Filosofi Hidup dari Emak

Filosofi Hidup dari Emak

Pagi-pagi sudah ada yang ketuk pintu. Siapakah gerangan?

Ternyata seorang tetangga yang sudah sepuh. Sebut saja Emak. Emak datang dengan maksud ingin menengok suami. Di tangannya ada sekantung buah sawo yang besar-besar dan cukup matang yang segera diberikannya kepada Fahmi, putra saya yang ikut nongol ketika saya membukakan pintu.

Suami memang sudah lebih dari dua minggu tidak bisa kemana-mana khususnya jalan agak jauh. Sekitar dua minggu lalu ia jatuh terpeleset dan kakinya luka. Rupanya selain ada sobek di telapak kaki, bagian mata kaki kirinya juga terkilir. Itu yang menyebabkan bengkak, dan sakit kalau digerakkan.

Karena itulah suami tidak bisa ke sekolah, absen ke mesjid, dan hanya bisa ngesot sekalipun mau ke kamar mandi. Itu sempat membuat para tetangga bertanya-tanya. Tapi mereka berpikir kalau ayah Fahmi tidak ada ke mesjid mungkin sedang ke luar kota saja. Soalnya mereka lihat saya dan Fahmi ada jadi merasa biasa saja.

Rupanya beberapa anak mengaji di rumah cerita kepada orang tua mereka kalau ayah Fahmi sakit kaki. Setelah itu Pak Haji sebagai sesepuh di kampung kami datang menjenguk, diikuti oleh beberapa bapak-bapak dan pemuda.

Saya ingat, tetangga sepuh alias Emak ini juga saat pengajian ibu-ibu Kamis kemarin bertanya tantang kondisi suami. Katanya Emak minta maaf, belum bisa menjenguk, baru tahu kejadian itu setelah mendapat info dari cucunya yang memang mengaji di rumah kami juga.

Sudah saya jelaskan dan bilang kalau sekarang suami sudah lebih baik. Sudah bisa menapakkan kaki dan sedikit-sedikit berjalan. “Terimakasih Mak, tidak usah repot menjenguk toh tidak apa-apa. Emak tidak harus minta maaf…”

Tapi rupanya pagi ini Emak benar-benar datang untuk menjenguk. Wah, kami jadi malu. Padahal Emak ini sudah sepuh. Seharusnya kami yang muda datang bersilaturahmi kepadanya.

Tapi apa kata Emak? Katanya justru karena Emak sudah tua, tidak akan lama lagi di dunia ini. Apa yang akan Emak bawa untuk bekal sementara Emak tidak punya apa-apa?

“Melak cabe ngala cabe, Nyi. Melak bonteng ngala bonteng. Moal paliron melak cabe ngala bonteng.” Kata Emak bijaksana.

Maksud Emak adalah apa yang kita tanam, itulah yang akan kita petik. Kita menanam cabe, pasti hasilnya cabe, tidak mungkin nanam cabe berbuah mentimun.

Meski cuma sebentar, namun kedatangan Emak sangat berarti bagi kami. Emak tetangga kami yang sudah sepuh ini telah memberi pelajaran hidup kepada kami, bahwasanya filosofi hidup di dunia ini apa yang kita tanam itulah yang akan kita petik.

Saat sehat dan mampu, banyak-banyak berbuat baik, silaturahmi dan saling membantu. Kelak ketika kita sakit atau meninggal niscaya orang akan kembali menengok kita, mengenang kebaikan kita, bahkan mungkin ikut mengantarkan jenazah kita ke pekuburan.

Emak tetangga kami yang sudah sepuh itu telah mengajarkan banyak hal khususnya kepada saya dan suami. Saya dan suami yang beberapa hari lagi akan menginjak usia kepala empat mendapat banyak nasihat hidup.

Ketahuilah bahwasanya pada masa-masa usia kami ini saatnya segala ujian hidup mulai bermunculan. Baik berupa orang tua sakit, atau bahkan sampai meninggalkan kita untuk selamanya; atau ujian berasal dari pasangan hidup, seperti pertengkaran, sakit. Bahkan sampai perceraian. Bisa juga ujian berupa masalah dari anak-anak yang rata-rata sudah berusia remaja.

Ada yang bilang jelang usia kepala empat, Allah Sang Maha Pencipta memberikan panggilan bertaubat kepada Nya. Teguran dari Nya selalunya berbentuk ujian karena hanya dengan itu manusia akan bersimpuh mengadu memohon pertolongan Nya.

Orang yang bijak akan segera memperbaiki diri dan amalannya, memperbaiki hubungan dengan ahli keluarga dan pasangannya, berhemat menyimpan segala kebaikan untuk hari tuanya. Semua dikerjakan dengan niat karena keinginan berkumpul lagi bersama orang tercinta kelak di surga Nya. Insyaallah, amin.

Tapi bagi orang yang kurang bijak akan tetap saja terlena dan tertutup mata hatinya. Sedikit pun tak membuka hati terhadap panggilan Allah. Malah banyak yang terbuai dengan kemewahan dunia, berkumpul dengan teman-teman sosialitanya dan kurang memberi perhatian kepada suami/isteri/anak-anak di rumah.

Saya kutip dari status teman di sosial media, jelang usia 40 ini menjadi lebih menarik terlebih Al-Quran di dalam surah Al-Ahqaaf ayat 15 menyebut tentang itu. Allah berfirman,
“Dan kami wajibkan manusia berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya;

ibunya telah mengandungnya dengan menanggung susah payah dan telah melahirkannya dengan menanggung susah payah;

sedang disaat mengandungnya berserta dengan menyusuinya dalam masa tiga puluh bulan;

setelah ia besar sampai ke peringkat dewasa yang telah sempurna kekuatannya dan sampai ke peringkat umur empat puluh tahun, berdoalah ia dengan berkata: “Wahai Tuhan ku, ilhamkanlah daku supaya tetap bersyukur akan nikmat-Mu yang Engkau karuniakan kepadaku dan kepada ibu bapaku, dan supaya aku tetap mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhoi dan jadikanlah sifat-sifat kebaikan meresap masuk ke dalam jiwa zuriat keturunanku. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu dan sesungguhnya aku dari orang-orang Islam (yang tunduk patuh kepada Mu).”

Kedatangan Emak tadi pagi jadi pikiran saya lagi. Ada kan sebagian orang yang diberi usia sampai 50 tahun, 60 tahun, malah 70 tahun, tapi masih memikirkan karirnya, mobil mewahnya, perusahaan yang hendak diwariskan kepada anak cucunya, dan perihal dunia lainnya.

Alangkah baiknya jika apabila kita sudah berumur, masa-masa yang diberikan Allah itu kita isi untuk mendengar kajian agama, ibadah di masjid, umrah atau haji bagi yang mampu dan amalan kebaikan lainnya.

Jaman sekarang era terbuka, banyak yang masih merasakan diri muda belia. Melayani nafsu yang menyala padahal kerut dan uban sudah tumbuh dimana-mana. Sibuk mencari cinta di luar, sedangkan rumah tangga yang halal malah dibuat berantakan. Naudzubillah…

Ada yang merasa diri masih kuat, masih sehat, padahal ada banyak saudara atau teman yang lebih muda sudah meninggal. Dengan entengnya masih berkomentar “Duh, kasihan ya masih muda, tapi meninggal mendadak…”

Ini tentu saja sangat memprihatinkan. Bayangkan disaat seharusnya bersiap bertemu Tuhan, kita masih lalai dibuai perasaan akibat tertipu dengan nafsu sendiri.

Nafsu dan keindahan dunia memang tak pernah tua. Ia selamanya muda dan menggebu. Yang semakin lelah dan tua adalah tubuh dan kodrat kita. Seharusnya kita menyadari itu.

Hidup di dunia tidak lama. Rasulullah sendiri telah bersabda:

“Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampaui umur tersebut”. [HR. Ibnu Majah: 4236].

Kalau saja sekarang saya dan suami mau memasuki usia 40 tahun itu rasanya lama, bagaimana setelah alam akhirat nanti dimana kita juga akan dibangkitkan dan hidup dalam waktu yang sangat lama, satu hari di akhirat itu sama dengan ribuan tahun di dunia.

Saat itulah tak ada yang berguna kecuali amal baik kita. Karena seperti kata Emak tetangga sepuh kami tadi pagi, apa yang kita tanam itulah yang akan kita petik.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah, dan lihatlah diri masing-masing apakah yang sudah ia persiapkan untuk kehidupan esoknya”. [Al-Hasyr:18]

Semoga bermanfaat dan mohon koreksi jika saya ada khilaf

10 thoughts on “Filosofi Hidup dari Emak”

  1. Jleb sekali setelah membaca ini, merasa kurang banyak menanam kebaikan. Padahal peluangnya banyak hanya sedikit yang diamalkan.
    Suka dengan quote ini :”melak cabe ngala cabe, melak bonten ngala bonteng, melak cabe moal ngala bonteng”.
    Semoga cepat sembuh yang lagi sakit, belum jenguk

    Reply
  2. Waduh, jadi self reminder nih apa yang dibilang Emak. Jadi malu deh. Aku udah jarang silaturahmi ke tetangga, ke sodara, dan ke temen2. Padahal bisa jadi saya banyak salah dan dosa ke mereka. Dan sangat mungkin juga saya meninggal besok atau lusa. Ihiks… nuhun sudah diingatkan, Teh. :’)

    Reply
  3. Waduh, jadi self reminder nih apa yang dibilang Emak. Jadi malu deh. Aku udah jarang silaturahmi ke tetangga, ke sodara, dan ke temen2. Padahal bisa jadi saya banyak salah dan dosa ke mereka. Dan sangat mungkin juga saya meninggal besok atau lusa. Ihiks, nuhun sudah diingatkan, Teh. 🙂

    Reply
  4. Waduh, jadi self reminder nih apa yang dibilang Emak. Jadi malu deh. Aku udah jarang silaturahmi ke tetangga, ke sodara, dan ke temen2. Padahal bisa jadi saya banyak salah dan dosa ke mereka. Dan sangat mungkin juga saya meninggal besok atau lusa. Ihiks… nuhun sudah diingatkan, Teh.Jleb banget.

    Reply
  5. Dulu suka denger quote bahasa sunda di radio pas acara dongen bahasa sunda…suka dengan moeal ceritanya yaitu tadi sok malines ka awak sorangan…jadi barang siapa yg menanam dia yg menuai….:)

    Reply
  6. Kalimat emak yg bilang “justru karena Emak sudah tua, tidak akan lama lagi di dunia ini. Apa yang akan Emak bawa untuk bekal sementara Emak tidak punya apa-apa?”

    Bkin brebes mili, keingat ibu yg sudah tua, keinget diri sendiri yang blum punya bekal.

    Reply
  7. Huaaa bagus banget artikelnya bikin orang kayak saya jadi bercermin. Ujian demi ujian akan datang menghampiri kita ya teh, kalau gak punya bekal bisa-bisa lemah menjalani hidup. Thanks for sharing teh..

    Reply
  8. Yaampun bener banget mbak. Sederhana tapi dalam maknanya. Kadang kita menyepelekan banget tentang silaturahim karena merasa cukup hanya dengan ngobrol di media sosial. Padahal kehadiran fisik nyatanya jauh lebih dibutuhkan.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics