Saat iseng aku upload foto dumpling buatanku sendiri di instagram yang dishare ke akun Twitter dan Facebook, ada beberapa pertanyaan yang diajukan teman sebagai bentuk respon dari foto dumplingku itu. Bahkan beberapa teman diantaranya bertanya, bagaimana cara membuat si suei jiau ini.
Baiklah, meski penuh perjuangan dan gelak tawa, akhirnya berhasil juga keluarga menikmati dumpling perdana buatan sendiri ini.
Behind the story of Dumpling made in my self, here we go…!
Sejak pulang dari Taiwan, banyak rencana membuat sendiri makanan khas yang selalu aku cicipi di Taiwan. Seperti minuman the chenchu naicha, chi bai, oseng paria dengan kedelai hitam dan atau telur asin, tumis rebung dan dumpling.
Namun tidak mudah melaksanakan semua itu karena keterbatasan bahan-bahan. Kadang kalau mau buat sesuatu, ada bahan satu, tidak ada bahan lain, akhirnya batal membuatnya. Selalu begitu. Akhirnya jadi malas.
Baru dua minggu lalu, saat main ke hypermart, di tempat sayuran aku melihat ‘jhung’ daun bawang (ternyata di tempatku istilahnya daun kucai) yang jadi bahan pembuat isi dumpling. Aku langsung ambil semua karena biasanya daun itu yang sangat susah aku cari. Banyak juga daun bawang biasa.
Mencari bahan lain kulit pangsitnya, ternyata malah tidak ada. Tapi pikirku kulit pangsit bisa buat di rumah. Tidak masalah.
Setibanya di rumah, langsung memberitahu suami kalau aku mau buat dumpling. Ya, harus ‘seizin’ suami, karena kalau aku mau masak, harus ada yang mengasuh Fahmi, anak kami. Dengan begitu bisa tenang mengerjakannya.
Cari terus mencari kulit pangsit dari pasar ke pasar ternyata kosong. Banyak juga kulit lumpia. Wah, itu kan beda…
Karena takut daun bawang kucainya keburu tidak segar, suami menyerankan buat sendiri saja kulit pangsitnya. Ayah Fahmi menyatakan siap membuatnya. Sementara aku membuat adonan isi dumpling.
Masalah kembali datang. Saat tepung terigu sudah dicampur air dan diuleni, ternyata cetakan kue sistik yang bisa melebarkan adona menjadi pipih sesuai dengan ketebalan yang diinginkan tidak ada! Aduh! Sudah cari kemana-mana tidak ketemu juga. Maklum di rumah mertua, tidak tahu pasti letak menyimpan perabotan.
Mungkin juga cetakan sistik itu sudah dibawa ke rumah baru mertua di Cianjur,karena memang mertua akan pindah ke sana dan sebagian barang-barangnya sudah dibawa oleh kakak ipar saat aku tidak ada di rumah.
Karena pinjem ke tetangga rasanya malu dan bikin ribet lagi, akhirnya suami menyarankan menggilingnya menggunakan botol saja, seperti membuat beberapa kue tradisional di daerah kami. Yah daripada mubadzir membiarkan adonan terigu serta irisan daun kucai begitu saja, tak ada rotan akar pun jadi. Kami membuat kulit pangsit sendiri menggunakan botol dengan sekuat tenaga.
Ada yang lucu dan membuat kami terpingkal-pingkal saat berbabagi ‘musibah’ kami alami. Karena aku tidak cukup tenaga menggiling adonan terigu menjadi pipih seperti yang diinginkan akkhirnya Ayah Fahmi turun membantu. Tenaganya lebih besar.
Biar aman, Fahmi juga kami beri sedikit adonan biar dia bisa asyik ikut sibuk di dapur. Walah, benar saja, dia asyik menabur-naburkan tepung sampai muka dan kepalanya sendiri cemong-cemong tak karuan. Hihihi… Tetap kami biarkan asal dia tidak rewel.
Katanya biar botolnya berat, dan menekan kuat saat menggiling melebarkan adonan, botolnya harus diisi air. Oke, suami mengisikan air ke dalam botol. Tapi karena botol kaca bekas minuman itu tidak ada tutupnya, kami memakai plastik yang diikat oleh karet.
Kami pikir akan kuat, ternyata saat menggiling adonan, tiba-tiba itu karet putus, dan air pun muncrat, membasahi adonan yang ada di atas meja. Waduh! Kami ribut menyelamatkan adonan itu cepat-cepat. Sebagian terlambat dan lengket-lengket. Solusinya kami tambahkan lagi terigu dan menggilingnya lagi dari awal.
Maklum memakai tangan dan ukuran tenaga manusia yang ada batasnya, hasil kulit pangsitnya tidak merata. Ada yang tipis bagus, ada juga yang tebal. Tapi aku diam saja, gak berani komplain, sudah untung suami mau membantu juga, pikirku.
Sampai dia berkeringat gitu jadi tidak tega buat mengkomplainnya.
Dari setengah kilo gram terigu, jadi sekitar 40 lembar kulit pangsit bulat dengan ukuran diameter sekitar 8 cm. Mungkin kalau memakai cetakan kue sistik untuk memipihkannya, bisa jadi lebih. Ketipisan kulit pangsitnya pun akan merata.
Sementara untuk isinya, aku mencampurkan daun kucai yang sudah dipotong halus dengan setengah kilo gram daging ayam yang dicincang halus. Bumbu sesuai selera kita saja, yang penting enak, hehe!
Kulit pangsit aku isi dengan isian dumpling secukupnya, lalu membungkusnya menjadi setengah lingkaran. Memakai air di kedua ujung sisinya supaya bisa merekat kuat. Supaya lebih cantik, merapatkan kulit pangsitnya menggunakan variasi jadi tidak hanya polos setangah lingkaran, tapi mirip-mirip kaya pastel gitu. Setelah semua selesai, bisa langsung dimasak dengan direbus atau paduan antara menggoreng dan mengukus.
Jika tidak akan segera memasaknya bisa disimpan di freezer supaya tahan lama. Dan tinggal mengeluarkan langsung saat akan memasak.
Sajian pelengkapnya bisa dinikmati dengan kecap asin, saos, sambal, atau sesuai selera. Suami, anak dan mertua untuk pertamakalinya menikmati makanan yang cara membuatnya aku pelajari dari Taitung Ama di Taiwan ini. Mereka bilang cukup enak dan unik. Dan kalau dumpling ini disesuaikan dengan lidah serta selera warga sekitar, dumpling ini bisa dijual belikan. Menjadi usaha kuliner yang belum ada di daerah kami.
Hem…
Resep Dumping lengkapnya? Aku posting menyusul ya…
Note: Tulisan ini sejatinya aku buat tanggal 27 bulan Mei 2014. Karena aku publish dari ponsel, tanpa diketahui ternyata justru tidak terkirim dan nyangkut di draft…