Serba-serbi Saat Anak Melanjutkan Sekolah

Karena beberapa ruang kelas di sekolah sedang direhab, anak saya mendapatkan jadwal belajar dengan tugas waktu yang berbeda setiap minggunya.

Jadi misalkan nih minggu ini masuk pagi, dari jam tujuh sampai jam sepuluh, maka minggu depan masuk siang, mulai pukul sepuluh sampai pukul satu. Minggu depannya lagi kebagian masuk sore, dari jam satu siang sampai jam empat.

Nah, baru minggu depannya lagi, kembali ke masuk pagi. Terus berputar seperti itu sampai renovasi sekolah selesai. Katanya sih perkiraan waktu rapat orang tua murid, sekitar satu semester ini waktu belajar siswa bakalan seperti itu.

Otomatis waktu sekolah anak saya jadi berbeda dengan anak sekolah lain. Khususnya teman satu kampung yang memang sebagian besar memilih melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah.

Saat masuk pagi atau siang, bisa jadi anak saya lebih cepat pulang dan setelah temannya pulang sekolah mereka bisa bertemu. Tapi jika pas anak saya kebagian masuk sore, duh, anak saya jadi merasa terkucilkan.

Bagaimana tidak, saat teman-temannya sekolah, anak saya di rumah saja main sendiri. Lalu saat anak di kampung pulang sekolah, bermain di tanah lapang bersama, anak saya justru harus berangkat sekolah dan pulangnya sore.

Waktu keberangkatan ke sekolah yang berbeda itu membuat anak saya semakin sedikit bersosialisasi. Anak saya memang tipe tidak mudah bergaul. Jadi pas punya teman baik dan berbeda tempat mengenyam pendidikan, jarang bertemu, ya sudah memilih sendiri di rumah saja.

Saudara dan tetangga dekat ada yang mengkhawatirkan bagaimana kalau nanti kebiasaan introvert nya anak saya ini malah semakin tebal.

Selama ini kami berharap dengan berteman di sekolah (meski temannya dapat dihitung dengan jari) sedikit demi sedikit bisa mengikis rasa pemalu nya itu. Bisa bergaul dan bersosialisasi selayaknya anak-anak pada umumnya.

Saya sendiri memilih mengabaikan kekhawatiran itu. Toh pembagian waktu masuk sekolah ini hanya sementara. Kedepannya optimis kalau anak bisa bareng lagi waktu berangkat dan pulang sekolahnya bersama teman-teman di sekitar rumah sehingga memiliki waktu untuk bermain bersama lagi, seperti dulu.

Dari awal, saya, suami dan anak juga sebenarnya sudah sepakat, jika masuk ke sekolah ini sebenarnya hanya sementara saja, sambil menunggu waktu hingga pembukaan testing masuk pondok pesantren modern impian anak dibuka.

Kebetulan pondok pesantren incaran anak saya menggunakan penanggalan kalender tahun Hijriyah, dimana tahun ajaran baru di sana dimulai sekitar bulan Ramadan dan bulan Syawal. Persamaan dengan tahun Masehi saat ini jatuh sekitar bulan Februari atau Maret tahun 2025.

Ramadan tahun kemarin, alias tahun ajaran baru di pondok pesantren itu, anak saya belum bisa ikut testing. Selain masih duduk di bangku sekolah dasar, juga belum memiliki ijazah karena kelulusan baru diumumkan sekitar bulan Mei atau Juni.

Sementara saat anak saya lulus SD, pendaftaran santri baru di sana sudah tutup bahkan sudah melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang sudah berlangsung sekitar tiga bulan lebih.

Nah, mengisi kekosongan waktu dari kelulusan SD selama kurang lebih delapan bulan (Juni sampai Februari nanti) itulah maka untuk sementara anak saya mengenyam pendidikan di sekolah umum yang sekarang sedang direnovasi ini.

Kalau melihat calon pelajar lain sih, yang sama minat meneruskan pendidikan ke pondok pesantren modern ini, mereka mengisi kekosongan waktunya itu dengan ikut bimbingan belajar di kampus pondok modern terpilih secara langsung.

Katanya kalau masuk dulu di sana sambil belajar soal pelatihan testing, besar kemungkinan saat pendaftaran calon pelajar akan lolos. Meski tidak ada jaminan seratus persen bakalan lolos testing masuk pondok modern nya.

Tapi setidaknya dengan masuk lebih dahulu di kampus dibawah naungan pondok modern pusat, anak sudah lebih dahulu mengenal lingkungan serta kebiasaan di sana. Jadi jeda untuk beradaptasinya bisa lebih lama.

Serba-serbi anak masuk pesantren

Hanya buat saya dan suami, juga anak saya ini, mikirnya yang jadi pertimbangan itu selain lokasinya jauh, beda provinsi dan tidak bisa leluasa keluar masuk pondok modern tersebut (meski belum resmi jadi siswanya) juga biaya masuk yang ditetapkan sama besar dengan biaya pendaftaran masuk tahun ajaran baru.

Dikalkulasi secara kasarnya, biaya yang diperlukan untuk masuk bimbingan belajar ini sekitar lima belas juta rupiah. Sementara bimbingan belajar masuk pondok yang hampir sama (dikelola oleh alumni pondok modern ini juga, dengan materi sesuai dengan kurikulum di pondok modern) sudah bisa ditemukan di beberapa daerah kota atau kabupaten dimana para lulusannya tersebar berada, termasuk di Cianjur.

Karena itu kami sepakat belajar bimbingan masuk pondoknya memilih di daerah sendiri saja yang terdekat. Alhamdulillah sudah ketemu meski kelihatannya anak saya belum bisa memahami secara benar. Namun kami optimis saja dan terus memberikan motivasi kepada anak supaya cita-citanya melanjutkan sekolah ke pondok modern pilihannya itu bisa tercapai.

Selain itu kami juga secara mandiri mempersiapkan banyak hal menghadapi anak yang akan masuk pondok ini.

Persiapan mandiri anak masuk pondok

Persiapan kesehatan

Memastikan kesehatan fisik dan mental anak dalam kondisi prima. Mulai dari tidur yang cukup, makan makanan bergizi, dan berolahraga secara teratur yang dapat membantu menjaga kesehatan fisik anak.

Persiapan perlengkapan mondok

Semua perlengkapan ke pondok sudah mulai disiapkan agar anak bisa belajar dengan nyaman. Mulai pakaian, alat ibadah dan perlengkapan belajarnya.

Persiapan mental

Mempersiapkan mental anak dengan memberikan afirmasi positif. Sering sharing dengan wali santri yang sudah berpengalaman, dan berbagi kisah inspiratif serta kesuksesan dari setiap alumni.

Mengenal lingkungan pondok

Memperkenalkan anak kepada lingkungan pondok pesantren modern lebih detail, mengenalkan bagaimana sistem pendidikan formal dan keagamaannya, serta kegiatan lainnya.

Berdo’a

Istilahnya kami juga berjuang melalui jalur langit. Merasa pesimis sebenarnya dengan kondisi anak yang pemalu, susah bergaul, pemahaman dalam materi pelajaran juga pas pasan. Berdo’a sering kami lakukan sebagai tindakan untuk meluruskan niat bahwasanya anak ini ingin mencari ilmu dan agar ilmu yang didapat bermanfaat. Semoga diberikan kemudahan.

Persiapan mandiri anak masuk pesantren modern

Tidak lupa juga saya memberikan pengertian kepada anak untuk belajar bersikap ramah dan terbuka sehingga nantinya akan tercipta hubungan baik dengan teman satu asrama, teman sekelas, ustadz, dan staf lainnya.

Sekaligus saya memberikan pemahaman kepada anak untuk bisa menghormati keberagaman secara nanti jika masuk pondok yang ia pilih itu, pelajar nya tidak hanya dari Pulau Jawa saja, tapi dari berbagai penjuru Nusantara bahkan dari luar negeri jua ada.

Bagaimana seandainya gagal?

Antisipasinya ya mungkin masuk pondok pesantren tapi bukan yang modern, secara ada banyak pondok pesantren yang tidak menerapkan testing ketat dalam penerimaan calon pelajar nya.

Meski niat dan ikhtiar sudah dijalankan demi bisa lolos ke pondok pesantren modern yang jadi pilihan anak sedari awal.

Saya dan suami sebagai orang tua semampunya akan mendukung keinginan anak selama itu baik untuk dunia dan akhirat.

Suka bangga melihat keberhasilan teman-teman yang putra putrinya berhasil melanjutkan sekolah ke tempat yang diinginkan. Seperti Teh Ani Bertha yang putrinya berhasil masuk kedokteran hewan di Malang, Kakak Vanessa putrinya Bunda Elisa Koraag yang saat ini sedang mendalami ilmu seni di Australia, atau putranya Mbak Dian Restu Agustina yang saat ini mengenyam pendidikan di Universite Toulouse-Jean-Jaures, Toulouse, Prancis.

Keberhasilan anak pasti jadi kebanggaan orang tua, meskipun melanjutkan sekolah atau kuliah ke luar negeri dengan biaya sendiri, apalagi jika berhasil mendapatkan beasiswa.

Mohon doanya ya manteman semoga keinginan anak saya bisa dimudahkan, apapun hasilnya semoga yang terbaik buat masa depan, dunia dan akhiratnya.

Begitu juga untuk putra putrinya manteman semuanya, adik kakak atau orang terdekat semuanya, semoga dimudahkan dalam menggapai cita-citanya… Aamiin…

19 thoughts on “Serba-serbi Saat Anak Melanjutkan Sekolah”

  1. Emang sih, ambil kelas bimbingan di kampus pesantren tujuan banyak manfaatnya. Bisa menambah peluang lolos, serta bisa mengenal lingkungan pondok lebih dulu. Cuma, perlu juga mempertimbangkan hal lainnya seperti yang dilakukan Teh Okti. Toh, pada dasarnya ikut bimbingan di pondok tujuan, tidak menjadi jaminan 100% akan diterima. Semangat Teh, sukses untuk anaknya.

    Reply
  2. Sebenernya kalo mau mondok ini banyak hal yang harus dipertimbangkan, terutama interaksi dengan keluarga yang akan jarang jumpa. Selain itu kesiapan anak kita lagi untuk bisa jauh dari orang tua

    Reply
  3. Saya senyam-senyum saat membaca pembagian waktu belajarnya, Mbak. Kayak karyawan pabrik saja masuk shif hehehe.
    Nah, soal anak masuk pondok, memang ini harus persiapan matang. Terutama masuk pondok itu bagusnya karena kemauan anak sendiri, jadi dia merasa nyaman. Dan saya setuju, kalau pondoknya tidak usah terlalu jauh. Jadi saat menengok anak juga dekat.

    Reply
  4. Wah…jadi penasaran Fahmi mau mondok dimana? Jangan-jangan di ponpes modern yang di Jawa Timur yang ternama itu ya..?
    Dimanapun semoga putranya dimudahkan dan dulancarkan dalam proses seleksi dan tercapai cita-cita untuk menuntut ilmu di ponpes impiannya. Aamiin

    Reply
  5. Pastinya orangtua mendukung penuh anaknya untuk maju, apalagi buat masa depannya biar gemilang ya. Sukses untuk Fahmi, Teteh dan suami ya. Semangat selalu

    Reply
  6. Jujur ajaa mbaa sampai sekarang masih kepikiran, meskipun anakku masih TK. karena bapaknya ngotot harus masuk pesantren, sementara aku ngga tegaaaa :(( hiksss. semoga hatiku dimantapkn

    Reply
  7. Nggak mudah melepas anak ke pondok pesantren. Apalagi kalo bukan keinginan anak sendiri. Tp dgn keinginan anak yg mau masuk pondok, minimal dia ada niat utk belajar agama dan umum. Kita jg lbh tenang krn dia nggak masuk ke lingkungan nakal.

    Yg hrs dipastikan, sistem pendidikan pondok hrs mengadopsi modernitas sih. Dan jgn masukkan ke pondok yg bermasalah, spt yg bnyk diberitakan di media. Dan jgn lupa tetap pantau anak. Pastikan nggak ada bullying/kasus asusila di pondok tsb ya.

    Reply
  8. bener teh, setiap anak akan mengalami peristiwa baru, entah itu melanjutkan sekolah, pindah sekolah, masuk les dan lain-lain, orangtua pasti ada aja ya khawatirnya dan memang sebaiknya kita sebagai orangtua mempersiapkan semuanya dengan matang sehingga anak juga bisa merasa nyaman dengan lingkungan yg baru..semangaatt mondok

    Reply
    • Ikut mengaminkan.
      Insha Allah ada jalan dan rejekinya ya.
      Terus berusaha dan gak lepas berdoa, bisa jadi senjata utamanya

      Reply
  9. Aku jujurly tim yang nggak mau anakku untuk masuk pesantren, hehe. Namun, membaca cerita teh okti ini aku jadi mendapat insight dan sudut pandang baru sih tentang segala keputusan pendidikan anak.

    Reply
  10. Hal paling penting saat memberangkatkan anak adalah niat yang ikhlas lillah. Bukan tanpa alasan, seringkali banyak orang tua yang kecewa luar biasa saat anak tidak betah, tidak cocok, atau bahkan mendapatkan kendala besar ketika mengenyam pendidikan di ponpes.
    Bukan saya tidak empati dengan beberapa ortu yang sedih atau kecewa, tapi dilihat dari kebiasaan sehar-harinya (mohon maaf nya ada di kampung saya) oknum ortu yang pamer loh hehe. Padahal ke pondok pesantren itu kan belajar ilmu akhirat. Betapa ruginya kalau dibuat pamer.
    Ketika ada yang gagal dan memilih pulang, mereka mencemooh. Padahal, tidak semua anak “beruntung” di pesantren. Bagi yang gagal, selain masalah ketidakcocokan, ada yang malang kena mendapat kekerasan dari teman atau seniornya. Itu terjadi kepada kerabat saya. Kepalanya ditendang, beruntung tidak sampai kenapa-kenapa.
    Sampai sekarang keluarga kerabat saya itu cukup trauma memberangkatkan anaknya ke ponpes.

    Reply
  11. Banyak sekali persiapan buat masuk pondok pesantren. Secara ya, situasi dan kondisinya akan berubah. Tidak lagi berada di dekat orang tua. Tapi, akan memiliki banyak teman yang beraneka rupa.
    Ada plus dan minusnya. Mengantisipasi bila gagal juga perlu banget. Semisal, gimana kalau misalkan nggak kerasan di pondok. Biar nggak minta pulang. Hehehe

    Reply
  12. teh aku ikut doakan semoga anak teteh bisa lulus nanti yaa..
    sebagai alumni pondok aku selalu semangati siapa pun anaknya yg ingin masuk pondok
    di pondok itu tempat belajar tempat ditempa banyak sekali pembelajaran yg bisa kita dapatkan salah satunya kemandirian
    bismillah semoga impian si abang tercapai ya teh

    Reply
  13. Teh baru tau saya kalo ngambil kelas bimbingan sebelum masuk pondok bisa sampe 2 digit.
    Padahal masuk pondoknya kan gak semahal itu ya teh.

    Semoga si sulung tahun depan bisa masuk pondok impiannya ya teh. Kasian kalo jadwal sekolahnya pake shift begitu

    Reply
  14. Alhamdulillah anak sulung saya yang dulunya mondok keterima di PTN melalui jalur SNBT. Rasanya senang sekali karena baru saja kami (saya dan suami) bolak-balik berkunjung ke pondok menjenguk si Kakak, tau-tau sudah jadi mahasiswi saja sekarang. Yang semangat ya Teh Okti, satu saat kenangan menemani anak masuk pondok dan mengunjunginya menjadi hal indah dalam hidup kita.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics