Mungkin kita bisa berikhtiar supaya terhindar dari FOPO (fear of other people opinion). Tapi bagaimana cara kita menghadapi orang yang justru pemilik fopo itu sendiri? Terlebih orang tersebut adalah orang terdekat kita, keluarga sendiri, atau teman dan sahabat karib?
“Mustahil ada kemajuan tanpa perubahan. Orang yang tidak dapat mengubah cara berpikirnya tidak akan bisa mengubah apa-apa.”
Saya setuju dengan kalimat penyemangat tersebut. Terlebih setelah menyambungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain yang sudah dialami dengan kaitannya kondisi fopo ini.
Nasib Diperbudak Penilaian Orang
Waktu kerja di luar negeri, karir majikan perempuan lebih tinggi daripada karir majikan pria. Saya kira dibalik semua itu tidak ada masalah berarti. Tapi ternyata semakin lama semakin memahami jika majikan pria (seperti) tidak ada keinginan untuk mengembangkan diri dan karir nya dengan alasan terlalu takut dengan omongan orang lain.
Majikan perempuan sering bilang, kalau Sir (Tuan) itu merasa gak pede untuk melanjutkan pendidikan ambil gelar demi meningkatkan karir karena dirinya sudah merasa jatuh lebih dulu mana kala sering mendapatkan ucapan (walau hanya candaan) dari teman dan lingkungannya.
Sir berasal dari keluarga sederhana. Saya sendiri tahu bagaimana kehidupan keluarga besarnya di desa. Mungkin keberuntungan yang membawa Sir bisa mendapatkan beasiswa hingga bisa melanjutkan kuliah.
Nekat melamar kerja ke sebuah perusahaan besar karena tuntutan saudara kandung dan orang tuanya yang membutuhkan biaya hidup. Sir sebagai tulang punggung keluarga banting tulang mencapai pekerjaan saat ini karena tidak ingin keluarganya mati kelaparan.
Beda dengan kondisi majikan perempuan (Mom) ia berasal dari keluarga berada. Sejak kecil sudah berada dalam lingkungan nyaman, terpenuhi kebutuhan dan curahan kasih sayang yang melimpah. Saya sendiri merasakan langsung bagaimana Ama dan Akong (ayah ibu Mom) begitu sayang dengan keluarga majikan saya, termasuk saya setelah saya bekerja ikut mereka.
Jangankan kepada anak menantu dan cucu, terhadap saya saja yang hanya pekerja asing, mereka sangat menyayangi. Saya dianggap anak terkecil mereka. Mengingat usia saya dan Mom anak bungsunya hanya berjarak sekitar 4 tahun.
Jika karir Mom melesat jauh, Sir justru seolah diam di tempat. Saat itu, bahkan kecakapan sir dalam dunia internet bisa dibilang setara dengan saya. Sungguh jauh sekali bukan? Saya yang pekerja asing, tak pernah mengenyam pendidikan (adanya ponsel dan internet saja saya ketahui saat bekerja di negeri orang) tapi bisa menyesuaikan diri dan semangat belajar ketika Mom memberikan kesempatan untuk itu.
Sementara Sir, meski warga negara setempat, punya kesempatan dan kesetaraan lebih, justru seolah tak tertarik. Saya kadang suka greget sendiri kalau ia pulang kerja, lalu membuat laporan di rumah secara manual. Bahkan saya sering melihat bagaimana Sir kesulitan input data melalui komputer untuk dikirim ke atasannya.
Saya baru percaya kenapa Sir seperti itu ketika Mom bilang Sir tak ingin belajar banyak karena gak pede. Berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, sering mendapatkan omongan seperti “buat apa susah-susah belajar, miskin mah miskin saja…” seperti itulah kata-kata dari keluarga dan lingkungan Sir yang bikin ia seolah tak memiliki keinginan untuk maju.
Salutnya, meski jenjang karir lebih tinggi istrinya, Sir menutupi kekurangan nya itu dengan tanggung jawab dan perhatian kepada istri dan anak-anak secara maksimal. Ibarat istilah kisah percintaan anak jaman now, Sir terlalu bucin sama istri dan anak-anak.
Mereka kan kerja shift. Kadang bareng, kadang tidak. Saat tidak bekerja Sir tak pernah lengah mendampingi anak. Menemani belajar di rumah, antar sekolah dan les, sampai bikin makanan kesukaan dan hal kecil lainnya. Apapun akan Sir lakukan untuk menyenangkan istri dan anak-anak.
Begitu juga Mom. Tahu suaminya gak pedean dengan omongan orang (beda dengan Mom yang selalu percaya diri dan memiliki pemikiran anjing menggonggong kafilah berlalu) ia selalu memposisikan diri berada di pihak suami. Bagaimana cara agar Sir nyaman dan tak minder.
Takut Dengan Omongan Orang Lain? Tanda Kamu Alami FOPO
Seperti yang dialami Sir, dulu tak kepikiran kalau itu adalah FOPO, Fear of Other People Opinion.
Kindisi seperti itulah, ketika seseorang mengurungkan niat untuk melakukan sesuatu karena merasa takut akan opini atau anggapan orang lain atas tindakan yang dilakukan, bisa jadi mengalami yang namanya FOPO si Fear of Other People Opinion tadi.
Rasa khawatir akan opini orang lain atas diri sendiri tentu saja normal ya. Tapi kalau kekhawatiran dan rasa takut itu kemudian malah membatasi diri untuk bisa berkembang menjadi lebih baik lagi, tentu ketakutan itu akan menjadi sebuah masalah.
Bagi orang yang tidak fopo bisa saja mengatakan dengan entengnya ngapain sih mikirin perkataan orang, kalau saya mah sabodo wae lah.
Tapi bagi mereka yang mengalami bisa saja memiliki perasaan takut akan opini atau anggapan dari orang lain atas dirinya itu. Mau berupa tindakan, penampilan, cara dalam melakukan sesuatu, dan sikap lainnya.
Rasa takut akan opini orang lain itu muncul antara dorongan keinginan untuk terlihat ideal di depan orang-orang, sekaligus dorongan keinginan untuk diterima di tengah orang-orang tersebut. Bagaimana pergolakan batin orang tersebut, pastinya tidak mudah.
Orang yang punya rasa takut akan opini orang lain tentangnya ini tidak jarang memutuskan tidak melakukan sesuatu, yang awalnya sudah dia niatkan untuk dilakukan. Padahal, bisa jadi tindakan tersebut bisa menjadi jalan bagi dirinya untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik lagi. Akibatnya, perkembangan diri maupun karir bisa jadi stagnan alias tidak berkembang. Seperti yang dialami Sir, majikan saya.
Akibat dari FOPO
Hidup dengan rasa takut akan opini orang lain, akan membuat seseorang sulit untuk mengembangkan dirinya. Bagaimana akan berkembang jika untuk melakukan suatu hal atau tindakan saja dirinya harus berpikir seribu kali untuk melakukannya, bahkan walaupun akhirnya tindakan itu tidak jadi dilakukan.
FOPO juga kadang bikin orang tidak jadi dirinya sendiri. Diri yang ditampilkan di depan orang lain merupakan versi lain dari dirinya yang memang diperuntukkan untuk sesuai dengan ekspektasi orang lain. Secara takut akan omongan orang itu tadi kan. Padahal, karakter atau pun pembawaan aslinya berbeda dengan versi dirinya yang dikenal oleh orang kebanyakan tersebut.
Sifat fopo juga bisa jadi semakin mengikis kepercayaan diri yang dimiliki oleh seseorang. Orang tidak akan merasa percaya diri untuk melakukan suatu hal yang dia senangi, karena merasa takut akan dikritisi oleh orang lain atas tindakan yang dilakukannya tersebut. Lama kelamaan, tentu saja kepercayaan diri yang dimilikinya akan semakin menipis bahkan mungkin hilang?
Kiat Menghadapi dan Mengatasi FOPO
Dari interaksi antara majikan saya dimana yang satu memiliki fopo dan satunya lagi selalu percaya diri, plus ditambah pendapat Mom selaku orang yang memposisikan diri bagaimana seharusnya menghadapi pasangan yang fopo berat, bisa diambil langkah-langkah berikut yang mungkin bisa jadi alternatif jika kita mengahadapi orang fopo:
✔️Beri pemahaman kepada orang fopo untuk berpikir bahwa di luar sana itu tidak semua orang peduli pada diri kita
✔️Ajak untuk tidak lagi merasa takut akan opini orang lain atas diri kita. Kenapa takut, toh kita tidak hidup bergantung kepada mereka yang beropini, bukan? Anggap saja kita ini seorang penulis lepas, yang bisa bebas mengekspresikan apapun…
✔️Terus ajak untuk meyakinkan diri bahwa tidak semua orang peduli dan punya waktu untuk menilai bagaimana tindakan orang lain. Ada banyak hal yang penting untuk dilakukan orang lain tersebut, dibanding harus memberikan opini negatif atas tindakan orang lain di sekitarnya. Termasuk ikut campur urusan kita
✔️Jangan lagi berpikiran untuk menilai orang lain. Selamat tidak merugikan jalani saja kehidupan masing-masing. Tidak jarang, rasa takut akan opini orang lain disebabkan karena diri sendiri kerap kali menilai bagaimana cara orang lain bertindak, berpenampilan, berpikir, dan sebagainya. Oleh sebab itu, jika tidak ingin dihantui dengan rasa takut akan opini orang lain tersebut, mulai dari sekarang fokuslah pada diri sendiri dengan tidak menilai bagaimana orang lain.
✔️Yakinkan kalau semua orang itu wajar melakukan kesalahan. Justru takut berbuat salah atau pun melakukan suatu hal yang membuat malu, merupakan pemicu FOPO.
✔️Atasi fopo dalam diri dengan mengajak untuk bisa menerima kenyataan. Bahwa kesalahan atau pun sedikit rasa malu merupakan normal adanya dan merupakan bagian yang tidak terhindarkan dari kehidupan.
✔️Ajak untuk selalu bisa ikhlas memaafkan. Apapun perlakuan orang, bikin kita sakit hati minder atau takut, langsung buka hati untuk memaafkannya. Dengan ikhlas memaafkan, tidak lagi mengingat, hati akan lebih damai dan pikiran akan lebih tenang.
Yuk! Tingkatkan percaya diri
Fear of Other People Opinion membayangi banyak hal dalam kehidupan, tidak terkecuali aktivitas seseorang. Ada orang yang merasa takut untuk memulai, disebabkan karena takut orang-orang di sekitarnya akan menilai bahwa dirinya belum mampu untuk take action dan lain sebagainya.
Sejatinya, tidak ada larangan bagi pemula untuk memulai apapun…
Tidak perlu merasa FOPO, kita bisa mulai mengubah pola pikir sekarang juga dengan rasa percaya diri.
Btw, akhir-akhir ini saya justru merasa malas untuk posting apa saja tentang keseharian (kecuali job). Selain merasa malu oleh tetangga dan lainnya, juga semacam ada pikiran takut dihujat atau buruknya tanggapan orang lain yang mengetahui keseharian saya akan opini atau unggahan saya di media sosial. Tak heran setiap hari saya lebih banyak rebahan, baca novel online, atau baca buku tentang perempuan. Yang kesemuanya saya simpan sendiri.
Dikit-dikit pamer, dikit-dikit cerita di status buat apa kalau bukan mau sombong? Seperti itulah ketakutannya. Padahal saya yakin kalau seseorang memutuskan untuk mengunggah apa pun bukan berarti mau pamer. Toh, unggahannya juga sama sekali tidak melanggar aturan apa pun atau menyinggung siapa pun…
Nah, apakah sikap yang saya lakukan ini juga termasuk fopo?
“di luar sana itu tidak semua orang peduli pada diri kita”
Ini harus di-highligt utk diri saya sendiri.
Membaca “Kiat Menghadapi Pemilik FOPO (Fear of Other People’s Opinion)” di blog kamu beneran bikin mikir dan ngerasa relate banget! Suka banget sama kiat-kiat yang kamu share, kayaknya bisa bantu banyak orang yang ngalamin FOPO.
Pertanyaan nih, menurut pengalaman kamu, kiat mana yang paling efektif buat mengatasi FOPO? Atau mungkin ada pengalaman pribadi kamu yang jadi turning point buat bisa lebih nyaman dengan diri sendiri?
Makasih udah berbagi kiat yang powerful ini. Semoga bisa bantu lebih banyak orang untuk merasa lebih percaya diri!
Teruskan tulisan-tulisan inspiratifnya,
Pemikiran orang lain atas diri kita itu bisa positif dan negatif, begitu juga efeknya jika kita tak mampu menghadapinya. Adakalanya opini dia atau mereka itu baik untuk kita, tapi tak sedikit yang justru menjebak diri membuat kita makin kesal, sedih dan tak percaya diri. Yang penting kita rajin introspeksi diri saja sudah cukup.
Rakyatnya agak gimana gitu deh kalau IGekk aku.. kalau di X, aku santuy sering sharing, karena di X rata2 hanya blogger, yg aku tau mreka jg santuy orang2nya..
Nuhun teh kiat2nya
Orang yg FOPO cenderung jadi people pleasure ya..asal orang lain senang hingga melupakan kebutuhan/kepentingan diri sendiri. Tentunya ini tak baik ya.. Terima kasih sharing tips nya Teh.. insyaallah sangat bermanfaat.
Mungkin daripada disebut FOPO, mungkin lebih tepat disebut menjaga diri, Teh. Aku tuh dibilangin temenku bahwa tidak semua hal bisa diposting, apalagi jika itu urusannya tentang keluarga
Molly kadang suka fopo nih. bikin takut komen, ntar apa kata orang2. tapi kalo kita nggak komen pun, ada aja kritikan dari orang2. so ngapain takut sama penilaian orang lain?
Aku baru denger istilah fopo ini. Soalnya tahunya fomo aja. Btw aku sering banget kepikiran tentang tanggapan orang lain apalagi kalau share sesuatu di sosmed. Tapi ku pikir. Ya kita juga perlu mempertimbangkan sih kalau mau share apa-apa di sosmed.
FOPO dalam arti bebas adalah takut di “nyinyirin” adalah hal yang harus dilawan bila ingin maju.
Benar sekali, Fear of Other People’s Opinion (FOPO) seringkali menjadi kendala yang signifikan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Takut akan pandangan orang lain dapat menghambat langkah-langkah kita, terutama dalam memulai sesuatu yang baru. Ini adalah masalah umum yang dihadapi banyak orang.
Kalau dipikir-pikir, telalu FOPO juga bisa menghambat perkembangan diri ya, Mak.. Tapi aku ini pernah mengalami juga. Jadi takut diomongin orang, overthinking, padahal mungkin orang-orang juga ngga mikir ke sana.
Lingkungan juga pastinya berpengaruh membentuk seseorang menjadi FOPO kan, Mak?
Sejujurnya, aku taut FOPO kalo postingnya di IG.
Selebihnya, seneng-seneng aja siih.. hihi, gak akut FOPOnya kalik yaah..
Tapi aku rasa.. di zaman digital ini wajar banget merasa FOPO. Yang gak wajar kalau reaksi kita jadi berlebihan ya..
Hati-hati posting, menurutku wajar sii..
((pembenaran buat aku, si paling mager.. huhuhu..))
Aku pernah tuh yang nelan banget apa yang orang katakan. Jadinya terjun bebas, ngerasa bukan siapa-siapa. Asli gak enak banget. Buat bangkitin rasa percaya diri kaya sekarang aja butuh waktu yang gak sebentar
apakah kita senasib? malas posting di media sosial karena fopo takut dibilang pamer? makanya sekarang sosmedku nyungsep ga diupdate 😀
gara-garanya sih takut dilihat saudara2, dianggap hidupnya enak sementara mereka masih ngap2an berjuang. engg berarti fopo juga ya 😀
FOPO kadang ada baik ada buruknya juga. Salah satu yang butuk jadi menghambat untuk bisa maju karena khawatir omongan orang ya teh, kyk yang dialami Pak Sir itu.
Kalau dipikir2 kadang ada orang komen wes yang paling enak biar gak baper adalah menganggap mereka peduli dan perhatian pada kita, tapi gak semua omongan orang harus dimasukin hati atau dirututi karena kita lah yang memegang kendali penuh atas hidup kita.
Tapi memang benar kok, gak semua orang itu sebenarnya peduli dengan kita. Jadi memang lebih baik berjalan dengan apa yang kita yakini dan tanpa merasa takut orang harus menilai kita. Walau sebenarnya fopo ada plus minus ya teh.
Well i used to a FOPO’s person, opinions of other are matters to me, makanya sering overthinking dan serba salah aja gitu rasanya
FOPO ini istilah baru ya mak yang lagi happening nih di sosmed. aku lebih khawatir nih kalau anak2 di rumah yang kena FOPO. sayang aja mereka lagi bersemangat mengembangkan potensi terbaiknya
FOPO ternyata bisa membawa hal negatif pada diri seseorang ya Teh jika dibiarkan saja. Padahal kita ga perlu mendengarkan opini orang lain. Iya juga ya Teh akupun juga terkadang mau ngepost ini itu tapi udah galau duluan karena takut orang ga seneng, takut orang nyangka kita pamer. Padahal belum tentu juga mereka mikir begitu ke kita xixi
FOPO … istilah baru buatku, di era digital dengan medsos yang jadi aktivitas sehari-hari bisa aja yah kena FOPO. Takut dikomentari orang bahkan orang yang jauuuh dan tak dikenal sekalipun. Harus PD tapi enggak over dan ada kalanya perlu menutup mata telinga dari opini orang lain.
Enggak enak banget hidup dihantui FOPO
Makanya beruntung saya beranjak pelan-pelan dari situ
Saya pun jadi bisa hidup tenang, tidur nyenyak dan have fun dengan anak-anak
Betul, tidak semua orang benar benar perduli dengan diri kita. Komentar terkadang hanya opini untuk memuaskan orang mengeluarkan pendapat. Sebaiknya kita juga tidak usah terlalu berkomentar pada orang lain, takutnya karena komentar kita, orang lain malah terkena Fopo ini.
Yang terakhir itu, soal ngeblog, kayaknya termasuk FOPO ya, Teh.. hihi. Soalnya mikirin pendapat orang lain, iya gak sih?
Aku kadang juga gitu kok. Tapi lebih banyak malesnya, sih. Hahaha.
Btw makasih sharing cerita, pengalaman dan ilmunya ya, Teh 🙂
Nah, saya bahkan pernah sampai kaya mati statusnya karena ngerasa banyak yang iri bahkan dimata2i oleh orang2 yang ga suka sama saya. Itu kayaknya termasuk FOPO juga sih kak. Rugi juga ternyata karena mereka malah ngiranya aku cuma rebahan doang haha ga nge-job, jadi serba salah kan?
Wah baru tahu istilah ini, sepertinya banyak orang Indonesia seperti ini ya Mbak setiap mau melakukan suatu hal yang dipikirkan duluan ah apa kata tetangga, apa kata saudara. Ternyata hal ini menghambat kemajuan kita ya, harus dihindari
Kalau aku sih gak mau dengee dan hidup di atas omongan orang. Harus jadi yang terbaik untuk hidup yang lebih baik.
Setelah beredar istilah FOMO.ada juga istilah FOPO ya. Tapi bener banget. FOPO itu mengerikan bisa bikin orang ‘lumpuh’. Orang jadi insecure. Barangkali untuk mengatasi FOPO, PERLU BANGET untuk bersikap BODO AMAT sama pendapat orang lain yang gak relevan. Hahahaha.
Hindari deh yang namanya Fopo belum tentu sih stiap orang peduli.akan keberadaan kita untungnya aku daridulu trbiasa gak peduli akan omongan orang bersikap santai dan cuek aja
Mikirin apa kata orang itu sama dengan menali diri sendiri. Kata ibuk dulu, “jangan dengarkan semua kata orang, kan enggak semua orang ngasih makan kita.” Yang jadi masalah itu kalau takut apa kata orang, terus org yg ngatain menyebar hoaks ke diri kita yang ujungnya ke reputasi. Ada enggak cara gimana ngadapin hoaks itu?
Pernah hidup dengan narc yang beneran FOPO. Maklum, buat dia pencitraan adalah segalanya. Tapi ini sudah ekstrem sih. Lebih baik jaga jarak daripada ikut sakit jiwa.
Kalo kebanyakan FOPO bikin capek ya. Lagi pula kebayang dah tuh lelahnya kerjaannya hanya mikirin “bagaimana pendapat orang”. Lebih baik mikirin hidup gimana agar bisa Husnul khatimah
Aku baru tahu ada istilah FOPO. Yang ku tau cuman FOMO. Eh, berarti aku termasuk FOPO dong. Aku selalu ovt sama apa yang dibilang orang tentang aku. Dan aku paling menghindari digosipin orang di belakangku. Apa ini termasuk FOPO?
Biasanya FOPO dialami seorang introvert, cuma kadang berfikir. Buat apa mikirin pendapat orang lain yang emang ga suka kita, tapi kita gak pernah mikirin apakah kita sudah disuka tuhan kita?
Mbak okti ini sepemikiran dengan saya. Saya tipikal kalo bikin status selalu maju mundur. Ujung ujungnya nggak jadi di share, takut ini itu lah. Intinya saya takut dikomentari, padahal ya belum pernah kejadian lo
Bahaya banget sama lisan dan tulisan kita yaa..
Bisa jadi memberikan efek buruk buat orang lain. Dan semoga FOPO ini memberikan kita pelajaran sekaligus titik balik untuk bangkit menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijak dalam berkarya.
Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Ini jd salah satu “andalan” saya dalam menghadapi FOPO. Ada yg setuju/suka, tapi hampir pasti ada jg yg tidak. Sudah hukum alam.
Pernah sih ada dalam situasi FOPO. Dan itu melelahkan..
dulu saya pernah juga mba Okti mengalami hal ini, tapi sekarang kayak udah mulai belajar ga mau ambil pusing sama omongan orang, sekarang lebih milih fokus ke diri sendiri dan ngembangin diri dan mencapai semua impian
Bener banget nih! FOPO emang sering bikin kita jadi kurang nyaman dan susah buat jadi diri sendiri. Padahal, setiap orang punya keunikan dan kelebihannya masing-masing, kan? Lebih baik fokus sama pengembangan diri dan yang penting bahagia, daripada terlalu khawatir sama pandangan orang lain. Semua pasti akan lebih indah kalau kita bisa jadi diri sendiri tanpa takut dicibir. ✨
Setujuuu, meningkatkan kepercayaan diri bisa mengurangi rasa FOPO ya maaaak.. Tapi memang namanya hidup, pasti ada aja sih ya komentar dari orang lain. Mau nggak mau kita harus belajar nerima juga yaaa
Bisa jadi termasuk fopo itu Teh ketika bingung menghadapi pendapat tetangga. Sama tuh kalau saya posting apa, tetangga kan taunya pekerja digital kayak kita tuh cuma di rumah aja, duduk2 ga ada kerjaan hehehee..
orang lain cuma ngasih komentar, cuekin aja gak usah dipikir dan dimasukin hati. toh mereka ngomongin juga gak pake mikir dan gak make hati