Jengkol prospeknya sangat bagus untuk dibisniskan. Jengkol diapain saja biar bisa jadi lahan bisnis? Tapi kenapa harus bisnis jengkol, sih? Apa tidak ada pikiran untuk bisnis yang lain?
Pikiran ini terlintas saat ngobrol bareng teman yang berada di Taiwan saat kasih komentar soal foto di Instagram (ig). Saat itu, fotoku mengcapture goreng jengkol sebagai backgroundnya. Tidak banyak yang ngeh kalau itu goreng jengkol. Mungkin karena tidak banyak yang biasa makan goreng jengkol jadi tidak hafal kalau itu penampakkan jengkol, hehe!
“Kemarin saya ke Taichung nyari jengkol, Teh. Mahal banget, NT$250 paling ada sepuluh bijian,” begitu celoteh teman yang tinggal di Taiwan.
Wah, sepuluh biji jengkol itu beratnya paling seperempat kilogram juga tidak sampai. Kalau digenapkan saja seperempat kg, harganya NT$250, berarti 1kg NT$1000 dong. Padahal, dengan kurs saat ini, NT$1 kira-kira sama dengan Rp.390. Jadi kalau seribu dolar uang Taiwan, sama dengan Rp.390.000.
Bayangkan! Satu Kg jengkol di Taiwan dihargai sekitar Rp. 390 ribu. Padahal, di kampungku saat ini, satu kg jengkol yang paling bagus cuma Rp.15.000. Yang itu kalau beli banyak, ditawar Rp.12 ribu juga bisa dikasih. Hemm…
Prospek yang cukup bagus dan menggiurkan bukan untuk berbisnis jengkol di Taiwan? Hehe… Tentunya yang mengkonsumsi ya orang Indonesia yang tinggal di sana. Makanya harganya mahal, karena proses membawa jengkol ke sananya yang mahal dan beresiko kalau katahuan…
Jangan salah, pengalamanku saat masih tinggal di Taiwan, sepulang liburan, dan salah seorang teman makan di warung nasi Indonesia dengan menu semur jengkol, keesokan pagi harinya di toilet tercium bau khas dari jengkol yang sangat menyengat! Padahal, toilet itu dipakai untuk semua pekerja termasuk pekerja dari negara Thailand, China, Myanmar dan Philifina.
Alhasil gemparlah semua orang yang khususnya yang sudah kembali dari toilet. Mereka saling bertanya dan saling bergidik, membicarakan bau jengkol yang menurut mereka bau sesuatu yang aneh. Hanya kami orang Indonesia yang adem ayem tidak terlalu mempermasalahkan bau di kamar mandi itu.
Sepertinya memang perlu hati-hati kalau mau mengkonsumsi jengkol si pembawa nafsu makan ini. Meski aku juga doyan jengkol dan di kampungku harga jengkol murah, namun bagiku tidak sembarangan makan jengkol begitu saja. Apalagi suamiku juga suka banget makan nasi liwet plus ikan asin dan lalap sambel. Lalapannya ya goreng jengkol itu. Diharapkan harus bisa mengolah supaya jengkol yang dikonsumsi tidak menghasilkan bau yang tidak enak saat buang air kecil atau buang air besar.
Berikut sedikit info agar bebas bau setelah mengkonsumsi jengkol berdasarkan pengalaman pribadi. Meski tidak bisa menghilangkan bau seratus persen, namun paling tidak bisa meminimalisir bau saat buang air kecil, sehingga orang yang menggunakan toilet setelah kita tidak spontan menutup hidung sambil bergidik.
Pertama pilihlah kualitas jengkol yang baik. Jika makan jengkol mentah, jangan sekaligus makan jengkol yang matang (digoreng) pada hari yang sama. Begitu juga sebaliknya, kalau sudah makan jengkol yang digoreng jangan mencicipi jengkol yang mentah. Hal ini menurut pepatah di daerah Sunda supaya terhindar dari “jengkoleun” atau keracunan jengkol.
Yang kedua, supaya bau jengkol tidak terlalu menyengat, sebelum digoreng atau dimakan mentah potong-potong dulu jengkol dan buang kulitnya. Lalu rendam jengkol hingga semua permukaan tertutup air. Sambil sesekali diaduk, buang air rendaman dan ganti dengan air yang bersih. Lakukan beberapa kali hingga jengkol siap dimasak.
Dengan merendamnya lebih dulu, bau (getah) jengkol akan terbuang dan saat kita makan, insya Allah air seni tidak (terlalu) menyengat baunya 🙂
Boleh dicoba, dan selamat berbisnis jengkol 🙂