Alam Syarahan Ibu Rumah Tangga

Terbayang gak bagaimana perjuangan ibu rumah tangga dengan empat orang anak, melanjutkan syarahan demi doktoral yang diimpikan, setelah belasan tahun baru mendapatkan ridho dari sang suami. Salut dan sungguh bikin saya cemburu!

Bagaimana tidak, buat saya, melanjutkan pendidikan adalah sebuah syarahan sejak masih di bangku sekolah. Tapi kepentok kendala biaya, sekuat apapun saya berusaha, sampai memilih terlebih dahulu jadi buruh migran pun, pendidikan tidak ada kelanjutannya.

Hasil merantau sejatinya buat biaya kuliah, beralih jadi modal awal mengarungi kehidupan berumah tangga. Apalagi ketika sudah punya anak, kebutuhan untuk beli susu dan popok anak tidak bisa ditangguhkan.

Ketika perekonomian keluarga mulai membaik, eh, status istri dan ibu kembali menghalangi langkah saya. Mundur teratur dan pasrah, hingga sampai detik ini. Makanya ketika mengetahui bagaimana perjuangan orang lain demi bisa melanjutkan sekolah, saya seolah hanya bisa mengasihani diri sendiri. Seperti ketika mengetahui Mba Mia yang berjuang demi mencapai syarahan nya…

Awalnya tidak sengaja saya melihat perjuangan pengajar di UMSU ini melalui akun sosial medianya. Memiliki nomor kontaknya yang saya dapat dari group komunitas blogger, saya segera menghubunginya.

Berapa hari kemudian, ibu dari empat anak ini membalas pertanyaan saya disela kesibukannya sebagai ibu rumah tangga sekaligus dosen dimana kampus tempatnya mengajar memulai kuliah efektif dari 3 Oktober 2022 kemarin. Saya paham ia butuh waktu banyak untuk itu secara ia pastinya butuh penyesuaian waktu mengajar tatap muka 100%.

Cerita mengalir begitu saja. Ia tetap masih selalu bersemangat untuk terus melanjutkan pendidikan meski harus menunggu izin dari suaminya yang tidak sebentar. Ada waktu kurang lebih 11 tahun lamanya sehingga ia bisa memasuki kelas syarahan yang teramat diimpikan. Sebelas tahun, mungkin waktu yang saya alami belum sampai selama itu, tapi ketuk palu tak bisa meraih cita-cita rasanya final sudah.

Bayangkan bagaimana Mba Mia selalu gigih setiap tahun mencoba mengajukan dan membujuk suami agar memperbolehkannya untuk apply beasiswa. Selalu sabar meski sepertinya sang suami belum ridho. Lah saya, satu waktu suami ridho, tapi di waktu lain saya yang tidak bisa diprediksi masih suka angin-anginan.

Sampai akhirnya Mba Mia cerita kalau batas waktu bagi pelamar beasiswa pun terlewatkan. Meski mulai tahun 2022 ini Kemdikbudristek RI memperpanjang batas usia penerima beasiswa menjadi 50 tahun sayangnya tidak berlaku untuk mahasiswa on going (yang sedang kuliah).

Tentu saja ada rasa sedih, namun Mba Mia teramat yakin, beasiswa doktor tak hanya bisa didapatkan di awal masuk, insyaallah ia pun yakin akan mendapatkan beasiswa untuk penyelesaian disertasi nantinya. Sesemangat dan seyakin itu demi mencapai syarahan impian. Salut…

Sebagai dosen tentunya ada tanggung jawab profesi untuk terus belajar dan memperbaharui keilmuan. Maka salah satu jalannya adalah menempuh studi doktoral. Kualifikasi minimal seorang dosen adalah S2, dan cita-cita setiap dosen pastilah mencapai jenjang akademik tertinggi di dunia akademik, yaitu guru besar atau profesor.

Secara prinsip Mba Mia ingin menginspirasi anak-anaknya agar mereka melihat contoh terdekat yaitu ibunya, yang tak pernah berhenti mencari ilmu alias sekolah.

Meski tak memaksakan anak harus mengikuti jejak orang tua sebagai pengajar di perguruan tinggi, paling tidak pesan yang ingin ditanamkan pada mereka, bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi seorang muslim/muslimah, sebagaimana hadits Rasulullah SAW.

Wanita karir mengurus keluarga sekaligus menempuh kembali pendidikan bagaimana mengatur waktunya? Padahal sebenarnya kalau dibilang betul-betul support system, tidak juga. Karena di rumahnya gak punya ART yang selalu stand by membantu  mengurusi pekerjaan rumah setiap hari-harinya.

Namun Mba Mia tidak menampik jika memang ada seseorang yang membantu menyetrika pakaian, yang datang tiap Selasa dan Jumat. Hal itu diakuinya begitu saja sangat merasa terbantu. Saking nyamannya ia anggap itu seperti kakak sendiri. Maka ketika anaknya sakit langsung dibantu untuk biaya pengobatan.

Kebaikan berbuah kebaikan, alhamdulillah ketika Mba Mia sedang ada urusan di luar, misalnya saat ada ujian, ketenangan pun didapat karena ada yang menunggui si kecil sampai ujian selesai sampai bisa kembali ke rumah.

Support dari suami tercinta pun tidak bisa dianggap remeh. Meskipun menanti izin boleh lanjut studinya lama, sang suami tetap memberikan kasih serta ridho beserta supportnya. Misalnya menjemput anak yang SMP dari sekolah. Kadang kalau melihat istrinya pusing kelelahan di sore hari, beliau mau turun ke dapur semampunya.

Pun termasuk dalam masalah biaya. Karena melanjutkan S3-nya ini biaya mandiri, mau tak mau sedikit mengganggu anggaran rumah tangga. Alhamdulillah semua bisa mereka komunikasikan dan Allah pun mencukupkan.

Lebih salut lagi terhadap support dari anak-anaknya. Anak pertama dan ke dua yang sudah SMP dan SMA pun sangat membantu. Meski terkadang harus diminta dulu. Namanya juga anak-anak, meski bukan anak berkebutuhan khusus, tapi tetap saja manja dan ingin diperhatikan itu pasti ada. Apalagi tugas dan PR sekolah mereka juga sudah banyak.

Namun seperti si sulung, dapat diandalkan menjemput adiknya yang sepulang TK berada di daycare, agar tidak kelamaan di tempat penitipan anak itu, si kakak sulung dengan sigap menjemput adiknya dan sama-sama pulang ke rumah.

Sementara anak-anak yang SMP (si tengah no 2 dan 3) sudah bisa diminta beres-beres dan bebersih rumah, bolak-balik ke warung kalau saya ada perlu, membuang sampah, dan mengajak main adik bungsunya. Padahal masa-masanya itu teman-teman mereka masih ingin dimanja, melakukan hobi yang disukai seperti nonton drama Korea atau membaca novel remaja.

Ketika semua saling mendukung dan menciptakan kenyamanan, diakui Mbak Mia itu bikin hatinya merasa lebih tenang ketika harus melangkahkan kaki ke kampus UMSU untuk bekerja atau ke kampus USU untuk keperluan S3.

Alhamdulillah semua support yang didapat dari orang-orang di sekeliling Mba Mia amat disyukurinya. Saya harus belajar banyak darinya. Mengikuti semua perjalanan dalam menempuh syarahan nya melalui semangat menggapai cita yang dimilikinya.

18 thoughts on “Alam Syarahan Ibu Rumah Tangga”

  1. Masyaalah 11 tahun menunggu ridho suami, sungguh luar biasa sabar. Saya kalau di posisi itu akan berontak dan mengibarkan bendera perang. Berjuang untuk hak sebagai manusia, karena hak berkarir dan aktualisasi diri itu milik semua orang.

    Beda cerita jika suami belum memberikan izin karena biaya, karena keadaan yang tidak memungkinkan, asalkan kebebasan berkarir itu setara. Tapi kalau asal nggak ridlo, pasti istri yang menunggu sangatlah penyabar.

    Reply
  2. Ibu rumah tangga yang bisa menggapai cita-cita seperti mba Mia pastinya didukung oleh support system yang handal. Lepas dari kerempongan atur waktu, buat aku kesehatan juga penting sih. Salut untuk mba Mia

    Reply
  3. Salut banget sama Ibu-ibu yang tetap gigih dan semangat dalam melanjutkan pendidikan. Dan aku pun sebenarnya punya impian itu. Namun untuk saat ini masih terhalang karna status sebagai istri dan ibu. Belum lagi ekonomi yang belum memadai. Semoga suatu saat aku bisa melanjutkan study lagi. Aamiinn

    Reply
  4. Nambah kosakata baru nih, syahrahan. Selalu kagum sama cerita ibu-ibu yang selalu semangat dalam mengejar pendidikan dan karir, semoga setiap langkahnya selalu diridhoi oleh Allah SWT.

    Reply
  5. Wah iya
    Kak Mia selalu inspiratif
    Ditengah kesibukan sebagai dosen, mengurus anak, bahkan sekarang kuliah S3, kak Mia tetap aktif menulis blog bahkan buku

    Reply
  6. Mba Mia luar biasa banget. Masya Allah, penantian 11 tahun itu wow banget. Tapi Mba Mia selalu sabar, rajin, dan gigih. Akhirnya izin pun hadir dari suaminya.

    Padahal beliau punya anak 4 dan memiliki kesibukan yang luar biasa.

    Saya jadi malu sendiri. Suami saya ridho kalau saya kuliah lagi atau kursus yg saya mau.

    Masalahnya di saya-nya. Bulan ini semangat, nanti bulan-bulan berikutnya kendor.

    Kudu meneladani Mba Mia nih saya.

    Reply
  7. Dari Kak Mia pastinya menginspirasi kita para perempuan ya.
    Berkarya dan berdaya, sambil gak pernah henti untuk terus belajar

    Reply
  8. Aku dari lama pengin lanjut S2, tapi terkendala waktu kerja karena full seharian sampai jam 5. Lalu ada si kecil yang membuat sampai saat ini belum terlaksana juga. Semoga bisa menyusul seperti mba Mia, hingga kuliah doktoral.

    Reply
  9. Selalu salut dengan perempuan-perempuan pembelajar. Apalagi ini sampai nunggu 11 thn hanya untuk mendapatkan izin untuk melanjutkan pendidikan. Btw, belajar tidak harus secara formal ya. Di era digital sekarang, banyak juga lho media belajar yang bisa membantu perempuan untuk terus upgrade diri

    Reply
  10. Support system tuh emang ngaruh bgt, suami dan anak2 Mbak Mia menurutku keren,beneran ngebantu sih,dan suaminya ggcuma ngasih ridho aja tapi juga ngasih support system.

    Reply
  11. Salut banget sama perempuan-perempuan tangguh yang selalu semangat melanjutkan pendidikan meski sudah berkeluarga. Nyesek sih itu gak bisa dapat beasiswa di tengah perjalanan S3 nya mba Mia ya.

    Reply
  12. Banyak banget inti sari yang bisa diambil dari cerita Mbak Mia. Memang bener banget, saling dukung atau saling support itu memang menciptakan sebuah kenyamanan dan buat hati jadi lebih terasa tenang.

    Reply
  13. Hatur nuhun, Teh Okti, diabadikan jd tulisan di artikel blognya Teteh. Malu saya sebenarnya karena pasti di atas langit ada langit lagi, ada IRT yang lebih mantul lagi manage waktunya. Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam mengelola semua amanah ya, aamiin yra.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics