Mudik Jumpa Rantang: Nostalgia Wadah Ramah Lingkungan

Mudik ke kampung halaman nenek dan sanak saudara meski masih satu kabupaten tapi senangnya bukan main. Saya bisa nostalgia dengan masa lalu, termasuk jumpa dengan rantang: Wadah Makanan Jadul Ramah Lingkungan

Apakah hanya saya saja yang masih mengoleksi rantang jadul sebagai wadah pengantar makanan? Terlebih saat bulan Ramadan, rantang kerap saya gunakan khususnya untuk mulang makanan kepada anak santri.

Jadi di kampung saya ini masih ada tradisi kita mengirimkan makanan kepada orang yang lebih tua atau kita hormat. Seperti anak kepada orang tua, atau murid kepada gurunya. Termasuk santri mengaji di rumah suka ada yang orang tuanya masih melakukan tradisi itu, mengirimkan makanan.

Menghormati mereka tentu saja kita juga harus mulang, alias kembali mengirim makanan apa yang kita punya untuk dicicip juga oleh mereka. Meski kadang makanan yang kita terima sejenis dengan makanan yang kita kirim lagi, karena setiap rumah hampir memasak masakan yang sama. Masakan khas hari raya.

Anak saya Fahmi sering berseloroh, biar ibu gak capek, makanan dari si A tinggal pindah tempat nya aja lalu kirim ke si B. Mudah kan? Abis masakannya hampir sama. Nasi, rendang, tumisan, dan kue. Haha, kami pun tertawa bersama. Dasar anak…

Dan saya tentu saja ingin keluar dari zona seperti itu. Maksudnya, jika ada yang mengirim makanan berupa nasi dan lauk pauknya, maka saya mulang dengan makanan yang berbeda, seperti ketupat. Beruntung di kampung saya masih jarang yang memasak ketupat dengan alasan ribet lama masaknya.

Padahal saya masak sekitaran dua jam saja juga matang. Dan siap deh mulang dengan makanan yang berbeda. Nah ketika mulang inilah saya masih menggunakan rantang untuk wadahnya.

Ada yang masih ingat dengan rantang? Jauh sebelum munculnya berbagai tipe kotak makan modern seperti saat ini, rantang sudah lebih dulu terkenal dan populer, ya.

Anak jaman dulu mau laki-laki ataupun perempuan mungkin tahu dengan yang namanya rantang dan mengalami disuruh orang tua menentang rantang, mengantarkan kepada kerabat dan saudara saat menjelang hari raya. Meski biasanya yang dominan urusan makanan dan hantaran adalah anak perempuan, ya. Bahkan rantang ikonik sebagai wadah piknik yang kerap diboyong para ibu. Tapi jaman dulu, anak laki-laki juga tidak menyanggah jika disuruh jalan kaki sambil menenteng rantang, lho!

Jangan buru-buru cap kuno atau tak keren. Karena banyak alasan kenapa saya masih menggunakan rantang di jaman serba canggih ini. Pertama karena di rumah memang sudah tersedia beberapa susun rantang peninggalan mama mertua. Warna dan modelnya jadul antik, saya makin suka. Meski yang paling cantik sudah lebih dahulu diambil kakak-kakak ipar dan saya hanya bisa pasrah menerima sedikasih sisa pilihan mereka.

Selain punya banyak kegunaan sebagai tempat makanan yang praktis dan sesuai takaran, rantang juga sesuai dengan tren ramah lingkungan dan dijadikan sebagai wadah makanan sustainable karena bisa dipakai ulang. Otomatis dong bisa mengurangi sampah?

Membaca sebuah artikel di harian Tempo, diceritakan jika rantang wadah makanan ini memiliki sejarah yang cukup panjang.

Dalam bahasa Inggris, rantang disebut sebagai tiffin carrier sedangkan di India disebut sebagai dabbas. Secara luas digunakan sebagai wadah makan siang.

Dabbas di India digunakan untuk wadah makan siang pekerja kantoran dari rumah atau katering. Dabbas akan dikirimkan oleh kurir yang disebut dabbawalas.

Di Asia Tenggara termasuk Indonesia, rantang mulai jadi bagian keseharian sejak 1950-an. Konon dari India inilah si rantang menyebar ke Indonesia, Malaysia ( disebut mangkuk datar), dan ke Singapura.

