Transformasi Udik Sinsaro jadi Zona Nusantara

Udik tempat saya tinggal sudah mulai bertranformasi. Wilayah pedalaman yang sudah saya tempati hampir sebelas tahun terakhir ini perlahan tapi pasti mulai mensejajarkan diri dengan wilayah perkotaan. Iyalah, kalau tidak, mau ditaruh dimana muka Kang Emil selaku gubernurnya?

Udik tempat saya tinggal bernama Sindangkerta. Jangan salah, di kecamatan Pagelaran ini ada beberapa daerah yang bernama Sindangkerta, baik itu udik, maupun desa. Kalau salah, bisa fatal seperti pengalaman seorang kurir ekspedisi.

Kang kurir menelepon saya, bertanya Sindangkerta-nya dimana? Padahal di alamat selalu saya sertakan “Depan Kantor PLN Pagelaran” bukankah itu sudah jadi kata kunci? Secara kantor PLN setiap kecamatan hanya satu, bukan?

Sayangnya si Kang Kurir tidak menyadari itu. Dia beberapa kali menelepon saya, tanya alamat yang jelas. Saya sampai lelah menjelaskan. Sampai si Kang Kurir sadar, katanya dia pikir Desa Sindangkerta, Padahal Udik Sindangkerta. Aduh akang, ya gak bakalan nemu kantor PLN di Desa Sindangkerta mah. Secara kantor PLN Pagelaran mah adanya di Desa Pagelaran. The one and only.

Nama Udik Sindangkerta yang cukup panjang dan lokasinya emang ke dalam lagi kalau dari jalan raya Pagelaran sebagai penghubung kabupaten, bikin anak jaman now merasa ribet kalau menggunakan nama itu. Akhirnya kesepakatan diambil setelah para pemuda pemain sepakbola yang kebanyakan murid mengaji pak suami (mereka sebagai generasi jaman now yang punya istilah kekinian) mengambil singkatan nama udik sebagai nama klub sepakbola dalam kompetisi desa di acara peringatan HUT RI jauh sebelum pandemi. Mau tahu nama udik kami dari Sindangkerta disingkat jadi apa? Menjadi “Sinsaro”.

“Kok bisa?” tanya saya heran saat membaca klub sepak bola dari udik kami itu kok team Sinsaro?

“Itu kependekan dari Sindangkerta Saeutik Kajero, alias Sindangkerta bagian dalam/pelosok.” Sejenis dengan istilah Jakarta Coret kali ya… Wkwkwk…!

(Saeutik Kajero bahasa Sunda yang artinya sedikit ke dalam). Sinsaro itu jadilah nama trend udik kami di udara dan dunia maya. Haha!

Beruntung nama Okti di desa Pagelaran (masih) hanya satu. Kalau lebih dari dua seperti nama Siti, dan salah satunya berasal dari udik Sindangkerta, maka otomatis di belakang nama orang tersebut akan mendapat titel gratis Sinsaro. Jadi “Siti Sinsaro” yang maksudnya Siti warga udik Sindangkerta yang Saeutik Kajero. Hadeuh…

Di Pagelaran keberadaan pasar tradisional masih bertahan. Hari pasar masih tetap bertengger di Selasa dan Jumat. Meski begitu tahun ini sudah ada dua minimarket yang buka cabang di dekat pasar. Apakah itu tandanya perekonomian masyarakat pagelaran mulai terlihat menggeliat?

Dulu saat dibawa pindah suami kemari saya merasa bagai perantau yang terasing. Padahal banyak orang Pagelaran yang saya kenal karena berteman saat sekolah.

Dibangunnya RSUD Pagelaran (meski belum full) sudah menambah banyak perubahan gaya hidup masyarakat setempat. Jika awalnya perantau yang sampai di pagelaran adalah para penjual nasi Padang dari Sumatera Barat. Setelah ada RSUD Pagelaran, banyak kedatangan pegawai rumah sakit yang membutuhkan tempat tinggal bikin warga yang punya lahan kosong namun strategis berinisiatif bikin rumah petak atau kontrakan.

Awalnya hanya para dokter yang jadi perantau dari luar provinsi bahkan dari luar pulau Jawa yang menjadi pendatang ke dua setelah penjual nasi padang. Lalu berdatangan tenaga medis lainnya dan siapa kira sekarang wilayah Sinsaro yang sempat mendapat julukan “Babakan Saudi” karena banyak warganya yang menjadi pekerja migran ke timur tengah sekarang bertranformasi jadi zona Nusantara.

Ya, tetangga saya di Udik Sinsaro ini sekarang tidak didominasi oleh warga setempat saja, melainkan ada banyak pendatang dari berbagai daerah, suku dan bahasa dari seluruh penjuru Nusantara.

