Menyikapi Tabur Tuai Kehidupan

Kamis malam Jum’at ini minggu terakhir acara tahlil untuk Almarhum Pak Ustadz, tokoh agama kami di kampung. Mau tidak mau, suami yang didapuk masyarakat untuk menggantikannya baik dalam mengisi ceramah rutin, maupun saat ada kegiatan peringatan hari besar Islam.

Sebenarnya suami tidak bersedia dan menolak keras ketika beberapa hari lalu dipanggil tetangga untuk hadir di acara rembugan di madrasah yang ternyata tiba-tiba diberi amanat untuk memegang keuangan masjid sekaligus ditunjuk sebagai pengganti almarhum.

Jujur soal mengelola keuangan umum atau lembaga sebenarnya bagi saya dan suami lebih baik menghindar. Itu kenapa suami sampai berkali-kali selek dengan rekan kerjanya di sekolah gara-gara selama mengabdi suami selalu menolak ketika mendapat giliran menjadi bendahara.

Tidak ingin mencari masalah, karena memang tidak sanggup untuk amanah melihat situasi dan kondisi dana operasional sekolah yang akan dikelola (juga melihat pengalaman teman-teman sebelumnya) maka suami selalu tegas memilih menolak. Tidak peduli dianggap terlalu idealis oleh sebagian rekan guru.

Tapi ketika Pak Ustadz di kampung kami meninggal, dan masyarakat tiba-tiba menyerahkan kepemimpinan masjid kepada suami (mentang-mentang suami guru mengaji di kampung) sebagai penggantinya, kami tidak bisa mengelak.

Meskipun dengan berbagai syarat yang kami ajukan, sesepuh dan tokoh masyarakat tetap saja menunjuk suami sebagai orang yang pantas menurut mereka.

Apalagi ketika disodorkan statement apakah akan tega membiarkan kepengurusan masjid terbengkalai sementara dalam soal ini, suami memang sudah dan tengah belajar mendalami soal itu.

Akhirnya ya suami siap jadi pelaksana harian saja, sementara tidak siap kalau dikukuhkan. Mau sekedar mengemban amanah masyarakat karena pada dasarnya kalau untuk urusan berkaitan dengan orang banyak suami saya itu asli paling takut.

Maksudnya takut, itu karena sifatnya yang pemalu dan orangnya sedikit bicara. Mendapatkan sedikit kritikan dari saya saja, baper nya bisa sekian lama. Suka overthinking sehingga kadang menghambat ke permasalahan lain.

Alih-alih mau sedikit demi sedikit belajar, semakin ditekan justru akan semakin berontak. Saya sendiri bukan tidak mau berusaha, tapi lebih ke cari aman. Supaya caina herang laukna beunang. Pelan-pelan saja asal berhasil.

Begitu juga dengan menjalankan amanah dari masyarakat akan menggantikan Pak Ustadz yang telah tiada ini. Kalau di rumah, saya yang ambil alih urusan pencatatan keuangan masjid dan mengurus segala keperluan baik pemasukan maupun pengeluaran.

Belajar kepada Bu Haji istrinya Almarhum Pak Ustadz, ditambah masukkan dari para ibu-ibu yang biasanya jago dalam urusan mengatur keuangan rumah tangga, saya terapkan ilmu yang sekiranya bisa bermanfaat dalam pengelolaan keuangan masjid ini.

Sambil diam-diam saya juga menerapkan ilmu Sedona Methode dalam mendampingi suami mengemban amanah ini.

Tabur tuai dalam kehidupan itu nyata

Meskipun tidak sekali jadi, tapi saya yakin secara perlahan dan sederhana suami bakalan bisa melepaskan limitasi yang selama ini dianggapnya.

Mungkin saat ini masih malu tampil di depan umum, memiliki kecemasan berlebihan, susah memecahkan permasalahan dan sebagainya. Tapi lama-lama akan bisa karena terbiasa, bukan?

Tidak langsung menyerah dan bersandar kepada kekuatan orang lain, tapi melalui proses meskipun merayap tetap kami jalankan.

Saya percaya jika Hale Dwoskin (pencetus Sedona Methode) begitu kuat mendorong orang untuk bisa melihat ke dalam diri dan mengendalikan pengalaman hidup kita sendiri. Dan saat itu bisa tercapai bukankah sebuah pencapaian yang hebat?

Pelan tapi pasti semoga Sedona Methode yang diterapkan bisa merilis emosi negatif yang sadar atau tidak ternyata ada di sekeliling kita ini. Sehingga memunculkan dampak positif yang lebih baik dan lebih efektif.

Meski sebagai manusia kita selalu berpikir rasional, tapi percayalah kalau kekuatan doa yang kita pinta melalui jalur langit itu punya cara tersendiri dalam menyelesaikan sesuatu.

Disadari atau tidak, entah bagaimana cara kerja metodenya, namun sebagai manusia kita wajib berikhtiar. Bagaimana kita menyadari kalau apapun yang kita rasakan ini baik kesakitan, kepedihan, kemarahan maupun kebahagiaan suatu saat akan terlepas dengan sendirinya.

Tinggal kita ikhlas atau tidak dalam menjalankan dan melepaskannya?

Law of attraction sebagai filosofi hidup yang mempercayai kalau pemikiran positif akan membawa hasil positif dalam kehidupan, sedangkan pemikiran negatif akan membawa hasil negatif, begitulah yang akan terjadi dengan kehidupan kita ini.

Kata urang Sunda mah melak bonteng bakal jadi bonteng, melak cengek moal jadi bonteng.

Dalam kehidupan kita ini hukum tarik menarik, hukum sebar tuai terus akan berlangsung meski tidak instan.

Adalah kewajiban kita sebagai manusia bentuk menjalankan keyakinan bahwa sesuatu yang baik akan datang di kehidupan kita. Ibarat nama adalah sebuah doa, maka pilihlah nama yang baik supaya kebaikan terus disebut orang seiring dengan lafal nama yang diucapkan.

Sebaliknya, apabila kita punya pemikiran yang negatif, maka hal-hal yang akan datang ke kehidupan kita juga negatif.

Mengutip dari Verywell Mind, yang mengatakan jika pada dasarnya law of attraction itu diciptakan karena adanya keyakinan bahwa pikiran adalah salah satu aset terpenting yang dapat menarik kesuksesan, mulai dari kesehatan, keuangan, hingga hubungan, maka semuanya bersumber daripada mindset kita masing-masing.

Karena itu upayakan menghilangkan hal negatif dari hidup untuk digantikan kebaikan. Sederhananya, jika kita baru saja kehilangan sesuatu, ikhlaskan saja. Karena itu artinya ada ruang kosong pada diri kita yang belum terisi.

Secara alami, nantinya akan ada pengganti yang mengisi kekosongan tersebut, tentunya dengan kita terus bertindak baik dan positif semasa hidup sehingga kekosongan itu diisi dengan kebaikan lagi.

Waktu dan kesempatan yang kita miliki saat ini, itu sifatnya sempurna. Coba fokus terhadap kesempatan yang sedang dijalani. Dengan fokus terhadap apa yang dimiliki sekarang, kita bisa meningkatkan dan mempersiapkan apa yang akan datang.

Dibandingkan dengan meratapi masa lalu, sudah sepatutnya kita mencari cara untuk membuat masa kini jadi sesuatu yang membahagiakan.

Diharapkan dengan adanya kekuatan law of attraction yang saat ini sedang hangat diperbincangkan semoga dapat membantu kita menjadi pribadi yang punya pandangan lebih positif.

Tidak usah ketinggian, cukup mulai lakukan dari hal sederhana saja dulu untuk menerapkan law of attraction dalam kehidupan sehari-hari. Seperti:

➡️Memiliki rasa syukur yang tinggi

➡️Memvisualisasikan tujuan hidup

➡️Mencari hikmah hal-hal positif dalam setiap situasi, bahkan saat di kejadian yang terburuk sekalipun

➡️Belajar cara untuk mengurangi pemikiran negatif

➡️Mengucapkan afirmasi positif kepada diri sendiri

➡️Memandang suatu peristiwa negatif dengan cara yang lebih positif

➡️Menuliskannya untuk menata dan mengevaluasi pola pikir

➡️Membuat mood board atau papan suasana hati agar kita dapat termotivasi

➡️Belajar ikhlas apabila sesuatu tak berjalan sesuai keinginan

➡️Tidak mengkritik diri sendiri secara berlebihan

➡️Dan masih banyak lagi hal kebaikan lainnya yang bisa kita lakukan…

Jalani kehidupan dengan syukur ikhlas dan semangat

Meskipun tidak mudah, tapi berbekal hal-hal tersebut kini saya lebih semangat mendampingi suami supaya ia bisa fokus dalam menjalankan amanah dari masyarakat untuk melanjutkan perjuangan almarhum dalam mengelola sarana ibadah.

Tidak sekaligus bisa memang, karena selain saya menerapkan nya juga secara diam-diam pun bukankah semuanya juga perlu proses?

Setidaknya kami berusaha belajar untuk terus menjadi yang lebih baik sehingga apa yang nanti dipanen juga adalah hal-hal kebaikan. Aamiin…

1 thought on “Menyikapi Tabur Tuai Kehidupan”

  1. Buat aku, nggak ada takdir yang salah, termasuk jika takdir itu merupakan ‘hasil panen’ akibat perilaku masa lalu. Karena intinya adalah pembelajaran. Allah itu Maha Baik ya kan…

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics