Keilmuan Advokasi Buruh Migran

Sudah lama tidak melihat beberapa orang pemuda di kampung tempat saya tinggal. Saya pikir mungkin bekerja merantau ke kota. Secara mereka itu rata-rata lulusan SLTA.

Meski jarang ketemu, tapi namanya di kampung, satu sama lain seolah terhubung. Meski dengan tetangga tapi sudah seperti saudara. Apalagi para pemuda itu, semuanya pernah mengaji di rumah. Sudah seperti ke anak sendiri, atau seperti ke adik atau keponakan sendiri begitu deh.

Bukan kepo kalau saat ada kesempatan, saya bertanya kemana si A, kemana si B, baik ke orang tuanya langsung atau adik-adiknya yang masih mengaji bersama kami ketika tidak melihat seseorang untuk waktu cukup lama.

Mereka ada yang jawab bekerja ke kota, ada yang jawab melanjutkan ke pondok pesantren, dan jawaban lain. Saya hanya manggut-manggut saja. Semua jawabannya masih masuk akal.

Sampai suatu saat, ada salah satu tetangga kampung meninggal, putra bungsunya, salah satu pemuda yang saya kira tengah melanjutkan sekolah di kota lain, sampai orang tuanya itu dikebumikan, tidak juga kunjung datang.

Saya dan warga lain merasa heran dong, emang itu anak kerja dimana sih, sampai gak bisa izin apa sekedar pulang kampung untuk melihat orang tua untuk yang terakhir kalinya?

Bisik-bisik tetangga pun saling bersahutan. Ada yang bilang anak itu sebenarnya mau kerja ke Jepang, sekarang masuk penampungan dan tidak mudah untuk keluar masuk karena harus menyediakan uang sebagai jaminan. Jadi saat orang tua meninggal bukan tidak ada keinginan untuk pulang, tapi katanya mencari dulu uang untuk memenuhi jaminannya.

Benarkah di penampungan dalam proses pemberangkatan ke Jepang? Saya sampai curiga. Penampungan untuk bekerja ke Jepang seketat itu? Bukankah sekarang semua pemberangkatan pekerja migran sudah ditangani oleh BP2TKI? Apakah itu penampungan ilegal?

Kok bisa orang tua dan saudaranya menutupi jika benar anaknya itu sedang di penampungan dalam proses pemberangkatan kerja ke luar negeri? Karena saya ingat sewaktu saya tanya baik-baik kemana anak itu, jawabnya katanya sedang melanjutkan sekolah di kota.

Hem… Mungkin maksudnya sedang melanjutkan proses pemberangkatan kerja ke luar negeri kali ya? Sudahlah, saya juga tidak minat untuk banyak bertanya lagi. Mereka seakan menutup keadaan sebenarnya pasti memiliki alasan.

Hanya yang sangat saya sayangkan, kalau sampai tetangga saya itu (semoga tidak) tertipu oknum atau calo TKI yang tidak bertanggung jawab. Saya selaku mantan TKW, pernah aktif di serikat buruh migran, juga pernah aktif di dunia paralegal (advokasi buruh migran) ya merasa malu saja.

Bagaimana tidak, bukankah seolah saya membiarkan tetangga sendiri tertipu sementara sebelumnya, saya bela-belain kasih pendampingan dan mengurus teman-teman buruh migran yang bermasalah sampai ke luar daerah segala? Yang jauh dikejar, yang depan mata kok kecolongan?

Salah saya juga sih, secara saya kalau di kampung ya diam saja. Karena wilayah kerja saya kalau ada pendampingan justru ke luar kabupaten bahkan ke luar provinsi. Jadi kalau tetangga tidak tahu jika saya sebenarnya sedikit ngerti dalam hal perekrutan dan prosedur pendaftaran calon tenaga kerja ke luar negeri itu bagaimana, sampai urusan hak-hak buruh migran, bukan salah mereka juga.

Advokasi Buruh Migran

Dan apa yang saya khawatirkan sempat kejadian. Salah satu pemuda lainnya, mirisnya orang tua si anak ini juga adalah pekerja migran (setidaknya seharusnya tahu mana yang resmi mana yang tidak), justru ternyata kena tipu puluhan juta rupiah!

Saya tahu dari pamannya si anak. Katanya selama ini dia tidak ada di kampung itu masuk penampungan. Di sana bergabung dengan sesama calon tenaga kerja lainnya.

Ngapain? Apakah belajar bahasa? Ternyata katanya tidak. Hanya makan tidur dan menanti informasi kapan job datang, kapan bisa turun, kapan pasporan, dan informasi lain seolah keberangkatan ke negara penempatan sudah pasti saja.

Padahal kan sistem perekrutan dan alur pendaftaran tenaga kerja ke Jepang, ke Korea dan negara penempatan TKI formal lainnya saat ini yang resmi tidak seperti itu. Semua sudah jelas prosesnya seperti dijelaskan di website BP2TKI.

Dan benar saja pada akhirnya uang yang disetorkan tidak kembali sementara tiket penerbangan yang dijanjikan tidak juga kunjung diberikan. Akhirnya anak itu pulang dengan tangan kosong.

Awalnya keluarganya juga tidak banyak bicara, karena mungkin malu dan merasa rugi juga. Setelah sekian lama baru selentingan kabar itu keluar dan sampai di telinga saya.

Duh, kasihan. Hanya itu yang bisa saya ucapkan. Ya mau bagaimana, mau mengusut juga pihak keluarga sudah angkat tangan. Mereka sudah habis-habisan jual ini jual itu demi bisa melunasi uang yang harus disetor kepada oknum calo sebelumnya.

Yang bisa saya lakukan setelah mengetahui ada tetangga yang kena tipu calo TKI adalah memberitahukan kepada anak-anak mengaji di rumah secara umum, (khususnya pada beberapa anak mengaji yang sudah SLTA) jika kelak ingin menjadi buruh migran ke luar negeri, jangan mudah kena bujuk rayu calo. Jadilah TKI yang resmi, yang legal.

Sebagai orang terpelajar, harus melek digital, dimana sekarang hampir setiap anak punya ponsel yang terkoneksi dengan internet, minimal gunakan itu untuk mencari informasi.

Buka websitenya BP2TKI dan baca semua informasi serta prosedur yang resmi bagaimana mau kerja ke luar negeri. Di sana diinformasikan juga lembaga kursus mana yang resmi dan bekerja sama dengan pemerintah dalam proses pemberangkatan sampai penempatan.

Meski ada beberapa anak mengaji di tempat saya yang ibunya saat ini masih menjadi buruh migran dan memilih jadi kaburan (keluar dari kontrak kerja resmi) tapi saya selalu kasih informasi dan saran, sebaiknya jangan jadi tenaga kerja ilegal karena jika ada kejadian yang tidak diinginkan, hak-hak sebagai tenaga kerja dari pemerintah sulit untuk didapatkan. Kalau sudah begitu yang rugi kan diri sendiri.

Semua saran dan informasi yang saya sampaikan mau diterima syukur, tidak diterima pun tidak masalah. Saya hanya mencoba menyampaikan, supaya tidak ada tetangga dekat yang tertipu lagi. Itu saja.

Ibaratnya hanya menyampaikan sedikit yang saya ketahui, ajang mengisi blank spot: Bagaimana kontribusi saya saat mengisi celah keilmuan yang belum banyak diangkat dan cenderung terabaikan.

Kebetulan bidang yang saya sedikit ketahui adalah soal dunia perburuhan, itu pun kebetulan dulu saya pernah bergabung di serikat buruh dan bekerja serta aktif di Migrant Institute di bawah naungan Dompet Dhuafa. Sekarang sih Migrant Institute nya sudah tidak ada.

Berharap sedikit banyak informasi yang saya dapat itu siapa tahu bisa menjadi hal yang bermanfaat untuk orang lain.

8 thoughts on “Keilmuan Advokasi Buruh Migran”

  1. Duh koq aku jadi miris ya. Di sisi lain mafia jasa pengiriman TKI banyak, di sisi lain juga masih banyak yang dengan polosnya mengira kalau mereka bakal kerja di negara asing dengan bantuan jasa agency, sampe jual tanah, hutang kanan kiri

    Reply
  2. Mungkin sosialisasi soal gimana prosedur bekerja di luar negeri dan sebagainya yang terkait pekerja imigran, perlu Teh Okti lakukan dengan bantuan Pak RT misalnya, jadi bisa sambil sharing dengan cara halus gitu

    Reply
  3. Benar-benar nggak punya hati ya yang nipu. Jelas-jelas lagi cari kerja ke luar negeri, malah ditipu, Ya Allah. Semoga para penipu ini bisa segera ditindak deh ya.
    Buat teh okti, semangat selalu memberikan gambaran, informasi kepada para calon TKI.
    Sukses selalu ya, Teh. Aamiin

    Reply
  4. Advokasi ini penting banget ya teh. Suami saya ketika kerja di Jepang, sering banget cerita ttg permasalahan pemagang di sana dengan majikannya. Jd advokasi seperti ini penting sekali. Jangan mau jadi pekerja ilegal.

    Reply
  5. Begitu besar minat ingin bekerja, namun lapangan pekerjaan agak sulit, apapun dilakukan agar tetap produktif ya.. semoga semuanya berjalan dengan baik, banyak pengusaha yang membuka lapangan pekerjaan khususnya dalam negeri sehingga warga kita nggak perlu ke LN untuk bekerja

    Reply
  6. Hayuuk semangat mengedukasi tetangga2 di kampung, Teh. Mungkin memang tidak banyak yang tahu tentang kiprah Teh Okti terkait buruh migran ini. Saya ngebayangin, kalau ke depannya mereka bisa konsultasi ke teteh jika ada tawaran untuk bekerja di luar negeri. Harapannya supaya enggak ada lagi yang tertipu gitu ya. Kesian banget, kerja mau cari pendapatan malah kudu setor puluhan juta. Hangus pula uangnya, duuuh sedih banget.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics