota.
THR atau tunjangan hari raya memang jadi idola semua pekerja menjelang akhir bulan puasa. Tambahan pemasukan ini dinanti-nanti sebab bisa membantu memenuhi pemenuhan kebutuhan lebaran yang dipastikan melonjak.
Namun tidak semua THR bisa diterima mulus oleh setiap pekerja. Masih banyak teman-teman yang kesusahan memperjuangkan demi bisa mendapatkan THR. Ada yang mendapat THR tidak sesuai dengan nominal yang seharusnya diterima dan bahkan ada yang sama sekali tidak mendapat THR padahal ia berstatus pekerja. Begitulah gambaran nasib sebagian pekerja di pelosok Cianjur.
Beruntung dan syukur tidak terhingga saat saya bisa mengalokasikan dana THR untuk berbagi kepada saudara, kebutuhan orang tua, dan kebutuhan lebaran lainnya. Sementara banyak teman saya yang masih berstatus pegawai honorer justru harus mengelus dada. Kisah klasik sejak jaman suami masih berstatus honorer hingga saat ini.
Semboyan Pegawai Negeri Sipil (PNS) makin sejahtera, sementara nasib honorer kian sengsara terbukti dengan nyata. Padahal kondisi pekerja honorer justru banyak yang tak kuat dalam beban ekonomi.
Yang saya saksikan honorer justru memiliki beban pekerjaan tidak jauh berbeda dengan PNS, bahkan lebih ketika ada PNS yang arogan justru berani nyuruh-nyuruh kepada honorer sementara sang PNS ongkang-ongkang kaki.
Saat jelang lebaran PNS berbahagia, karena menerima gaji juga menerima THR dan gaji ke-13. Berita ini tentu saja membuat para honorer kian sakit dan perih. Meski bekerja dan totalitas tapi nyata ada perbedaan terkait kesejahteraan yang bagai bumi dan langit. Honorer mengabdi dengan honor hanya ratusan ribu per bulan. Bahkan suami saya pernah mengalami hanya diupah Rp. 150.000 per bulan!
Permenaker No. 20/2016 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 menyatakan pengusaha yang terlambat membayarkan THR akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayarkan kepada pekerja/buruhnya untuk peningkatan kesejahteraan pekerja.
Menteri Ketenagakerjaan juga membuka posko pengaduan THR Lebaran yang berada di kantor Kemnaker Jakarta. Tapi kalau honorer menerima THR dari pihak sekolah hanya 200-400 ribu saja siapa yang harus dilaporkan? Sekolah bukankah perusahaan.
Lagi-lagi mengucap syukur tidak terkira disaat saya yang bukan PNS tidak juga harus mengalami pahitnya jadi tenaga honorer tapi bisa merasakan bahagia mendapat THR tepat waktu dengan nominal yang lebih dari cukup.
Buat saya sendiri THR bukan cuma uang lebih, tapi juga perumpamaan lain dari “peringatan” lebih. Peringatan supaya saya lebih giat dan totalitas bekerja, peringatan supaya saya lebih bisa mengasihi dan berbagi kepada sesama –khususnya bagi yang membutuhkan– dan peringatan atau warning, jika saat ini saya siap menerima THR, maka suatu saat nanti, saya harus lebih siap manakala tidak lagi bisa mendapatkan THR.
Asyiknya..bisa dapat THR lebih awal..
jadi bisa belanja2 lebih awal
Iya THR memang yang selalu ditunggu dan dinantikan setiap pegawai
Insya Allah ada jalan rezeki teh okti di tempat lain seperti nge blog dan menulis. Semangatt..Sebenarnya bingung juga ya, pemerintah tidak menganggarkan untuk honorer, kalau kepseknya berani mungkin bisa digaji dari komite, tapai ya itu harus berhadapan dengan hukum konsekuensinya.
Nah suka kalimat terakhirnya, THR sebagai peringatan buat diri sendiri ya teh. Harus siap2 juga kalo taun depan ga dapat THR.
ALhamdulillah ya Teh, masih bisa berbagi dengan org lain pakai THR.
Emang kudu ada pos2nya sih ya, supaya enggak melulu abis buat belanja, melainkan buat ditabung, baik tabungan dunia maupun akherat kelak.
TFS