Titinggi “kereta api” Kaki Seribu.
“Apa itu? Hiyyy!” tunjuk Fahmi pada sesuatu yang tiba-tiba dilihatnya.
Sekian detik kemudian jerit ibu-ibu saling bersahutan dibarengi jingkrakan di dalam saung. Heboh!
“Ada apa sih?”
“Itu… hiyyy…” kata ibu-ibu serentak bergidik.
Saat mata melihat apa yang ditunjuk mereka barulah terlihat seekor binatang melata yang dalam bahasa Sunda disebut titinggi. Istilah lainnya kaki seribu meski penelitian membuktikan jika kakinya itu tidak sampai ribuan.
Titinggi memang binatang yang tidak buas. Tapi banyak yang merasa ngeri dan takut karena bentuknya yang menggelikan atau menjijikan?. Oleh karena itu para ibu yang sedang ayem tengtrem duduk santai di saung tiba-tiba jadi heboh dan menjadi perhatian banyak orang. Dan termasuk saya meski tidak takut sama titinggi tapi melihat ini badannya yang cukup besar membuat saya kaget juga.
Titingginya gede banget! Masih ada ya sejenis titinggi sebesar ini? Wah! Berarti ekosistem di tempat ini memang masih bagus dan terjaga. Eh, emang lagi pada dimana, sih?
Senin kemarin itu saya dan keluarga lagi main di Fatrol Valley, sebuah perkebunan pinus milik Perhutani Cianjur yang dialihfungsikan sebagai kawasan wisata keluarga. Besok saya cerita terpisah terkait Fatrol Valley ini ya. Nah rupanya hutan pinus yang baru sekitar 5 bulan dibuat lokasi wisata ini masih jadi habitat binatang tertentu. Bukti kalau sebelum nya hutan ini menyimpan sebuah ekosistem yang terjaga kelestarian dan kealamiannya.
Kembali ke titinggi tadi, buat kami anak anak generasi tahun 80-an titinggi bukanlah sebuah binatang asing. Masa kecil saya dihabiskan di sawah, kebun bahkan hutan. Jadi emang sering jumpa serangga, binatang liar sampai hewan buas. Lain dengan Fahmi, Amanda atau Lutfi, anak dan keponakan saya yang lahir di jaman milenial. Dimana sawah kebun dan hutan sudah hilang berganti pemukiman. Mereka tak banyak berjumpa binatang kecuali di kebun binatang. Karena itu saat tidak sengaja jumpa titinggi kemarin mereka tampak antusias dan ya ampuun, banyak tanya!
“Kenapa kaya kereta api?”
Kewalahan juga menjawab pertanyaan bocah-bocah yang kritis ini. Sebisa mungkin menjelaskan tentang titinggi yang biasa disebut kaki seribu sebagai binatang jenis artropoda yang memiliki bentuk tubuh silinder.
“Kenapa kakinya banyak?” tatap mata bocah-bocah menyimpan penasaran.
Iya, kenapa ya? Jiaa.. gugel dulu deh! Wkwkwkwk!
Hewan pemakan tumbuhan ini memang memiliki kaki yang berpasangan sangat banyak. Demi memuaskan penasaran anak dan keponakan jadilah titinggi ini kami bolak balik jadikan hewan percontohan. Tapi sekian kali kami bolak balik, ini titinggi tidak mau melingkar sebagaimana biasanya. Malu dijadikan tontonan kali ya? Kalau ada bahaya titinggi kan biasanya punya jurus andalan melindungi dirinya dengan melingkarkan tubuh panjangnya, tapi ini tidak.
Karena memiliki pasangan kaki yang cukup banyak titinggi jalannya jadi lambat. Tapi jangan salah titinggi ahli kalau buat lubang di tanah lho! Dan meski termasuk binatang darat, ada juga titinggi yang hidup di air. Kuasa Tuhan, sebagai mahluk sedikit pun kita tidak akan sanggup melihat kekuasaan Nya.
Meski masih tampak penasaran tapi karena kuota buat ngegugel semakin menipis seiring dengan sinyal di hutan timbul tenggelam maka saya alihkan perhatian mereka ke nasi liwet yang sudah matang siap disantap. Haha… makan yuk makan!
Sebagai penambal kekecewaan mereka ketika titinggi saya lepaskan ke semak belukar saya janji ke mereka kapan-kapan akan bikin cerita ulasan terkait binatang yang biasa kita jumpai di desa. Mereka tampak puas.
Jadi sampai jumpa di cerita binatang desa lainnya ya
Huhuhuu dulu pertama kali pindah rumah, bersahabat dengan binatang2 , hileud, lentah, titinggi, cucunguk beurit dkk, jejeritan pasti tapi dah biasa mah sante weeh…
Makanya sedia garam di rumah habis buat murulukin haahhahaa…
Oh ini disebut titinggi ya, bentuknya memang bikin geli hehe.
Mending ini lah daripada ketemu ular hiks takuut
Aku mulai terbiasa dengan binatang-binatang tak berbahaya tapi menggelikan begini. Rumahku sekarang karena tanahnya urukan jadi hobi banget kedatangan tamu seperti ini. Dan kaki seribu ini rajin banget bertamu ke dalam rumah. Jalan-jalan ke sana ke mari.
waktu kecil dulu sering banget lihat itu di rumah saya di Surabaya loh. sekarang sama sekali tidak muncul di rumah saya. Apa ilang kegerus beton rumah ya?
btw seneng mbak tinggal di desa, saya sejak jaman janin di kota besar. kadang so exhausted rasanya
makasih dah sharing kerindangan desa
Miris kadang kalo liat kids milenilal zaman now, hehehe. Lebih banyak menonton Yutub ketimbang bercengkrama dengan alam nan hijau. Mangkanya kalo saya dah pulang kampung, rasanya kok males ya balik-balik lagi ke ibukota.. Abisnya disana ga ada vitamin green beserta berbagai jenis hewan nan unik didalamnya, hehehe.
Sampai sekarang saya masih suka jejeritan kalau lihat yang begini. Saya memang geli sama binatang melata 😀
Wah sudah lama kagak liat binatang in hahah .. serem ya
Wah, hitam ya kaki seribunya. Di sini rata2 yg merah teh
itu kaki seribu sering dihukum telatmasuk sekolah,,, kelamaan pake sepatunya