Selain Bagas anak dari pemilik Warung Nasi Padang yang rumahnya dekat RSUD Pagelaran, Billy anak dari Mas Robby asal Malang; pemborong yang sudah tinggal lebih dari sepuluh tahun di kampung kami, kini ada juga Beni, putra dari Kak Debby asal Medan yang jadi teman satu sekolah Fahmi, putra saya.
Sejak dibangun rumah sakit daerah di kecamatan tempat kami tinggal ini memang banyak perantau yang datang dan pergi silih berganti. Tidak hanya dari luar kota, tapi juga dari luar pulau dan luar provinsi.
Termasuk Kak Debby asal Medan yang setahun terakhir tinggal menempati rumah kontrakan dekat rumah saya, milik Pak Haji Budi.
Karena sering jumpa waktu menyapu halaman, kami berkenalan dan lama-lama jadi akrab, bertetangga seperti dengan masyarakat lain pada umumnya.
Minggu ini selesai putranya ulangan semester rencananya Kak Debby dan keluarga akan mudik ke Medan. Tapi karena Rabu lalu ada bencana longsor, banjir, dan jalan amblas, sehingga ulangan semester anak di sekolah dibatalkan dan dijadwalkan ulang minggu ini, maka Kak Debby juga memundurkan rencana kepulangan nya.
Padahal semua persiapan seperti pakaian, kendaraan serta tiket lanjutan semua sudah disiapkan. Kami yang sempat bantu beberes di rumahnya kembali berkumpul manakala Kak Debby mengatakan pulangnya gak jadi minggu ini.
Pak Haji Budi yang punya kontrakan sampai bercanda, katanya gawat nih, bisa-bisa oleh-oleh dari Medan bakalan batal didapat. Hehe…
Kak Debby tertawa. Ia memastikan kalau ada rezeki, jadi pulang atau tidak oleh-olehnya diusahakan ada, secara sekarang apa pun bisa dibeli secara online.
“Meski aku tak jadi pulang, aku masih bisa beli bika sama tembakau dari Cianjur sini. Jangan takut lah Pak Haji…” kami semua pun tertawa.
Bertetangga dengan Kak Debby memang sedekat itu. Orangnya memang ceria, banyak bercanda sehingga kalau ngobrol selalu saja diselingi tawa. Klop sama Pak Haji Budi, pemilik kontrakan yang rumahnya bersisian. Mereka kalau ngobrol selalu seru dan keduanya seolah tidak mau kalah.
Saya suka kalau Kak Debby udah cerita tentang kampung halamannya. Jadi tahu kalau Medan itu katanya berasal dari nama Tamil Maidhan yang berarti tanah dataran. Penghuninya suku Melayu dan menjadi bagian dari Kesultanan Deli.
Kemudian desa kecil bernama Kampung Medan Putri yang berada di tepi Sungai Deli dihuni oleh masyarakat Melayu dan Batak mulai berkembang pesat setelah kedatangan penjajah Belanda.
Sudah dua kali Kak Debby pulang ke Medan, selalu membagi banyak jenis oleh-oleh khas Sumatera Utara namun dipastikan selalu ada Bika Ambon dan Tembakau Deli.
“Sebenarnya bosan kalau oleh-olehnya itu terus,” Canda Pak Haji Budi. “Cari apa lah yang lain gitu…”
“Sudahlah Pak Haji, jangan bikin aku pusing. Itu kue bika buat kita para perempuan, kalau tembakau itu biar buat para bapak saja. Sama saja kalian tidak bosan dengan merokok kan?”
Begitulah, Kak Debby dan Pak Haji Budi memang pasangan pas kalau saling menimpali kata dan canda. Saya dan tetangga lain yang menyaksikan pasti hanya bisa dilakukan ngikik tak bisa menahan tawa.
“Jangan salah itu tembakau yang aku beli asli dari Deli loh… Tahu kan Deli? Itu terkenal sebagai daerah penghasil tembakau berkualitas tinggi. Coba deh search Deli Tobacco. Mahal tahu…”
“Nah, kalau mahal ya mau lah…hehe!” Pak Haji Budi akhirnya ikut nyengir.
Memang ya, saya pernah baca kalau Deli Tobacco alias tembakau Deli itu produk kebanggaan dari Sumatra Utara, khususnya dari daerah Deli Serdang.
Sejak jaman penjajah Belanda, Deli dikenal sebagai penghasil tembakau berkualitas tinggi yang dikenal sebagai Tembakau Deli.
Tembakau ini sangat dihargai di pasar internasional, terutama untuk bahan cerutu premium, karena teksturnya yang halus, aromanya yang khas, dan kualitas daunnya yang sangat baik.
Produksi tembakau Deli dimulai pada saat Belanda mendirikan perkebunan besar di daerah Deli yang dianggap ideal untuk menanam tembakau.
Adalah Jacob Nienhuys, seorang pengusaha Belanda, yang membuka perkebunan tembakau pertama di Deli. Hal itu menjadikan Medan sebagai pusat perkebunan di Sumatera.
Banyak tenaga kerja didatangkan dari Jawa, Tionghoa, dan India untuk bekerja di perkebunan ini.
Perusahaan Belanda, seperti Deli Maatschappij, memainkan peran besar dalam mengembangkan industri tembakau, menjadikan Deli kala itu sebagai eksportir tembakau utama dunia.
Tembakau dari Deli sangat diminati oleh pabrik cerutu di Eropa karena daunnya yang elastis, tipis, namun kuat, sehingga ideal untuk pembungkus cerutu. Aromanya juga khas, berbeda dibandingkan jenis tembakau lainnya.
Saat ini, beberapa perkebunan di sana masih memproduksi tembakau, namun persaingan global dan perubahan industri tembakau telah mengurangi produksi skala besar seperti pada masa penjajahan Belanda dulu.
Tembakau Deli bukan hanya sebagai komoditas ekonomi tetapi juga simbol warisan budaya Sumatra Utara.
Tembakau Deli jadi bagian dari sejarah panjang daerah tersebut dan menghubungkan masyarakat sekarang dengan masa lalu yang kaya akan tradisi agrikultur.
Tembakau Deli memproduksi banyak produk unggulan yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan industri tembakau.
Seperti cerutu premium, tembakau iris, tembakau mentah, Sampai kerajinan tembakau seperti produk dekoratif ornamen atau bingkai seni yang memanfaatkan keunikan daun tembakau kering.
Ada juga produk turunan industri perkebunan tembakau seperti pupuk kompos, minyak atsiri daun tembakau, bahan campuran untuk parfum atau pestisida organik.
Hingga wisata dan edukasi Tembakau Deli yang banyak dikunjungi masyarakat sekitar maupun dari luar daerah.
Seperti perkebunan teh di Puncak Bogor atau perkebunan teh di Ciwidey Kabupaten Bandung, beberapa perkebunan tembakau di Sumatra Utara juga banyak yang telah bertransformasi menjadi destinasi wisata edukasi.
Pengunjung dapat belajar tentang sejarah Tembakau Deli, proses penanaman, hingga teknik pengeringan dan pengolahan daun tembakau. Seseru itu kalau Kak Debby bercerita.
“Kalau aku banyak uang, nanti mudah saja aku masak Soto Medan, Mie Gomak, sampai buat itu Pancake Durian Medan lah Pak Haji… Makanya doakan aku kaya dulu. Haha…” Kak Debby masih terus bercanda.
“Kapan-kapan ada rezekinya kita ikut mudik ke Medan ya Kak,” Endah, anak terbesar Pak Haji Budi menimpali.
“Siap itu Teh. Aku senang kalau dari Jawa sini main ke Medan. Jangan kami saja dari Medan yang mendatangi Jawa ini.”
Kak Debby bilang, Medan itu daerah yang strategis, pintu gerbang ke Danau Toba, Bukit Lawang (habitat orangutan) dan Taman Nasional Gunung Leuser juga mudah dijangkau dari Medan.
“Kalau ke sana kalian akan aku bawa keliling naik becak motor. Pasti seru…”
Kak Debby cerita becak bermotor khas Medan itu jadi transportasi ikonik di sana. Desainnya unik karena posisi penumpang berada di samping pengemudi.
“Pokoknya, mau ke Medan kalian tidak akan bosan. Medan itu kota yang menawarkan pengalaman budaya, kuliner, dan sejarah yang sangat kaya.” Begitu fasih nya Kak Debby mempromosikan kotanya, sudah seperti guide saja.
Kalau Kak Debby rajin menulis sepertinya ia cocok jadi Travel Blogger Medan. Tapi saat ini, Kak Debby cukup jadi tetangga saya saja. Hehe…
Aku pikir daerah sumut penghasil kopi ternyata malah penghasil tembakau buat cerutu yaaa…
Senang sie kalo bisa berkunjung ke daerah lain, jadi kenal budaya dan kebiasaan di sana..dan memang bener banget kalo ke sumut jangan lupa mampir ke toba dan samosir 🙂
Selain bolu meranti bika ambon memang jadi oleh – oleh wajib dari Medan. Teman saya yang dari medan selalu bawa dua makanan tersebut kalau dari medan.
Kalau cerutu saya malah baru tau dari sini
Baru tahu nih kalau Medan berasala dari kata Tamil Maidhan, jadi ingin eksplore lebih jauh tentang Medan. Selama ini tahunya hanya Medan sebagai ibukota Sumatera Utara dan Danau Toba yang menjadi Legenda
Bahagia banget ya Teh, punya tetangga rasa saudara seperti Kak Deby ini. Betewe saya baru tahu lho Teh kalau Deli adalah penghasil tembakau high quality.
Ternyata tembakau Deli itu dulunya dari pengusaha Belanda yang membuka perkebunan di sana. Popularitasnya pun diakui sampai internasional
Wah aku baru tahu mbak kalau deli itu terkenal dengan tembakaunya. Kalau oleh-oleh kota medan yang aku paling tahu itu ya bika Ambon.
Dulu temenku tiap mudik dr medan, selain bawa bika ambon, bawa juga kopi khas sana. Soalnya dulu suami pernah mau nitip tembakau Deli cuma kata temen agak mahal jd dikasih oleh-olehnya kopi aja
saya salahs atu penyuka Bika Ambon rasanya itu unik banget di lidahs aya, jadi kalau ada teman pulang dari Medan biasanya suka dibaain, nah kalau Tembakau Deli baru tahu menjadi salah satu cendera mata dari sana, cocok buat oleh-oleh yang suka menggunakan tembakau ya
Indonesia yang kaya ini, di setiap jengkalnya bisa menghasilkan sesuatu yang berpotensi untuk di ekspor ke negara lain. Termasuk Tembakau dari Deli yang disukai bangsa Eropa.
MashaAllaa~
Berawal dari ka Debby, teteh jadi menggali banyak hal dan bisa dijadikan pengetahuan untuk pembaca setia blog informatif teh Okti.
Padahal seru ya klo baca tulisan tentang travelling di Medan dari orang Medan asli
Mungkin kak deby jadi podcaster aja
Kan suka bercerita