Rantang nyatanya juga digunakan di Hungaria (disebut ethordo) terutama dipakai sebagai wadah makanan untuk take away alias makan di rumah.

Sedangkan di Jerman, rantang disebut sebagai Henkelmann. Masa kejayaan henkelmen yang berbentuk oval ini berada pada 1960-an dan kini sudah jarang dipakai.

Masih bersumber dari bacaan saya di Tempo, rantang juga punya nama unik di berbagai negara misalnya di Thailand disebut Pin To, di Khmer disebut Chan Srak, di China Hokkien disebut Uann tsan, di negara-negara Arab disebut safartas, dan di Turki menyebutnya sebagai mangkuk perjalanan. Btw unik banget ya istilahnya mangkuk perjalanan…

Tapi dari kesemua istilah itu, umumnya rantang dikenal dengan susunan atau tingkatannya, bisa dua atau lebih tingkatan. Susunan ini disatukan dengan besi pengait dan pegangan kayu atau plastik di atasnya.

Di bagian tengah pegangan juga terdapat besi yang bisa digerak berputar dan menekan berfungsi sebagai ‘kunci’ agar susunan rantang tak goyah.

Ada sejarah yang mengatakan bentuk wadah susun rantang itu diyakini terinspirasi dari keranjang bambu bertumpuk untuk mengukus dimsum.

Namun dalam perkembangannya kini ada banyak material pembuat rantang sampai bentuk rantangnya yang beragam. Semakin modern orang bukankah semakin kreatif?

Saya sendiri tetap menggunakan rantang susun jadul dimana di wadah paling bawah biasanya menjadi tempat nasi atau ketupat, di bagian atasnya bisa dijadikan wadah sayur, dan di atasnya lagi menjadi wadah aneka lauk yang lebih ringan.

Dalam perkembangannya, rantang kini menjelma menjadi sebuah kotak makan yang lebih sederhana tanpa susun. Namun tak dipungkiri, bagi ibu-ibu penyuka peralatan dapur yang unik dan antik rantang masih tetap jadi pilihan konvensional yang lebih praktis.

Tapi manteman juga harus tahu nih, kini, rantang juga naik kelas menjadi pilihan kemasan di hotel, lho. Salah satunya adalah kemasan makanan di hotel Raffles Jakarta.

Restoran Nusantara by Locavore di hotel ini menggunakan rantang sebagai pilihan wadah makanan untuk pesan antarnya. Keren. Semua dikemas dengan rantang, dan rantangnya bisa dipakai lagi (reuseable).

Tak menutup kemungkinan selain untuk membawa bekal makanan rantang juga bisa digunakan sebagai wadah hantaran.

Jadi, siapa yang masih memakai rantang sebagai wadah makan atau hantaran? Atau malah gengsi?

5 thoughts on “Mudik Jumpa Rantang: Nostalgia Wadah Ramah Lingkungan”

  1. Baru tahu bahasa Inggris-nya tiffin, pantesan ada merek wadah makan yang agak mirip rantang (meski nggak bersusun) namanya mendekati istilah Inggris-nya.

    Reply
  2. Jaman saya kecil masih ada tradisi rantangan juga mbak, kalau jelang lebaran atau hajatan pasti sowan orang yang dituakan dengan bawa rantangan.

    Tapi sekarang adat ini beneran hilang, bahkan nggak mesti tiap rumah punya rantang juga

    Reply
  3. jadi tahu nih sejarah rantang yang dulu emang berjaya pada zamannya ya Teh, tapi sekarang masih banyak juga sih yang pakai rantang biasanya di desa atau juga sebagai wadah makanan jika ada keluarga yang sedang opname di RS.
    bentuk rantang juga ada kok di merk T dan sejenisnya walau wadahnya plastik sih ya.

    Reply
  4. Ya Allah terakhir lihat rantang itu 2 atau 3 tahun lalu, saat di rumah mertuaku. Sungguh wadah pengantar hampers yang ramah lingkungan. Ya hampers berupa makanan hari raya diberikan ke kerabat maupun tetangga

    Reply
  5. Mirip bentuk yang dipegang Teh Okti seperti di rumah, peninggalan mama rahimahullah waktu masih muda hehe. Jadi andalan juga karena memang kuat sih, soalnya lebih tua rantangnya ketimbang daku hehe.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics