#ChildhoodChallenge : Transformasi Tidak Terlupa dari Anak Sampai Jadi Orang Tua

#ChildhoodChallenge : Transformasi Tidak Terlupa dari Anak Sampai Jadi Orang Tua

Disodorin tema #CHILDHOODChallenge duh, mikir dulu deh. Jaman kecil saya dulu dimana dan gimana ya? Dan yang bikin sedikit puyeng (ntar dikira hoax) karena foto jaman dulu mah (kalau pun ada) versi cetak semua. Sementara kalau pun masih ada, addduh, sudah luntur itu gambarnya.

Jaman baheula tahun 90-an mah kan belum ada foto digital kek jaman sekarang. Ada sebagian foto tapi disimpan di rumah mama. Saya saat ini tinggal ikut suami gak kepikiran buat bawa yang gituan. Jadi untuk challenge ini saya skip kalau soal foto masa kecil.

Tapi kalau disuruh cerita, wah siap banget. Menggali kisah lama dan mengenang masa-masa kecil sekaligus suka dukanya itu siapa tahu bisa bikin saya semakin mensyukuri atas apa yang telah saya terima selama ini.

Lahir di Bandung, tepatnya di Jalan Gumuruh, Gatot Subroto masa kecil saya hingga tamat Sekolah Dasar saya habiskan di sana. Daerah Maleer, Kebon Gedang tempat SDN Kridhawinaya berada, selalu saya kunjungi jika saya kebetulan main ke Bandung. Pasar Kiaracondong tempat saya nongkrong bikin mata ini panas berkaca-kaca kalau ingat dari sana modal awal saya suka baca dan menulis hingga saya tekuni sampai saat ini.

Teman-teman SD di Bandung, ayo tebak saya yang mana?

Di tukang loak majalah buku bekas Kiaracondong itu saya hampir setiap hari numpang baca di sana. Sambil menunggu bapak belanja, saya memilih “dititipkan” bapak di Si Amang penjual majalah dan buku bekas ini.

Banyak kisah suka duka masa anak anak-saya berserakan di sana. Lokasi yang sekarang dibangun Trans Studio itu, dulu masih pekuburan, tegal dan rawa-rawa. Sepulang sekolah sering ngala papatong di sana sampai berenget. Setiap hari Minggu gaya-gayaan lari ke Lodaya, lalu main ke Yogya Sunda, hanya itu sejenis mall yang ada di akhir tahun 80-an. Banyak kenangan, semuanya ada lah ya kecuali mantan. Hahaha, maklum jaman SD kami waktu itu belum mengenal yang kaya gituan.

Lulus sekolah dengan prestasi NEM tertinggi se Bandung Raya (jaman itu masih pakai Ebtanas) bikin saya senang luar biasa. Dapat hadiah tapi lupa apa hahaha… yang saya ingat ada uangnya. Dan uang itu yang jadi bekal saya melanjutkan sekolah ke SMP di Tasikmalaya.

Kenapa harus ke Tasik? Karena saat lulus SD saya sakit amandel. Berobat herbal di Tasikmalaya tidak sebentar, jadilah daftar lanjut sekolah di sana. Maklum jaman breto bukannya operasi, selain biaya mahal, juga keluarga memilih pengobatan tradisional karena memang sudah banyak pengalaman positif dari keluarga besar.

Yang tidak akan terlupa selama SMP ini, adalah kenangan istilah “wajah tengki”. Iya, perjalanan ke sekolah naik mobil tangki pertamina yang merah itu. Dulu dalam setiap minggu pasti ada beberapa kali saya dan teman-teman naik truk tangki Pertamina.

Saat itu jarak dari Kampung Naga, Rancak tempat saya dan teman-teman nyegat kendaraan ke Warung Peuteuy, lokasi sekolah berada berjarak sekitar 10 km. Angkutan yang ada hanya elf dan atau colt L300. Ongkos anak sekolah Rp.100 rupiah. Sementara umum Rp.300-500. Pagi-pagi jarang ada angkutan yang bawa anak sekolah karena banyak penumpang umum yang mau ke Pasar Singaparna. Jelas anak sekolah disisihkan, penumpang umum yang ongkosnya lebih besar diprioritaskan.

Kesiangan pun jadi kebiasaan kami setiap hari. Ya abis mau gimana kalau ga ada kendaraannya? Entah siapa yang mulai, pokoknya biar tidak kesiangan sampai sekolah, kendaraan apapun kami cegat. Termasuk truk tangki Pertamina ini. Beruntung banyak sopir tangki yang baik hati. Mereka mau membawa anak sekolah meski di mobil nya jelas tertulis warna merah “Dilarang Menumpang”.

Haha, karena itu kami urang Neglasari ini sering disebut (kalau sekarang dibuly kali ya) si wajah tengki. Terbayang kan di depan sekolah parkir truk Pertamina dan burusut turun 4-8 orang anak seragam putih biru dari dalamnya. Pak sopir melambai senang ketika saya dan teman-teman bilang nuhuun Pak…

Masa sekolah lanjutan saya habiskan di Sukanagara Cianjur bagian selatan. Yang tidak akan terlupa dari masa ini adalah teman-teman yang solid dan beraneka ragam. Apalagi pas ketemuan setelah hampir mau 20 tahun dari tahun kelulusan, wah mereka sudah punya posisi dan jabatan yang luar biasa. Ada ketua partai, dosen, penulis buku sekolah, guru, perawat, tukang terapi, staff kecamatan, pegawai desa, tukang asong, bahkan tidak sedikit yang sudah punya gelar almarhum/almarhumah. Hanya saya yang punya gelar blogger. Hihihi…

Lepas sekolah masa-masa panasnya reformasi dan penjarahan di kota besar, saya memilih langsung jadi kuli. Meski ini bukan fase masa anak-anak, tapi ada moment yang tidak bisa saya lupa juga. Yaitu dimana selama bertahun-tahun saya jadi korban trafficking alias tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ini yang membuat saya memiliki beberapa paspor dan semua biodata berubah-ubah. Jadi selama di Singapura, Hong Kong dan Taiwan nama saya dan data lain itu beda-beda. Ngeri-ngeri gimana gitu kalau dipikir lagi sekarang. Tapi kalau jaman itu kan memang sudah jadi rahasia umum. Biodata saya sebagian ada yang bisa saya betulkan, sebagian ada yang saya biarkan karena terlanjur. Ribet di Indonesia mah ning

Sepulangnya dari merantau awal tahun 2011, lima bulan kemudian saya menikah dan Maret 2013 lahir putra kami, Fahmi . Kehidupan saya sampai saat ini dilalui di Pagelaran, sebuah kecamatan di Kabupaten Cianjur bagian selatan.

Sekalian mau infokan REUNI AKBAR SD nih, siapa tahu ada pembaca yang ternyata alumni juga…

18 thoughts on “#ChildhoodChallenge : Transformasi Tidak Terlupa dari Anak Sampai Jadi Orang Tua”

    • Harusnya iya. Apalagi saya berasal dari keluarga kurang mampu. Di RT 01/06 keluarga saya yang satu2nya rumah bambu. Tahun 1987 tetangga sudah gedong semua. Cuma karena sakit jadi mundur.

      Reply
  1. tulisan yang bagus teh, saya juga mau ikutan aah nulis masa kecil, kebetulan kemarin minggu sempet jalan-jalan ke tempat saya di lahirkan, jadi sempet foto sekolah SD dulu, jadi gimana gitu. banyak kenangan dan kenakalan di tempat itu.. hehehe

    Reply
  2. Teteh udah mau reuni akbar aja sekolahnya. Daku belum kedengaran kapan reuninya, hahha…
    Bye berarti Fahmi seusia ponakanku nih, sama-sama lahir tahun 2013. Cuma lebih tua Fahmi karena beda bulan

    Reply
  3. Wahahaha, seru pisan. Eta aya wajah tengki. Duh, kebayang. Btw, keren pisan ih Teh Okti jadi yang tertinggi NEM-nya. Zaman aku malah pada aranjlok Nem SD teh. Ihiks… cerita zaman SD suka bikin sedih. Padahal dulu saat ngarandapannya mah asa asyik2 aja da :))

    Reply
  4. Andai ada mesin waktu, rasanya pengen ke masa lalu juga ya teh. Jadi inget juga jaman jajan Rp100-Rp500 perak. Sekarang mah udah gaj ada jajanan Rp100. Wkwk btw, teh Okti itu yg mana ya yg di foto? Aku bingung nemuinnya wkwk

    Reply
  5. I used to be recommended this blog by my cousin. I’m now
    not certain whether this publish is written via him as nobody else recognise such
    particular about my problem. You’re wonderful! Thanks!

    Reply
  6. Assalamu’alaikum..Teh Okti, saya Herny, angkatan 1988 SD KW2, ketua panitia Reuni Albar SD Kg Kw. Teteh bisa datang ke reuni? Hatur nuhun

    Reply
    • Waalaikumsalam.
      Hatur nuhun. Insyaallah abdi dongkap.
      Parantos badanten sareng rerencangan sakelas nuju SD anu lalinggihna di Bandung.
      Nomor abdi 085846006694

      Reply
  7. Wah jadi punya ide nih teh buat tulisan juga tentang masa kecil, masa kecil memang masa masa yang paling indah ya teh apalagi jaman 80an 90 an hehehe.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics