Ulang Tahun: Jangan Jadikan Pemicu Kesenjangan Sosial

Saat membawa Fahmi menghadiri ulang tahunnya Rima, tetangga rumah di Pagelaran, pikiranku langsung melesat ke masa kecilku saat tinggal di Bandung.

Ada kisah yang menyedihkan sekaligus menyakitkan di sana. Aku dan adikku alami. Masalahnya masih berkaitan dengan acara ulang tahun.

Kami punya tetangga namanya Pak Lukman. Mereka mempunyai anak 4. Tiga perempuan dan satu laki-laki. Dua anak terbesar mereka sudah menikah dan mempunyai anak. Usianya hampir sebaya denganku juga adikku. Hanya berselisih beberapa tahun mungkin.

Setiap keluarga Pak Lukman merayakan ulang tahun cucunya, diantara anak-anak satu kampung, selalu hanya aku dan adikku yang tidak mereka undang. Sementara Nia, Angga, Desti, Hany, Hendi, Wawang, Meike, Asep, Lutfi, Mimi, Aden, dan masih banyak teman sebaya kami satu kampung yang sekarang aku lupa lagi namanya semuanya mereka undang!

Padahal, rumah yang kami tempati bersebelahan. Bedanya rumah keluarga Pak Lukman sudah permanen dan megah, sementara rumah yang aku tempati hanya rumah kontrakan, itu pun berdinding bilik bambu dan berlantai tanah.

Saat itu setiap ulang tahun dirayakan anak-anak lain juga banyak yang bertanya kenapa aku dan Agus tidak diundang? Kenapa selalu tiap ulang tahun aku dan Agus yang tidak mereka undang?

Pertanyaan yang tidak bisa pasti terjawab. Hanya jawabanku sendiri saja yang menjadi jawaban buat mereka yang bertanya. Keluarga Pak Lukman tidak mengundang aku dan Agus adikku mungkin karena kami anak orang miskin, yang tak pantas mereka undang. Toh jika diundang pun kami tak bisa memberikan apa-apa kepada cucunya yang ulang tahun. Tentu mereka akan rugi jika memberi aku dan adikku makanan atau bingkisan seperti yang dibawa dan dimakan teman-temanku lainnya yang mereka undang.

Meski aku baru berusia antara kelas 3 sampai kelas 6 SD, tapi aku sudah bisa merasakan betapa sedih dan tidak berartinya saat dibeda-bedakan seperti itu. Apa salah kami? Apa kemiskinan itu pilihan yang kami inginkan?

Hingga kami pindah (Agus dan Ibu ke Cianjur; sementara aku diantar Ayah ke Tasikmalaya) belum pernah kami menghadiri ulang tahun cucu-cucu Pak Lukman, karena kami memang tidak pernah diundang.

Kejadian masa kecilku itu seakan terungkap kembali saat kini aku punya anak dan menghadiri perayaan ulang tahun anak tetangga yang mengundang Fahmi.

Aku dan suami bukan orang berada. Fahmi dibesarkan dalam keadaan kesederhanaan atau mungkin bisa dibilang serba kekurangan. Tapi dalam hatiku berjanji, jika kami memiliki kelebihan, sekecil apapun itu, akan kami bagi dengan teman-teman Fahmi, tak terkecuali siapapun (anak siapa, bagaimana tingkatan perekonomiannya).

Aku tak ingin ada anak kecil lain yang merasakan kecewa sebagaimana kekecewaanku dan adikku dulu saat di Bandung…

Saat Fahmi Mempersiapkan Kado untuk Rima

Tak tahu bagaimana menjabarkan perasaanku sebagai ibunya, saat sore tadi kami menerima undangan ulang tahun untuk Fahmi, dari Rima (3) anak tetangga yang tempatnya terhalang enam rumah dari rumah kami.

“Fahmi sudah besar ya, Nak?” Ucapku dalam hati sambil memandangnya yang sedang asyik bermain dengan kartu undangan. Tampak Fahmi bahagia dengan kertas itu di tangannya. Anakku rupanya sudah “diakui” keberadaannya oleh orang sekitar.

Undangan untuk hari jumat tanggal 14 Maret itu akan menjadi undangan pertama yang diterima Fahmi. Rasanya baru kemarin kami meniupkan lilin ulang tahun pertama untuknya, dan kini Fahmi akan aku bawa untuk pertama kalinya pula menghadiri acara ulang tahun temannya. Subhanalloh…

Perasaan ini benar-benar tidak bisa dilukiskan…
Hanya aku menyadari bahwa salah satu proses dalam hidup dan kehidupan dimana manusia mau tidak mau akan dan harus menjalaninya ini kini tengah aku alami.

Sore tadi juga aku diantar suami bersama Fahmi mencari mainan untuk dijadikan kado yang akan diberikan Jumat sore besok. Fahmi malah senang memeluk boneka barby yang aku pilih untuk dibungkus sebagai kado.

Aih! Masa anak laki-laki suka juga barby, Mi? 🙂

Saat di rumah Ayah Fahmi membungkuskan kadonya pun, Fahmi terlihat enerjik bukan main. Gembira sekali. Dikira mainan itu untuk dirinya kali ya? Ah, lucunya…

Kini dalam benakku sebagai ibunya, untuk pertama kalinya pula harus memikirkan, besok Fahmi memakai baju yang mana? Sendalnya atau sepatunya yang mana? Sekaligus kepikiran pula ada gak baju yang masih cocok buatku untuk membawa fahmi ke acara ulang tahun temannya?

Pikiran seorang ibu muda apa memang demikiankah adanya?

Menghadiri Dialog Publik: Saat Menatap Okky Asokawaty Membeberkan Kinerjanya di Komisi IX DPR MPR RI

Beruntung Mba Lia dari bagian media Migrant Institute mengabarkan infonya jauh sebelum acara. Undangan aku terima hari jumat sore, jadi masih bisa mempersiapkan untuk hadir di acaranya yang bertempat di Caffe Galery, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Maret 2014. Waktu di undangan tertera jam 9 pagi sampai jam satu siang. Wah, harus … Read more

Pahlawan Devisa dan Narkoba

Mari kita ungkap fakta yang selama ini tersembunyi berkaitan dengan pahlawan devisa atau sebutan lain untuk Buruh Migran Indonesia (BMI) dan atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ternyata ada affair dengan narkoba. TKI otomatis tinggal di luar negeri yang kondisi alam, kultur serta gaya hidupnya jauh berbanding terbalik dengan di Indonesia, khususnya di kampung halaman … Read more

Elpiji Melon Oplosan

Tabung gas 3Kg berwarna hijau muda yang biasa diistilahkan dengan tabung melon memang marak menjadi komoditi bahan oplosan. Sekian kali aku membeli gas melon itu sekian kali pula aku mendapati isi gas tidak penuh sebagaimana mestinya. Karena berbagai kesibukan dan kondisi sarana, maka baru hari ini aku berkesempatan mengangkatnya ke dalam blog. Semestinya tabung gas … Read more

Ulang Tahun 1 Fahmi: Menikmati Kematangan Hidup Seorang Ibu

Muhammad Fahmi Nurul Hilmi Kurniawan

Jelang detik-detik menuju hari ulang tahun Fahmi yang pertama, suasana rumah seperti biasa panas-panas tahi ayam. Kasihan Fahmi, andai dia sudah besar pasti bisa mencium baunya.

Tak terasa anakku, Muhammad Fahmi Nurul Hilmi Kurniawan menginjak usia 1 tahun tanggal 3 Maret 2014 ini. Maafkan ibu, Nak… membesarkanmu hanya bisa sebatas dengan penuh kasih. Itu pun harus berbagi antara aku sebagai ibumu dan ibuku, yang tiada lain nenekmu.

Ibu minta maaf ya, Nak. Maafkan ibu yang tak bisa menjadi ibu terbaik buatmu. Yang tabah ya sayang, saat aku harus meninggalkannya demi bisa mencukupi kebutuhan hidup, sesungguhnya saat itu adalah saat terberat yang aku rasakan.

Saat ASI harus terganti. Saat malam-malam dekapan ibumu hanya bisa terulur melalui belaian kasih sayang sang nenek. Saat air mata ini menitik saat itu aku merasa betapa karunia Allah teramat besar melimpahkan kasih sayangNya kepada orang-orang yang aku cinta.

Alhamdulillah, semoga semakin besar, semakin pandai kamu membawa diri ya, Nak…
Jadilah anak yang bisa selalu bersyukur dengan segala kondisi yang kita hadapi.

I love U, Fahmi 🙂

#MFNHK #1StPrgncy #Ultah1 #DoaBunda

Verified by ExactMetrics