Minggu pagi aku pikir sebelum jalan-jalan untuk menghirup udara segar akan menyiapkan dulu cemilan buat keluarga yaitu bakwan jagung. Selain rasanya enak dimakan panas-panas setelah shalat subuh, Ayah Fahmi juga sangat suka makan bakwan jagung.
Semua sudah siap dan aku mulai menggoreng. Fahmi masih ikut ayahnya mengaji saat aku selesai menggoreng 4 buah bakwan pertama.
Saat akan menuangkan adonan ke dalam wajan berisi minyak panas, setelah tiga sendokan mau mengambil sendok keempat, entah kenapa tiba-tiba si bakwan meledak!
Tentu saja minyak panas ikut memuncrat. Aku kaget! Sempat terdiam beberapa detik saat minyak panas itu terasa mengenai tangan serta wajahku.
Terasa panas di kulit, maka aku menjerit dan melemparkan mangkuk berisi sisa adonan bakwan. Ibu mertua serta Ayah Fahmi saling berteriak bertanya kepadaku ada apa dari dalam setelah mendengar jeritanku disusul suara mangkuk pecah yang aku lempar tadi.
Aku tidak bisa menjawab. Hanya terduduk dan sempat menangis sambil merasakan panas di wajah dan tangan. Beberapa detik kemudian Ayah Fahmi datang. Dengan tergopoh-gopoh dia mau membantuku tapi sepertinya tak tahu harus berbuat apa dulu karena sambil menggendong Fahmi.
Setelah menyerahkan Fahmi kepada ibu mertua di dalam, dia kembali ke dapur untuk menolongku.
“Pake odol, ya?” Tanyanya gugup banget.
“Matikan dulu, api di kompor semuanya.” Ucapku berusaha tenang sambil menahan rasa panas.
“Tolong ambil terigu di dalam laci,” lanjutku memerintahnya. Tampak sekali Ayah Fahmi begitu shok dan merasa serba salah harus berbuat apa dulu untuk membantuku. Dia memang mudah panik jika melihat hal yang menakutkan.
Terigu sisa adonan yang sudah diambilnya ditabur-taburkan langsung dari plastiknya ke atas tanganku yang menengadah kepanasan. Lantai penuh dengan terigu.
“Ambil dulu baskom,” aku lagi-lagi membimbingnya sambil menahan rasa dalam diriku sendiri.
“Yang ini saja ya,” tunjukkna pada sebuah panci masak mie ukuran kecil. Dia tampak sangat panik dan tidak bisa berpikir tenang.
“Bukan. Itu baskom besar yang kering,” tunjukku berusaha menjabarkan pikiran rasionalisku.
Sisa terigu sekitar 4 ons lagi itu dituangkan semua ke dalam baskom. Kini aku dengan leluasa bisa menabur-naburkan terigu ke atas permukaan kulit yang tersiram air panas dengan nyaman. Lantai tak lagi kotor.
Aku meyakinkan Ayah Fahmi kalau aku baik-baik saja dan ia sudah mulai bisa meninggalkanku untuk mengasuh Fahmi yang mulai keras tangisannya. Dan memang taburan tepung terigu terasa dingin menempel di kulit yang tersiram minyak panas.
Aku tidak ingat kapan dan darimana dapat informasi kalau terkena minyak panas atau luka bakar sebaiknya ditaburi tepung terigu. Yang pasti aku pernah membaca informasinya seperti itu.
Setelah agak lama dan mulai tenang, Ayah Fahmi memberikan minyak ayam kampung untuk dioles di semua luka bakarku. Selain di kedua telapak tangan, juga ada luka bakar di wakah sebelah kiri. Bagian bawah kelopak mata dan alis bagian atas. Ada juga sedikit cipratan yang mengena pelipis dan dahi atas mendekati akar rambut.
Karena ada anak kecil dan ibu mertua yang harus ontime makan serta keperluan lainnya, meski terasa panas aku memaksakan untuk bisa membantu Ayah Fahmi dalam menyiapkan segalanya.
Kasihan Fahmi, saat mau mandi ditinggal ayahnya dia sudah terjatuh membentur bak mandinya sendiri. Kasihan ibu mertua, biasa sarapan pagi, minggu itu harus menahan lapar dan ambil minum sendiri.
Gara-gara tragedi bakwan jagung meledak, Ayah Fahmi juga harus berperan banyak menggantikanku. Jagain dan asuh Fahmi, memasak, mencuci dan menjemurnya serta mengobatiku yang tidak bisa mengobati sendiri karena kedua telapak tangan terkena luka bakar.
Dari semua kejadian yang menegangkan pagi itu adalah pelajaran berharga buatku. Aku harus lebih hati-hati kedepannya. Intropeksi diri juga mungkin ada kelakuanku yang salah hingga menyebabkan kecelakaan yang kuanggap “teguran” Nya padaku itu harus terjadi.
Pelajaran hidup yang sudah menempaku untuk bisa bersikap lebih dewasa, berpikir dengan bijak dan tetap berkepala dingin meski panik marah atau gugup tiba-tiba datang menyerang. Terimakasih ya Allah, untuk semua karuniaMu…