Media Sosial, Anak dan Tanggung Jawab Kita

Media Sosial, Anak dan Tangung Jawab Kita

Gara-gara ikut pelatihan yang diadakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) saya bisa ikut berdiskusi terkait media sosial yang zaman now lagi ngehit alias naik daun.

Hari gini siapa pula yang tidak punya akun media sosial? Yang tidak punya ponsel aja kali ya? Dijawab sendiri… Informasi kalau Indonesia masuk peringkat lima besar pengguna internet itu tandanya masyarakat kita memang sudah melek internet yang di dalamnya termasuk pengguna media sosial.

Serunya diskusi yang dibahas bersama Mas Samiah Bintang N dari Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) ini selain tentang media sosial (medsos) itu sendiri juga membahas mengenai pentingnya medsos, persoalan anak dalam medsos, termasuk apa yang bisa kita lakukan lewat medsos ini?

Mas Bintang sebagai nara sumber dari LSPP

Medsos muncul sangat fenomenal memang. Hadir sebagai media baru di zaman kekinian. Medsos muncul karena dibutuhkan untuk berbagi dan membagikan ulang informasi yang dapat menjangkau jutaan orang tanpa harus melalui intervensi wartawan.

Ini jelas membedakan antara media sosial yang karakteristiknya terbuka bisa digunakan oleh siapa saja, bebas interaktif baik dalam komentar maupun forum, dan jangkauannya mudah serta cepat menyebar (shareable, viral). Sementara karakteristik media konvensional lebih tertutup karena dikendalikan oleh otoritas tertentu, komunikasi searah dan ada teknis penyaringan, informasi hanya untuk diketahui tanpa bisa diproduksi ulang sehingga jangkauannya pun lebih sempit.

Medsos sudah melekat kuat dalam kehidupan keseharian masyarakat. Baik pengguna atau bukan tidak bisa dipungkiri kalau kita memang memerlukan medsos sebagai alat untuk berbagi dan bertukar pikiran, berbagi informasi, sebagai sarana komunikasi, manfaat ekonomi, termasuk sebagai sarana hiburan atau permainan.

Kekuatan medsos menimbulkan dampak lain seiring dengan perkembangannya yang teramat pesat. Penyampaian informasi menjadi tidak terkendali. Siapapun dan kapanpun bisa mengabarkan segala macam hal, mulai yang remehtemeh sampai berita eksklusif. Saking tidak terbendungnya, forum sosial bisa jadi ajang lempar melempar amarah, kebencian sampai fitnah. Tidak sedikit juga medsos menjadi awal munculnya berita bohong (hoax) dan atau fake news.

Sebagian lagi orang memanfaatkan medsos sebagai ruang kampanye, iklan, sampai pencitraan yang ujungnya berbau politis.

Dampak yang paling meresahkan baru-baru ini adalah dimana medsos dijadikan alat merekrut orang untuk tindak kejahatan, terorisme, sampai dunia prostitusi.

Sebagai orang tua, sebagai blogger dan pengguna medsos kita melihat isu anak dan perempuan seolah menjadi nilai jual yang teramat laris. Berasa percaya tidak percaya manakala diinfokan Mas Bintang kalau lebih dari setengah pengguna internet di negara kita adalah kaum perempuan. Hasil survei PUSKAKOM UI dan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) 14 April 2015 menyatakan kalau 73% pengguna internet di DKI Jakarta adalah perempuan.

Entah apa daya tariknya yang buat medsos jadi jenis konten internet yang paling diakses dari jenis internet lainnya. Konten medsos yang paling sering dibuka netizen yaitu Facebook, Instagram dan YouTube.

Isu anak dan perempuan di medsos tidak luput dari pantauan negara. Undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan setiap anak mempunyai hak sebanyak 31 point. Termasuk dalam dunia medsos, anak tetap mendapat perlindungan untuk bermain, kreasi, partisipasi, berhubungan dengan ibu bapak bila terpisah, kebebasan beragama, berkumpul dan serikat. Mendapat perlindungan untuk kelangsungan hidup tumbuh dan kembang.

Harus diingat pula setiap anak mendapat perlindungan dalam nama, identitas, kewarganegaraan, pendidikan, informasi, kesehatan dan kehidupannya yang layak.

Konten media sosial tidak semua baik, tak juga semua buruk. Ada yang positif menyehatkan sebaliknya ada yang negatif dan menyedihkan. Anak-anak yang sudah mulai bisa mengakses medsos harus dilindungi dan mendapatkan jaminan keamanan.

 

Lalu apa yang bisa kita lakukan? 

Banyak. Sebagai orangtua, sebagai penggiat medsos kita harus lebih dulu peka dan memiliki rasa empati terhadap anak baik anak kandung maupun di sekitar lingkungan. Partisipasi kita dalam kampanye kesehatan dan kesejahteraan anak lewat media sosial bisa jadi jalan untuk mengurangi dampak negatif medsos bagi anak. Hal lain yang bisa kita lakukan misal dengan mengangkat isu pentingnya gerakan literasi, pentingnya pelajaran karakter bagi anak sejak dini yang kesemuanya bisa dilakukan melalui medsos.

Karena medsos bukan milik sendiri maka apa yang akan kita publish harus lebih dulu melalui tahapan seleksi dan pemikiran baik dan buruknya. Apa yang sudah terlanjur keluar, status sekalipun, adalah menjadi milik umum. Karena itu paling tidak tentukan apa yang mau kita posting baik tulisan atau foto dan video apakah akan sesuai dengan jejaring (teman) kita di medsos?

 

Tantangan membuat konten 

Mas Bintang pun memberikan tugas kepada semua peserta diskusi untuk membuat sebuah postingan baik tulisan atau foto di akun medsos masing-masing. Tantangan tersendiri nih untuk semua peserta yang mayoritas notabene adalah social media activis yang sudah berpengalaman.

Saya sendiri terkait pengarusutamaan gender pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak asli sama sekali tidak punya ide, selain ingat terhadap anak yang ditinggal di rumah dua hari satu malam.

Iseng goodybag dari KPPPA berupa kartu SAYA GEMBIRA saya foto dan memberikan caption berisi kata hati saya sebagai seorang ibu terhadap anaknya. Lumayan panjang, namanya juga curhat emak-emak…

Detik-detik mau mengakhiri caption saya malah ingat teman di luar negeri yang bekerja sebagai TKI, mereka juga meninggalkan anak dan keluarga sehingga pengasuhan anak tidak jarang sepenuhnya diserahkan kepada nenek si anak. Mereka memberikan gadget buat anak meski secara usia belumlah cocok. Saya pikir padahal kartu SAYA GEMBIRA ini juga gak kalah bagus. Saya yakin Fahmi putra saya akan senang mendapat oleh-oleh mainan kartu ini.

Sebisa mungkin saya menghubungkan antara pemikiran saya tersebut dalam caption supaya sejalan dengan hastag yang diberikan KPPPA yaitu #Setara dan #3ends.

Published!

 

Hasilnya alhamdulillah termasuk yang diapresiasi dan mendapat gift berupa powerbank. Hem… Padahal dibanding postingan teman-teman punya saya asli yang paling ndeso banget. Gak kreatif sama sekali.

Sebelum acara usai Mas Bintang “membedah” setiap postingan dari peserta dan tidak lupa juga memberikan masukan. Ternyata postingan yang baik dan mendidik itu sebenarnya sederhana saja. Selain memperhatikan etika kesantunan dalam media sosial juga hal yang harus diperhatikan adalah:

Postingan Text

  • Usahakan menggunakan kalimat pendek. Aktif
  • Mengandung cerita (narasi  dan atau deskripsi)
  • Menggunakan kata ganti orang kesatu (aku, saya)
  • Based on kesaksian atau pengalaman
  • Kutipan yang menarik, inspiratif

 

Postingan video/foto

  • Deskripsi visual kuat
  • Komposisi warna stabil
  • Kontras
  • “Bicara” tentang manusia
  • Gambar memiliki makna

KPPPA berharap bengan hasil diskusi ini semoga apa yang akan kita posting di medsos selanjutnya akan lebih baik dan berguna. Lebih melindungi anak dan perempuan serta bermanfaat untuk umat sebagaimana yang diharapkan oleh KPPPA atas terselenggaranya pelatihan ini.

Sisi positif dan negatif medsos bagi anak bukan hanya tanggung jawab orang tua tapi sekaligus tanggung jawab semua pihak termasuk negara. Yuk dukung internet sehat dan medsos positif bagi anak dengan memulai dari kita sendiri. Buat postingan yang bermanfaat dan mendidik.

 

 

 

9 thoughts on “Media Sosial, Anak dan Tanggung Jawab Kita”

  1. Kids zaman now emang ga bisa lepas dari gadget dam sosial media. Kalaupun di keluarga ga dibiasain, tapi lingkungannya pasti mempengaruhi. Jalan tengahnya memang harus diperbanyak konten positif untuk anak anak, sehingga mereka bisa menikmati sosial media sesuai kapasitasnya. IMO..

    Reply
  2. Acaranya menyenangkan sekali pasti ini yaa, teh…
    Membuka mata para orangtua untuk sadar bahwa bahaya anak itu ada di depan mata jika sudah diberi gadget.

    Barakallahu fiik, teh Okti sudah berbagi.

    Reply
  3. Asik bangeet dapat power bank 😀

    Anakku yg SD tuh udh minta punya sosmed sendiri. Krn bnyak tmn nya yg pegang hp dan udh main sosmed. Anakku msh kuminta bertahan dg hape offline, klo pun punya sosmed, boleh tp di hape emaknya. Pasword aku yg pegang, mereka blm dikasih. Hehe

    Reply

Leave a Reply to Anindita Ayu Cancel reply

Verified by ExactMetrics