Ada abang-abang kosipa (sejenis bank keliling) yang berasal dari Batak, Sumatera Utara, mereka mengontrak di rumah orang tua kepala desa. Sekarang mereka bahkan ada yang membawa anak istrinya dan ngontrak rumah terpisah.

Ada abang-abang dari negeri serambi Mekkah, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, yang selalu semangat mengumandangkan adzan tepat waktu. Mereka ngontrak rumah depan masjid. Sekarang kumandang adzan di Sinsaro tak lagi sampai kosong, karena selalu ada si Abang itu bergantian adzan.

Ada keluarga pindahan dari Batam. Suaminya kena PHK dan pulang ke kampung halaman istrinya di sini.

Ada keluarga dari Makassar Sulawesi, yang pindah ke Pagelaran karena mutasi kerja. Kebetulan anaknya sekolah satu kelas dengan anak saya.

Ada pasutri dari Malang Jawa Timur. Rumahnya berada di depan kampus Universitas Brawijaya. Sering ngobrol karena dua anaknya ikut mengaji di rumah kami.

Ada pegawai distributor ice cream dari Betawi yang sekarang jadi warga kami karena memiliki istri orang sini. Dan masih banyak lagi pendatang di Sinsaro ini.

Tidak heran kalau dulu bahasa sehari-hari di Sinsaro adalah bahasa Sunda, kini mulai banyak menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Senang rasanya melihat penduduk kampung sangat terbuka menerima para perantau di kandang sendiri. Terlihat dari group WhatsApp ke-RT-an yang selalu ramai namun tetap sopan dan tanpa pernah menyinggung RAS. Mungkin mereka memang sudah paham benar terkait etika bergaul di group wa.

Seharusnya memang demikian sih, ya. Dimana kita berpijak disitu langit dijunjung. Dimana pun kita berada meski berbeda adat istiadat dan budaya kita tetap harus menjaga dan saling menghormati. Termasuk tuan rumah harus bisa menyesuaikan diri pula.

Beradaptasi dengan lingkungan baru awalnya mungkin akan terasa berat dan susah. Saya pun mengalami itu ketika merantau pertama kali ke Singapura, lalu ke Hong Kong dan Taiwan. Tapi lama-lama ya bisa karena terbiasa. Dan intinya kembali kepada pribadinya dulu. Kalau pada dasarnya memang mau belajar, banyak bertemu hal baru itu justru akan terasa menyenangkan.

Jadi merantau bukan hanya sebatas menemani pasangan, atau karena ada maunya sebagaimana berita viral para penerima beasiswa LPDP dari negara yang tidak mau pulang ke Indonesia karena sudah terlanjur nyaman di negara orang. Harusnya seperti keluarga Mbak Dian Restu Agustina, yang juga pernah merantau ke Amerika Serikat, ketika suaminya menjalani pendidikan beasiswa tapi setelahnya ya pulang untuk mengabdikan diri di tanah air.

Intinya merantau itu bukan hanya pindah tempat melainkan juga bisa memahami bagaimana bisa menempatkan diri pada lingkungan baru dengan kebiasaan dan kondisi yang berbeda.

Jika hal kecil seperti itu disiplin kita tegakkan, buktinya Udik Sinsaro yang sepuluh tahun lalu terbelakang dan dicibir dengan sebutan Babakan Saudi itu kini bisa bertransformasi menjadi kampung Nusantara, dimana penduduk di dalamnya terdiri dari perantau dari berbagai daerah dari belahan penjuru tanah air namun bisa hidup rukun dan damai berdampingan.

Kita lihat saja, bagaimana kondisi Udik Sinsaro di masa sepuluh tahun yang akan datang…

Sinonim (Persamaan Kata) Kampung: Daerah, desa, dukuh, dusun, kandang, kediaman, negeri, pedalaman, talang, wilayah, negara, udik dan zona. 

47 thoughts on “Transformasi Udik Sinsaro jadi Zona Nusantara”

  1. setuju banget sama kata-kata ini “Intinya merantau itu bukan hanya pindah tempat melainkan juga bisa memahami bagaimana bisa menempatkan diri pada lingkungan baru dengan kebiasaan dan kondisi yang berbeda.”

    Saya juga ajdi penasaran bagaimana Udik Sinsaro 10 tahun mendatang, meski belum pernah kesana sih

    Reply
    • Setuju bangett. banyak orang merantau tapi dia nngga mau menyesuaikan diri yaa kak.. jadinya ya susah.. jadi inget pepatah dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung

      Reply
  2. Saya baru tahu, kalau ada Udik, Mbak. Karena kalau di Kebumen, di bawahnya desa itu disebut dusun. Dan seru juga ya, kalau udik Sinsaro usah mulai ramai masyarakatnya yang Bhineka Tunggal Ika. Termasuk ada yang dari Makassar.
    Alhamdulilah, saya pun sudah terbiasa hidup dengan beragam suku, sejak masih tinggal di asrama tentara di Makassar.

    Reply
  3. Penasaran melihat udik di 10 tahun ke depan, apa nanti akan lebih maju atau malah jadi terbengkalai. Kalau orang-orang yang menempati menjaganya, pasti akan jadi lebih baik.

    Reply
  4. Kadang, hidup di desa itubikin tenang ya teh. Apalagi jaminan kesehatan dan udara bersih lebih terjamin. Tapi ya itu, masalah fasilitas dan perangkat modern masih belum mencukupi

    Reply
  5. Pernah lewat pagelaran duh jauh pisan ya heuheu sy sama suami pas di jaln itu mikir, ternyata Cianjur seluas itu, ngelewati kebun teh asa id mana gitu, alhamdulillah ya sekaranh udah rame teh, banyak pendatang

    Reply
  6. Setuju mbak….merantau itu tidak hanya pindah tempat tinggal tapi abai dengan adat istiadat yang berlaku, namun setidaknya kita juga belajar budaya atau adat yang berlaku di wilayah yang kita tinggali, supaya pengalaman dan pengetahuan kita bertambah.

    Reply
    • Nemu singkatannya juga unik, sinsaro, tadi aku mengira ini nama orang hahaha
      Karena aku punya temen yg namanya ada kata Udik, bahkan aku manggilnya udik.

      Kalau dalam satu lingkungan terdapat banyak perbedaan dari mana ia berasa, seneng juga, karena jadi punya banyak sodara meskipun ditanah rantau misalnya

      Reply
  7. Waaah…jadi kayak nama jepang teteh hihihi..sinsaro, temennya kotaro #eh. Kreatip pisan bikin nama. Meski belum ada okti lain, gapapa atuh dijadiin okti sinsaro ^_^

    Cianjur…. langsung terbayangnya musik sunda dan sawah2… Semoga kerukunan nusantara terus terjaga di Sinsaro Teh…Salam Bhinneka

    Reply
  8. Untung pakai i = Sinsaro.
    Kalau pakai a= sansaro, yaitu sengsara dalam bahasa Minang, seperti sansaro mambawo nikmat hehe

    Reply
  9. Mbak beda nya udik dengan Desa apa Mbak? Kok ada Udik Sindang Kerta ada Desa Sindang Kerta. Saya baru tau istirahat udik ini. Apakah hanya ada di daerah Jawa Barat?

    Reply
  10. Kalau pada dasarnya memang mau belajar, banyak bertemu hal baru itu justru akan terasa menyenangkan.
    Jleb banget lho tapi bener sih, keren teh sudah kemama2 ya kaya pengalaman nih teh okti

    Reply
  11. Ooo “udik” itu artinya “kampung”? Baru tau sebutan “udik” soalnya selama ini taunya cuma desa atau yang lbh kecil lagi wilayah dibawa desa tuh dusun hehe.
    Pas pandemi kyknya banyak yang pulkam ya mbak, jd makin beragam lagi warganya 😀

    Reply
  12. Sebagian masyarakat kita memang perantau. Senangm sih, kalau kemudian terjadi keberagaman. Tetapi, tetap harus menjunjung adat dan norma di tempat kita berada. Semoga juga bahasa daerah dj sana tidak jadi hilang. Meskipun sudah mulai banyak yang menggunakan bahasa Indonesia

    Reply
  13. Seharusnya mereka yang sudah sekolah ke luar negeri dan mendapatkan beasiswa wajib pulang ke tanah air karena mereka kan dibiayai dari uang beasiswa yang asalnya dari negara sehingga wajib mengabdi membangun negara

    Reply
  14. Boleh merantau tapi tetap ingat adat dan budaya dari mana kita berasal, terlebih lagi kalau merantau ke luar negeri ya. Pasti berat, ada saja lika likunya antara tetap tinggal dinegeri orang atau pulang ke negeri sendiri. Harusnya pulang ya, karena kan kl beasiswa artinya dibayar, harusnya pulang mengabdi ke negara

    Reply
  15. Hmm aku awalnya agak kesulitan mencerna arti kata udik
    Tapi setelah baca artikelnya spai habis jadi paham deh
    Penasaran juga bagaimana transformasi Udik sepuluh tahun kedepan

    Reply
  16. Anak sekarang selalu bisa menemukan sesuatu yang mudah diingat dan asik untuk diucapkan. Semoga dengan transformasinya Udik Sinsaro menjadi tempat yang seru dan terus berkembang ke arah yang lebih baik.

    Menjadi pribadi yang adaptif seperti teh Okti dan keluarga kak Dian, memang butuh banyak jalan yaa, teh.. Kalau gak pernah pergi kemana-mana, rasanya sulit memahami dan berbaur dengan “keadaan baru”.

    Reply
  17. Aku tuh masih bingung, udik itu artinya apa ya, mak? Soalnya setauku kalau urutan wilayah itu ada desa/kelurahan, dusn, RT, RW nah ini masuk kategori dusun atau ada pembagian khusus lagi?

    Reply
    • Seneng banget baca cerita teh okti tentang Udik ini. Ikut penasaran 10 tahun ke depan bagaimana ya perubahannya. Kayak di tempatku juga nih teh. Sekarang terasa banget bedanya dengan 10 tahun yang lalu

      Reply
  18. Ini definisi kalau merantau dan pulang, betul-betul dinamakan mudik hehe. 10 tahun sudah lebih baik, pasti 10 tahun ke depan juga jauh lebih baik-baik pula. Pendatangnya beragam dan saling menghormati ya, semoga selalu adem ayem guyub rukun kompak

    Reply
  19. Unik banget namanya Udik Sinsaro, tadinya aku kira ini nama tokoh penting gitu. Hehe.
    Semoga 10 tahun mendatang Udik Sinsaro makin berkembang, dan orang-orang yang menempatinya bisa saling menjaga yaa. Penasaran juga ingin main ke sana deh.

    Reply
  20. Haha, aku kira Sinsaro ini diambil dari kata Bahasa Jepang. Tahunya Sindangkerta Saeutik Kajero. Terus aku kira juga ini di Cililin. Soalnya di sana juga ada nama tempat Sindangkerta.

    Alhamdulillah ya sekarang pembangunan sudah meningkat. Semoga nanti semakin berkembang lagi.

    Reply
  21. Ternyata Udik Sinsaro itu nama daerah di Cianjur ya. Memang kadang Kang Kurir itu suka agak susah menjangkau daerah tertentu. Rumahku di Kota tapi masuk gang, ini juga kadang Kang Kurir nanya-nanya aja alamat lengkap rumahku

    Reply
  22. Awal baca udik Sinsaro ini kok kesannya KeJepang-jepangan teh.. Hihi
    Kalo daerahku ada yang samaan teh nama desa dengan dusunnya. Desa kolam dengan dusun kolam. Cuma karena gak terlalu luas jadi masih gak riweuuh kalo cari alamat.
    Sinsaro keren karena menyesuaikan dengan pendatang. Masyarakatnya jadi gak ngomong bahasa daerah melulu karena sudah banyak pendatang jadinya pake Bahasa Indonesia sebagai upaya pemersatu.

    Reply
  23. teteh ini maksudnya Pagelaran Sukabumi bukan teh? Khas banget ya bahasa Sundanya, kocak banget pas baca Sinsaro kirain apa, sampai bacanya fokus banget. Ternyata Sindangkerta Saeutik Kajero. Ngakak lah aku sebagai orang Sunda teh

    Reply
  24. awalnya aku nge lag, udik apaan yaa, awalnya mikir udik=kampungan, tepi ternyata wilayah ya, klo di kampungku namanya dukuh, wilayah di bawah desa gitu. Pas banget aku juga rumah nya di pedukuhan, dan emang wilayah ini tuh akan berkembang dan bertransformasi karena penduduk dan perangkat desanya sih ya

    Reply
  25. Teh namanya keren ya Udik Sinsaro…Senangnya sudah heterogen masyarakatnya. Aneka rumap budaya akan menambah khasanah bertetangga. Saya bayanginnya damai benar ya . Semoga warga Udik Sinsaro terus bisa menjaga silaturahmi hingga nanti

    Reply
  26. Aku berkerut waktu baca. Karena udik yang kutahu berkonotasi buruk, hehe. Ternyata udik itu semacam desa atau dusun gitu yaa.. terus namanya juga keren. Kupikir bukan bahasa Sunda tapi bahasa luar Jawa gitu.

    Seneng ya kalau bermasyarakat bertemu banyak orang berbeda2 tapi tetap satu jua…Indonesia 🙂

    Reply
  27. Saya juga mengalami Teh,, kang kurir yang banyak nanya ketimbang nyari, padahal keywordnya udah jelas, di samping lapangan. bukankah lapangan itu gak banyak ya di tiap kelurahan. Sip deh Teh,, moga Udik Sinsaro jadi zona nusantara yaa,,

    Reply
  28. Ah bahasa indonesia memang bahasa pemersatu indonesia nggak kebayang deh dalam satu kampung banyak orang perantauan masing masing ngomong pakai bahasa daerah masing masing…bisa adu panco tuh semua orang hehe

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics