Kehilangan Sepatu Sultan

Nyesek kalau ingat pernah punya sepatu sultan yang diperoleh dengan penuh perjuangan, tapi pas dipakai pulang kampung, eh itu alas kaki raib dicuri orang!

Jadi dulu waktu awal-awal masih kerja di luar negeri tepatnya di Taiwan, saya seolah baru merasakan memiliki kebebasan financial. Merasa punya uang, meski kerja jadi TKW tapi kan gajinya emang lumayan, setara PNS golongan 3 di kampung halaman. Bahkan lebih!

Di Taiwan saya merasakan punya uang  Secara bekerja di dua negara sebelumnya, yaitu Singapura dan Hongkong saya masih merasa dikejar setoran alias banting tulang demi nyambung hidup keluarga besar di kampung halaman plus melunasi hutang-hutang terlebih dahulu.

Baru setelah bekerja di Taiwan, saya merasa inilah saatnya me time alias bisa memanjakan diri. Dalam artian ya bekerja di Taiwan ini menyenangkan. Meski sistem beberapa waktu masih potongan gaji, tapi merasa tenang karena perekonomian di kampung sudah lebih stabil, pun kondisi majikan dan pekerjaan telah lebih baik dibandingkan masa-masa sebelumnya dimana saya bekerja masih merasa tertekan, takut, termasuk ketidakbebasan dalam soal keuangan.

Intinya saat bekerja di Taiwan mulai 2006 ini seolah saya memiliki kebebasan yang sesungguhnya. Libur kerja teratur, gaji transparan dan majikan tidak mengekang, pekerjaan juga menyenangkan termasuk lingkungan pergaulannya yang bikin betah.

Asal tahu saja, belajar menulis dan ngeblog pertama kalinya pun ya tahun-tahun 2008-2009 saat saya bekerja di Taiwan ini. Dibantu teman dan majikan.

Saat baru datang ke Taiwan itu saya belum punya komputer. Ponsel juga masih jaman Nokia N73 yang saat itu mah termasuk canggih. Belajar menulis dan mengenal dunia internet belajar dari teman saat liburan dan di rumah dari majikan.

Saat liburan, banyak teman yang seharian penuh waktunya dihabiskan buat mojok di warnet, chating dengan cowoknya yang kebanyakan tenaga kerja di Korea Selatan atau Jepang. Ada juga lelaki berkewarganegaraan asing lainnya.

Nah saya, yang saat itu masih komunikasi dengan banyak teman buruh migran yang aktif di organisasi perburuhan dan masih bekerja di Singapura dan Hongkong justru mereka mengajarkan menulis dan ngeblog ini.

Mereka banyak merekomendasikan bahan bacaan, memberikan kebebasan mau ngeblog dimana. Memberikan banyak alamat bloger inspiratif yang bisa dijadikan contoh, mulai dari blog niche kuliner, parenting, lifestyle sampai blog religius.

Blog Tentang Spiritualitas juga pernah saya baca. Secara saat itu musim orang pintar datang ke Taiwan gegara banyak pekerja migran yang juga pembaca majalah kisah mistis dan di dalamnya banyak informasi semacam tips usaha lancar, tips rumah tangga Samawa, dan sejenisnya. Itu pada jamannya ya hehehe…

Tidak puas sampai disitu. Di rumah juga saya banyak belajar dari majikan. Kebetulan majikan kan pramugara dan pramugari jadi mereka banyak terbang untuk bekerja beberapa hari lalu kami berkomunikasi menggunakan Skype. Dari sana saya mengenal internet, sosial media dan blogging.

Saat majikan terbang, saya yang mendampingi anak 24 jam. Mulai di rumah sampai kegiatannya di sekolah. Saat antar jemput anak ke sana ke mari, kami sering menggunakan moda transportasi MRT. Kebetulan stasiun terdekat rumah berada di Nei Hu City Mall.

Jika teman-teman menunggu anak sekolah larinya ke toko Indo, saya lebih sering jalan sendiri masuk ke mall. Melihat perkakas rumah tangga, elektronik dan sebagainya. Senang membayangkan kalau punya rumah sendiri, mau punya ini, punya itu, pokoknya yang di kampung saya belum ada.

Sampai saya tertarik dengan sepasang sepatu yang dipajang di etalase. Warnanya hitam, sol bawah putih. Brand nya saya lupa. Sepatu bertali biasa, hanya katanya trend sepatu itu saat itu yang sedang trend baik di kalangan perempuan remaja Taiwan, maupun negara lainnya.

Seperti kets, sepatu olahraga biasa, tapi ketika memakainya saya merasa jadi lebih tinggi. Bagaimana tidak, dari luar terlihat biasa, tapi ternyata sol nya itu tingginya sepuluh cm!

Saya sangat ingin membeli sepatu model sederhana itu. Tapi pas lihat harganya, langsung puyeng! Hampir satu bulan gaji alias senilai sembilan juta rupiah! Itu kurs tiga belas tahun lalu ya ….

Dan buat saya sama sekali tidak pernah beli barang yang semahal itu. Di kampung, sembilan juta bisa beli tanah sawah. Lah ini buat sepatu saja? Saya bukan pelit, tapi hidup dalam kemiskinan, membuat saya harus bisa memprioritaskan. Mana kebutuhan, mana keinginan…

Di penjual lain masih di mall itu banyak sepatu merk ternama mulai yang berlogo seperti ceklis, berlogo tiga garis putih, dan lainnya yang harganya sekitar $NT 500- an atau sekitar Rp.250ribuan jaman itu. Tapi hati saya keukeuh mau sepatu sultan tadi.

Berbulan-bulan saya hanya bisa melihat sepatu itu. Berharap harganya sudah turun. Setahun kemudian memang turun, tapi bukan karena potongan harga, tapi emang udah gak trend lagi. Hahaha …

Saat mau finish kontrak, majikan mau saya ambil kontrak baru dengan iming-iming komputer dan uang. Saya mau dong. Dan uang dari majikan itu sebagian saya pakai buat beli sepatu sultan idaman.

Penampilan saya yang tomboy merasa lebih percaya diri mengenakan sepatu itu. Pulang ke kampung halaman rasanya jadi lebih menyenangkan.

Tapi siapa sangka, ketika nginap semalam di rumah kakak di Cianjur Kota (yang sekarang kena gempa) sepatu sultan idaman saya itu hilang entah kemana. Saya memang lalai, masuk rumah tidak langsung membawanya ke dalam. Padahal sudah tahu kalau di lingkungan perumahan tempat kakak tinggal ini sering terjadi pencurian.

Saat itu saya merasa aman saja sebagaimana amannya saya selama ini tinggal di rumah majikan. Lupa kalau orang Taiwan, tidak sembahyang tapi sangat takut polisi. Sementara di kampung halaman saya orangnya dalam KTP beragama, tapi akhlaknya sangat tercela.

Nyesek sepatu kesayangan seharga delapan juta setengah lebih itu hilang dicuri orang. Jujur itu sepatu barang termahal yang pernah saya beli tapi tak lama saya pakai. Selesai masa cuti, saya kembali ke Taiwan menggunakan sepatu seharga tujuh puluh ribu dengan warna yang sama!

Di kontak kerja selanjutnya saya tidak lagi berkeinginan beli apa-apa yang harganya cukup mahal. Hidup sederhana dan memperbanyak tabungan jadi prioritas saya. Liburan pun memilih kembali banyak belajar. Belajar menulis, belajar ilmu syariah, Belajar Spiritualitas dan ilmu lain yang sekiranya di kampung halaman nanti bisa lebih bermanfaat.

Ga ada foto sepatu sultan yang asli, secara ponsel saya saat itu juga hilang termasuk memori di dalamnya.

8 thoughts on “Kehilangan Sepatu Sultan”

  1. Memang kalo rezekinya cuma beberapa hari bersama gak bisa terelakkan lagi ya teh. Alhamdulillah rezekinya adalah tetep bersama blog hingga sekarang ya teh. Majikannya juga baik banget. Pengen pekerjanya juga maju.

    Reply
  2. Tapi kan teh, saya juga gak ridho beli sepatu mahal apalagi 9 juta hiks..
    Yg harga 500rebu pun saya belo pernah beli.
    200ribu itu udah paten kali lah saya kalo mau beli.
    ‍️
    Btw blognya suasana baru ni teh

    Reply
  3. Masyallah mbak ceritanya mengesankan kali bekerja di Taiwan. Rasanya nano nano gitu ya mbak. Ceritanya ini jadi ngingetin aku soal anak tiktok yang viral itu gegara dibeliin tas mewah.

    Gitu dikata netizen tas c & k nggak mewah, kalau aku yang gajinys gak UMR ya termasuk mewah dong

    Reply
  4. Aku ngakak di bagian orang Taiwan tidak sembahyang tapi takut sama polisi, kebalikan orang kita kebanyakan di ktp beragama tapi akhlaknya tercela. Intinya, memang sederhana lebih baik ya teh. Namun, keputusan Teh Okti untuk sesekali memberi reward diri dengan sesuatu yang teteh suka, yang berharga, toh tidak ada salahnya.

    Reply

Leave a Reply to Cianjur KUY Cancel reply

Verified by ExactMetrics