Cerita Senin Terakhir di 1439H

Cerita Senin Terakhir di 1439H

Selamat pagi Senin, hari Senin terakhir di tahun 1439 Hijriyah. Besok Selasa kita sudsh masuk di tahun 1440 Hijriyah. Duh, hari demi hari tidak terasa, menandakan betapa betahnya kita di dunia.

Bangun pagi seperti biasa, seperti Senin sebelum nya selalu riweuh dengan persiapan anak dan suami dengan aktivitasnya. Seragam, kaos kaki dan sepatu, lalu sarapan. Alhamdulillah, seperti biasa lancar dan bisa menikmatinya.

“Ibu hari ini baiik, gak cerewet ke Ami,” celoteh anak ketika sarapan hanya 5 suap tapi saya (mungkin menurutnya) hanya diam saja. Padahal biasanya teriak-teriak, sampai isi piringnya habis baru mereda.

“Alhamdulillah Ami walau sedikit mau sarapan,” ucap saya sambil melengos. Malu juga anak ternyata bisa membedakan mana “ibu baik” dan “ibu cerewet”.

Pukul 7 pagi melepas anak dan ayahnya dengan semangat dan doa terindah. Bahagia, di Senin terkahir tahun 1439H ini paling tidak bisa mengurangi kesan negatif dalam diri, dalam rumah dan dalam keluarga. Mengurangi… belum bisa sepenuhnya menghilangkan.

Jadi kalau ditanya amalan apa yang sudah dilaksanakan di hari Senin terakhir 1439H ini? Saya masih menggeleng. Tutup muka.

Padahal seharusnya tentu saja kita harus bermuhasabah. Bisa menghitung amal apa saja yang sudah kita lakukan dan apa lagi yang harus kita lakukan. Karena apa yang dilakukan itulah yang akan kita petik, apa yang kita tanam itulah yang akan kita tuai.

Teringat status sahabat blogger di medsos baru saja, kalau ia akan tetap menghargai teman yang jualan dengan komentar yang positif, tidak menjatuhkan karena ia tahu, teman itu sedang bekerja dan berusaha. Ada jeripayah demi penghasilan membantu perekonomian keluarga di sana.

Saya setuju. Karena saya pun pasti akan mengalami. Mereview, share sponsored post, dan sebagainya itu kita perlu timbal balik yang positif. Kalau kita julid kepada yang lain, apa pantas kita mengharap feedback positif di pekerjaan kita?

“Manusia itu dianugerahi rasa dan karakter senang kepada orang yang berbuat baik kepada dirinya, dan tidak suka kepada orang yang berbuat buruk atau jahat kepada dirinya”.

Sudah jadi tabiat, kodrat, fitrah atau kata hati jika manusia itu senang kepada sesama yang melayani kita dengan tulus. Orang yang berbuat baik kepada orang lain, dia akan memperoleh kasih, cinta dan penghargaan.

Sebaliknya orang yang berbuat buruk kepada orang lain, dia akan memetik kebencian, kemarahan dan mewariskan penyesalan.

Kebaikan itu mewariskan dan membuahkan cinta. Keburukan itu menimbulkan kebencian dan permusuhan. Itu sudah jadi hukum kehidupan.

Hari Senin terakhir di 1439 H ini saya coba menghitung dan mengingat lagi seberapa amal sholeh yang dilakukan? Lagi lagi hanya bisa menggeleng.

Mengingat dan menghitung seberapa besar dosa kepada Sang Pencipta, kepada ibu bapak, kepada suami/istri, kepada anak, saudara, teman, tetangga dan semua orang yang pernah saya dzolimi? Apakah akan ada kesempatan saya bisa minta maaf dan saling memaafkan?

Apakah rezeki yang saya dan keluarga makan adalah rezeki yang halal? Semoga Sang Maha Pencipta mengampuni seluruh dosa kita di tahun 1439 H dan semoga di tahun baru 1440 H Sang Maha Pencipta memberikan kebaikan, keberkahan, kebahagiaan, kesuksesan, keistiqomahan dan derajat yang tinggi. Amin.

Selamat datang tahun 1440 H dan selamat tinggal tahun 1439 H. Semoga kita bisa meningkatkan amal kebaikan kepada sesama.

Reminder di ponsel, catat dan tempel di layar televisi, supaya saya jangan sampai ketinggalan apalagi lupa baca doa akhir tahun dan doa awal tahun nanti sore. Gugel dulu doanya kalau belum hafal, hehe…

Satu lagi, jangan lupa terus sedekah alias berbagi. Apapun bentuknya, tidak harus berupa uang atau barang. Tapi bisa juga like, komentar positif dan share artikel bermanfaat.

3 thoughts on “Cerita Senin Terakhir di 1439H”

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics