Liburan Ceria Bersama Anak: Kenangan Istimewa Pendaki Cilik di Puncak Slamet
Pendaki Cilik jadi julukan Fahmi, saat kami ajak mendaki ke Gunung Slamet dengan ketinggian 3428 mdpl. Sebenarnya bukan kami yang mengajak, tapi Fahmi sendiri yang minta ikut mendaki.
Berhubung semenjak dari Idul Fitri belum juga melaksanakan piknik keluarga karena kesibukan si ayah, maka setelah berdiskusi cukup matang, saya dan suami sepakat untuk membawa anak di awal bulan yang ceria ini ke tempat yang bisa memberikan pengalaman baru untuknya.
“Wah, ini pohon tumbangnya diangkut mobil buldozer. Jadi weh kita bisa lewat. Semut juga lewat. Ayah, Ibu, Ateu semua lewat, jadi gak macet lagi…” Fahmi mengomentari sebuah pohon besar yang tumbang dan menghalangi jalur pendakian. Karenanya pendaki harus merangkak atau memanjat pohon itu untuk bisa melewatinya.
“Om kok tidak disebut? Nanti lewatnya jalan mana?” Ciko, guide kami menimpali celotehan Fahmi.
“Om mah terbang aja. Naik Jett Super Wings. Halo bos ada masalah apa? Siap dibantu. Ini ada pohon bikin macet. Siap Jett datang!” Ucap Fahmi sambil mendekatkan pergelangan tangannya ke mulut, seperti operator yang dikontak Jett di film karakter pesawat jet bernama Jett, Super Wings favorit Fahmi setiap pagi di sebuah stasiun televisi swasta.
Tawa kami pun meledak. Hilang sudah rasanya capek walau untuk sesaat. Celotehan Fahmi baik di sepanjang jalur pendakian maupun saat di pos tempat peristirahatan cukup membuat kami terhibur dan sebagian tertawa hingga terpingkal-pingkal.
Celotehan Fahmi memang asal, ngawur dan suka tidak nyambung. Tapi justru itu di sanalah kelucuan nya. Sesekali Fahmi bicara dengan bahasa Sunda. Empat pendaki perempuan yang satu team dengan kami kebetulan tidak mengerti bahasa Sunda. Mereka hanya mesem-mesem saja. Tapi setelah diantara kami yang paham Sunda menterjemahkan apa yang dibilang Fahmi, baru deh mereka tertawa.
Perjalanan terasa akrab, padahal Fahmi dan mereka baru saja bertatap muka hari itu. Kami semua 13 orang terdiri dari 7 perempuan,dan 6 laki-laki termasuk Fahmi. Berasal dari berbagai daerah, punya satu tujuan sama yaitu liburan ke Puncak Gunung Slamet. Bedanya mereka berangkat single, sementara saya dan suami membawa anak yang baru berusia 3,5 tahun pas 3 November saat pendakian dilakukan.
Yang paling sering berinteraksi ngobrol dengan Fahmi adalah Ciko, salah satu guide dari dua yang membawa kami di liburan seru ini. Ciko dengan sabar membalas celotehan Fahmi. Kadang serius, kadang bercanda. Karenanya untuk kami yang jadi pendengar merasa suasana pendakian terasa makin seru dan ceria.
Bukan hanya tim kami saja, setiap ada pendaki lain baik yang sama mau naik atau hendak turun, mereka selalu menyempatkan berhenti. Entah untuk mengekspresikan kekagumannya; Wow keren! Kecil-kecil udah naik gunung, atau sekedar say hello bertanya nama dan usia Fahmi.
Yang bisik-bisik setelah kami lewat pun banyak. Tuh anak kecil aja naik gunung, malu kamu kalau tak sampai puncak, suara seorang perempuan kepada temannya samar-samar terdengar.
“Namanya siapa, Dek? Hebat ih masih kecil sudah berani mendaki.” Merasa tidak kenal, Fahmi acuh saja, tetap berpegangan tangan pada ayahnya.
“Dia mau jawab kalau dikasih jajanan,” seloroh Alin, salah seorang teman kami bercanda.
“Adek mau coklat? Adek hebat ih masih kecil sudah ikut naik gunung. Namanya siapa?”
“Fahmi. Anaknya Bapak Iwan.” Jawab Fahmi cepat sembari meraih coklatnya yang buru-buru direbut.
Tawa tim kami kembali pecah mendengar dan melihat ulah Fahmi. Gimana ini anak, yang bertanya gak memberi cemilan, dia abaikan. Tapi kalau disodorin dulu jajanan, Fahmi langsung jawab, lengkap pula pakai embel-embel “anak bapak iwan”, hahaha! Dasar Fahmi.
Melihat itu, kawan-kawan pendaki pun mencoba “menyogok” Fahmi dengan berbagai cemilan yang dibekal. Ada apel, permen, minuman, dan banyak lagi. Berbanding banyak dengan pertanyaan yang diajukan. Fahmi umur berapa? Fahmi sudah sekolah, belum? Fahmi udah naik gunung mana aja? Fahmi capek tidak? Dan masih banyak pertanyaan lain.
Kali ini Fahmi terdiam. Padahal itu jajanan, buah-buahan serta minuman sudah ada di depan mata. Fahmi malah melirik ke arahku bergantian dengan ayahnya.
“Ayo dijawab dong, sayang…” Rayuku menyemangati.
“Bingung…” Tanpa kami sangka, Fahmi berucap dengan mimik muka seolah benar-benar lelah. “Banyak banget tanya, bingung jawabnya.”
Hihihi… Kini kami bersamaan terkikik menertawakan ulah Fahmi. Emang ngegemesin ih Fahmi ini, ujar Lia pendaki dari Depok menahan gregetnya. Setiap waktu rehat untuk sekedar tarik nafas, selalu ada saja celotehan Fahmi yang jadi hiburan buat kami.
Tapi namanya juga anak-anak, mood-nya tidak bisa diprediksi. Di Pos Payung menuju Pos 1 Pondok Gembirung, Fahmi tampak mogok bicara. Melihat gelagat itu saya ajak Fahmi dan ayahnya menepi. Kami pikir mungkin ia takut kepada ulat bulu yang memang banyak kami temui di sepanjang jalan. Saat tidak ada pendaki lewat, Fahmi baru berani bilang, kalau ia mau buang air. Oh, pantesan …
Setelah ayahnya menemukan tempat di bebatuan dekat lapangan dan sungai dengan air yang sangat minim karena kering, Fahmi diajak ke sana. Khawatir terpeleset maka tangan Fahmi dipegang cukup erat. Tapi Fahmi malah menepiskannya, dan tanpa diduga dia membungkukan badannya seperti mau lewat depan seseorang yang kita hormati, sambil berkata: “Parunten nya ulat, parunten… Ami mau lewat dulu, Ami mau pipis …”
Aku dan suami terpingkal-pingkal tertawa melihat ulah Fahmi. Disaat dia kebelet ingin buang air masih sempat-sempatnya ulat saja dia mintakan izin dan permisi. Teman-teman sampai terbahak tertawa ketika kami ceritakan bagaimana ulah Fahmi saat hendak buang air. Di Pos Pondok Walang, Pondok Cemara dan Pondok Samaranthu, setiap istirahat, tawa kami tidak pernah lepas ketika “menonton” Fahmi yang selalu ada saja ocehan serta tingkahnya yang buat kami tertawa.
Sampai di Pos 5 tempat kami mendirikan tenda hari sudah lewat isya. Cuaca dingin mulai menusuk kulit. Setelah berganti baju, makan dengan logistik seadanya yang disukai Fahmi, saya membungkus Fahmi dengan sleeping bag. Orang dewasa saja menggigil kedinginan, apalagi anak balita, pikir saya. Namun rupanya Fahmi tidak betah dengan “kostum” seperti itu. Ia merengek minta sleeping bag dilepas dari tubuhnya.
Lalu apa coba? Dalam tenda rupanya ia ingin bebas bermain mobil-mobilan! Tentu saja semua pendaki yang bermalam saat itu heran dan menggeleng kepala. Sampai mas-mas porter yang membuat api unggun pada menengok ke tenda, berasa tidak percaya di saat dingin menyucuk tulang, ini bocah malah asyik main mobil-mobilan.
Bosan dengan mainan yang dibawa (karena cuma bawa sedikit) Fahmi yang memang lelah akhirnya tidur di pangkuan. Terkejut saya saat menyentuh badan Fahmi terasa panas tidak biasa.
“Jangan-jangan Fahmi demam, Yah?” khawatir saya direspon biasa oleh suami.
“Karena pengaruh sleeping bag saja mungkin.” Jawabnya datar.
Namun semakin larut, panas Fahmi tidak juga mereda. Bahkan tidurnya tidak bisa nyenyak. Sesekali merintih seperti mengigau. Saya yakin ini demam, bukan suhu biasa Fahmi. Segera saya mengeluarkan tas rajut berisi obat-obatan. Tak ingin membangunkan yang lain karena mereka pun pasti kecapean, saya menggendong Fahmi dan membujuknya untuk minum obat pereda panas yang sudah dipercaya secara turun-temurun.
Fahmi tidak rewel jika minum obat. Begitu juga saat saya beri Tempra Paracetamol yang dapat menurunkan panas serta meredakan nyeri. Yang cocok untuk Fahmi Tempra Syrup usia 1-6 tahun. Sirup dengan rasa anggur ini tidak menimbulkan iritasi lambung. Karenanya selalu kami bawa dan rekomendasikan sebagai obat pertolongan pertama ketika anak sakit. Kami tidak ragu memberikannya karena Tempra Paracetamol ini terpercaya, aman, bekerja langsung di pusat panas dan bebas alkohol.
Tidak lama setelah meminum sebanyak 5 ml, Fahmi bisa tidur dengan lelap. Tempra cepat menurunkan demam. Bahkan saking lelapnya, summit attack yang kami rencanakan dimulai pukul tiga dini hari jadi kacau timing-nya. Saya sendiri tidak tega membangunkan Fahmi yang baru saja bisa istirahat. Kami mempersilahkan teman-teman lain untuk summit terlebih dahulu. Saya, Fahmi dan ayahnya bersama Ciko, guide kami yang sangat perhatian serta tanggung jawab akan menyusul kemudian.
Rombongan pun dibagi dua. Yanto, guide kami yang satunya membawa para pendaki lain untuk menuju Puncak Slamet lebih pagi. Sementara saya, suami, Fahmi beserta sahabat dekat Alin dan Ana (keduanya dipanggil Ateu oleh Fahmi) ditemani Ciko menyusul kemudian.
Pukul lima Fahmi terbangun. Alhamdulillah demam di tubuhnya sudah reda. Dan apa yang dilakukannya ketika bangun? Fahmi berceloteh dengan jenakanya…
“Bu, Ateu seperti badut ya? Semua dipasang di sini, di sini, jadi kaya badut….”
Alin dan Ana yang berada bersama kami dalam tenda ngakak tertawa tak tertahankan. Memang udara dingin di Pos 5 Slamet kala itu teramat membekukan badan. Alin tidak cukup hanya mengenakan jaket, sarung tangan, slayer dan topi, dia juga membungkus kepalanya dengan kaos oblong cadangan. Warnanya yang kuning mencolok mungkin menarik perhatian Fahmi. Karenanya ketika melihat langsung dibilang badut.
Padahal Fahmi sendiri tidak menyadari kalau emak nya ini sudah melapisi bajunya sampai beberapa buah. Belum jaket, topi dan sarung tangan. Ah, dasar anak, celotehnya yang lucu membuat pagi nan beku perlahan mencair dengan keriangan. Kalau anak sehat apa pun terasa jadi lebih membahagiakan ya?
Meninggalkan Pos 5 Samyang Rangkah, menuju Pos 6 Samyang Katebonan semangat kami masih penuh. Beranjak mendekati Pos 7, cuaca mulai terang. Pohon Edelweiss atau Bunga Senduro (Anaphalis javanica) mulai tampak sepanjang jalan. Para pendaki sibuk berfoto mengabadikan diri dengan momen langka itu. Naik via Bambangan dan turun melalui Guci, memang belum tentu bisa bertemu lagi dengan pemandangan indah yang terbilang langka ini.
“Foto terus, gak capek?” celetuk Fahmi.
“Ih, Fahmi tidak tahu, ini bunga abadi yang langka itu… “ Alin membalas komentar Fahmi.
“Beraninya foto sama pohon Ateu mah, ari sama ulatnya takut …”
Kontan kami tertawa mendengar balasan Fahmi.
“Hiii, jangankan Ateu, emakmu juga takut itu sama ulatnya. Aih, benar-benar bikin gemas da ini bocah,” Alin menahan jengkel dan tawanya. Merasa sindiran Fahmi tepat sasaran.
Ya, jangankan Alin, saya saja terbiasa hidup di kampung tiap hari ketemu sawah dan kebun, serangga sudah menjadi teman akrab. Tapi dengan ulat bulu yang banyak terdapat di sepanjang jalur pendakian sebelum Pos 5 membuat bergidik dan ngeri juga.
“Yuk lanjut…” Ciko menyemangati.
“Ayo siap! Jalan grak!” balas Fahmi dengan gaya bagai seorang pemimpin. Tangan dan kakinya lurus jadinya seperti robot. Cuma karena pakaiannya berlapis-lapis, ia jadi susah jalan jadinya. Kami lagi-lagi tertawa dengan tingkah lakunya.
Lewat Pelawangan, di Pos 9 memasuki lautan batuan serta kerikil jumpa banyak pendaki yang beristirahat. Berada di bibir Puncak Slamet di pagi hari terasa bagai berada di atas awan. Indah luar biasa melihat hamparan kota-kota di Jawa Tengah, termasuk jajaran pegunungan lainnya yang tampak dari jauh. Banyak yang menikmati suasana istimewa tersebut sambil beristirahat dan sarapan pagi.
Weleh, kedatangan kami yang membawa Fahmi menghebohkan mereka rupanya. Fahmi jadi selebriti dadakan saat itu, banyak para pendaki yang bertanya, mengacungkan jempol bilang Fahmi keren, dan tidak sedikit yang minta foto bareng.
“Kok mereka gak kasih jajanan ke Ami?”
Hihihi, ini anak matre juga jadinya. Imbas dari didikan Ateu dan Omnya kemarin ini sehingga nagih jajanan saat ada yang ngajak ngobrol atau foto bareng. Tapi karena berasal dari celetukan anak kecil, para pendaki tentu saja tidak tersinggung. Malah serius mendonaturkan bekal mereka buat Fahmi.
“Tidak apa-apa kami mau turun ini, biar enteng juga bawaannya, hehe!” ucap salah satu pendaki yang mengeluarkan perbekalannya dan memberikannya ke Fahmi.
Malu-malu sih, tapi masa rezeki ditolak? Dengan alasan buat anak, ya kami terima, meski saat makannya, lebih banyak kami yang makan daripada Fahmi. Hahaha, emak modus ini namanya.
Di Puncak Slamet, kami bersyukur bahwasanya telah diberikan selamat dan kelancaran. Semua berfoto sebagai kenangan yang tidak akan terlupakan. Tapi lain dengan Fahmi, dia tidak mau difoto. Hanya diam dan diam. Saya jadi curiga…
“Fahmi maunya apa?” bujuk saya.
“Fahmi mau (maaf) ee, Bu…” ucapnya lirih, hampir tidak terdengar. Sedikit meringis mungkin menahan kontraksi.
Glek! Antara tak kuat menahan tawa serta kasihan kepada anak, segera saya cari tempat aman untuk Fahmi buang air besar.
“Kok dikubur?” Fahmi kembali bawel setelah dirinya merasa lega.
“Iya, ini kenang-kenangan Fahmi di Puncak Slamet,” saya menahan tawa dengan mimik dibuat serius. “Jangan lupa nanti sampah kita bawa turun.”
“Nanti Fahmi sudah besar, jika mendaki lagi ke Slamet, bisa ditengok kenang-kenangannya,” tambah ayahnya dengan nada jahil.
Fahmi nyengir. Entah mengerti atau tidak. Yang pasti liburan bareng anak kali ini ke Gunung Slamet sebagai gunung tertinggi di Jawa Tengah benar-benar liburan yang tidak akan terlupa.
Membawa anak mendaki gunung memang mengandung risiko besar. Tapi saat semua sarana serta prasarana sudah serba canggih, apa sih yang tidak mungkin di dunia ini? Benar kan? Benar dong…. Ayo dukung kami 🙂
Yang penting jika liburan bersama anak pastikan anak benar-benar menikmatinya. Kesiapan serta tanggung jawab orang tua atau even organizer juga harus maksimal. Dalam arti pertimbangkan lokasi liburan apakah mampu dilalui si anak atau justru malah menyiksanya.
Tips sederhana ala kami Keluarga Petualang saat liburan bareng anak:
- Tentukan lokasi liburan yang disenangi dan aman untuk anak. Kalau anak belum bisa memilih, pastikan lokasi aman dan disenangi anak. Orang tua pastinya lebih tahu lokasi yang bagaimana yang disukai sang anak. Setiap anak berbeda, karenanya diperlukan diskusi dan kesepakatan bersama. Jangan sampai memaksa anak liburan di suatu tempat hanya karena iri melihat anak orang lain mampu ke sana.
- Persiapkan kebutuhan anak seperti pakaian, mainan, obat/P3K, anti nyamuk, dan makanan kesukaan anak sesuai dengan lokasi tempat liburan bersama anak.
- Perhatikan waktu anak sehingga ia tetap nyaman. Kapan ia biasa tidur siang, kapan biasa minum susu jika yang masih minum, dan waktu-waktu kebiasaan anak lainnya. Jangan sampai terlewat atau luput dari perhatian orang tua karena bisa-bisa si anak jadi tidak nyaman. Liburan bisa kacau kalau anak timbul bad mood. Jika menggunakan jasa even organizer/panitia, sampaikan apa saja yang harus dipenuhi atas hak dasar si anak pada waktu-waktu tertentu. Jangan merasa malu atau bingung, ingat keselamatan dan kenyamanan anak saat liburan itu yang maha penting.
- Ajak anak berinteraksi dengan alam, lingkungan dan orang sekitar. Supaya liburan berkesan dan memiliki arti penting bagi anak, orang tua harus aktif dan kreatif. Liburan bareng anak, maksimalkan waktu untuk anak sepenuhnya. Jangan sampai liburan bareng anak, tapi ayahnya memilih mancing seharian, ibunya mantengin komputer di penginapan. Anaknya? Main mobil-mobilan saja di sofa. Please, atuh lah! kalau begitu mah gak usah jauh-jauh, di rumah juga bisa kan?
Itu saja sih yang bisa saya sampaikan. Lebih kurangnya mari kita diskusikan di kolom komentar 😉
fahmi jagoan banget. Aku belum pernah ajak anak kalau mendaki gunung di Gunung Slamet mba. Persiapannya harus mateng banget ya mba
Persiapan yang dimatangkan hanya point dua itu aja Bu secara kalau sudah nego dan sepakat, Fahmi gak banyak permintaan lagi biasanya
Hihi…. lucu. Anak memang bawa rejeki ya mbak hehe….
Hehehe, alhamdulillah Mbak 🙂
wuiiihhh.. fahmi keren. bapak ibunya juara!
cita-cita saya dan pak suami, membawa anak-anak mendaki <3
mudah-mudahan nanti kesampaian kalau yang kedua sudah cukup usia dan bisa diajak komunikasi :')
Amin, yang penting segala sesuatunya sesuai rencana ya Mbak, aman dan lancar 🙂
Keren bangeet fahmi masih balita udah naik gunung..
Panas sama emak bapakny kali Mbak Dew, hehe
makanya minta sendiri tuh…
haiii teh Okti, salam kenal yaa…
Superb sekali ini teh, pasti jadi pengalaman yang gak terlupakan buat Fahmi dan keluarga, apalagi Fahmi sempet demam gitu, duuuhh kalo saya udah panik da heehhe… kabita ihh bawa anak muncak *semoga ya Alloh bisa kayak teh Okti bawa anak muncak*
Halo Mak, salam kenal kembali
amin, semoga terlaksana harapannya ya 🙂
Salam kenal teh Okti.
Betul..saya juga suka ajak anak (hampir 4 tahun) jalan-jalan ke alam. Naik gunung baru sekali, tapi yah..gunungnya ga seekstrem gunung slamet..hehe..
Salam kenal juga Mbak wuihn asyik nih ada teman nya dong, nama anaknya siapa Mbak?
Namanya Alif teh 🙂 Anaknya kalo dibawa ke alam seneng bgt..hehe..
Btw teh..untung banget Fahmi demamnya ga lama ya..pasti deg2an banget kalo diperjalanan (apalagi mendaki) anak sakit -_-
Karenanya setiap bepergian selalu siap sedia Tempra cepat menurunkan panas anak dan anak juga suka dengan rasanya
Kapan kapan kita main bareng ya Kaka Alif… suka banget dech jalan sama anak yang suka alam
Haaaaa kapan yah saya liburan bareng anak. Semoga segera hihihi
Amin, semoga segera mbak liza
waa udah ke gunung Slamet kecil2.., tantenya aja belum nih.. Pengen deh ngajak anak2 liburan ke gunung juga kapan-kapan…
Bukannya kemarin udah ke Cibodas, Mbak? Eh, lanjut ke Gunung Gede gak sih kemarin itu? Hihihi…
Salamkenal teh okti, fahmi lucu ya, anak kecil mah jawabannya bikin supris :)) jadi biar dijawab fahmi anaknya bpk iwan, ngasih jajanan dulu ya 😀 i love kids teh
Keren udah naikin gunung
Celoteh anak emang suka bikin gemes orang dewasa
Salam,kenal kembali ya Mbak
wah fahmi hebat, kecil-kecil udah mendaki. anak yang periang ya. kebayang dech klo ktemu fahmi pasti senyum2 terus. 🙂
Sebenarnya Fahmi anaknya pemalu, kakak… Tapi kalau udah kenal, dia bakal bawel dan ngakak main terus. Bikin yang diajak gak punya me time dech, hahaha…
Wow..fahmi keren…bapak ibunya juara..sy aja masih maju mundur ajak anak yg kedua mo kemping..pdhal ibunya dah pengen banget.namun baca ceritanya mbak oti..jd mulai ada keyakinan mo ajak anak kemping..ya deket2 rumah dl lah hehehe
Iya Mbak… Yang penting anak nyaman. Lokasi terdekat lebih baik, selain anak mudah adaptasi, kita juga bisa buat tingkatan ke depannya. Misal berhasil di ketinggian seribu meter, besok bisa dinaikkin di 1500, dst…
Moga segera terlaksana ya Mbak liburan ajak anaknya
Wah, benar benar wonderful banget ya teteh bisa mendaki bersama keluarga. Ada si kecil, ayah..
Apalagi ada si kecil yang ikut. Persiapannya betul betul mantap 😉
Semoga, bisa mengikuti jejak teteh sekeluarga untuk mendaki bareng dah 🙂
Keep posting ya teh, ditunggu updatenya 🙂
Terimakasih kapan2 ayo naik bareng ya
Wah, enak banget si Fahmi ini udah naik gunung..
sebagai orangtua, tempra ini keknya wajib di bawa pas kemana-mana ya, Teh 😀
Wajib pisan. Keselamatan dan kesehatan anak paling utama. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Siap bawa payung sebelum hujan
pengen deh ke sini juga nanti bareng suami dan anak kelak hehhe
Amin, didoakan semoga lekas tercapai
wahh kereeen mba…bisa sampe naik gunung sekeluarga gitu. liburan ama anak kecil memang rempong tp menyenangkan yaa
Kerempongannya itu yg bikin ngangenin hal paling berharga sebagai ibu dan orangtua.
Fahmi kereeenn… eh.. mama dan papanya juga keren sih.. kalian keluarga keren deh. Dan itu fahmi dipanggul di pundak papanya ya.. hehehe… hebat hebat
Iya Mba Ade, banyak yg nanya ke ayahnya katanya kok bisa gendong gitu latihannya gimana? hehe, itu sih bisa-bisanya aja, biar Fahmi bisa menikmati perjalanan dan gak terlalu berat beban saat jalan nanjak/turun…
Hai salam kenal teh okti
Kecee bgt travellingnya…kabitaaaa ngajakin naek idlan naek gunung gt kaya fahmi
Ayo iraha iraha urang nanjak bareng bareng
juwaraaa!
alternatif kegiatan anak-anak begini perlu lebih banyak diceritakan biar ga nyo-o gejet waee~
Nah itu Teh, salah satu yg buat kami mendukung anak beraktivitas di luar dan interaksi ialah supaya anak tak megang gadget aja
Ih…gemesin banget Fahmi, yak. Kecil2 cabe rawit nih udah berani naik gunung. Demam jg bentar doang ya. Pinter.
Aku juga mau deh bawa anak2 dan ayahnya naik gunung. Tapi kapan?
Alhamdulillah langsung sehat lagi Mbak
Ayo Mbak rencananya direalisasikan. Saatnya bawa anak ke luar biar ga main gadget melulu
kul…. konon katanya anak itu sebaiknya diperkenalkan dengan buku, alam, musik dan olahraga,… aduh, pengen juga bawa anak ke gunung, tapi belum ada.. hahahahaha
hihihi… mendoakan semoga segera ada anaknya ya 🙂
Fahmi kereeeenn
berhasil naik gunung
Alhamdulillah Om dan Fahmi jadi ketagihan ini…
Haduh Fahmi hebat bingits udah naik gunung ajaaa..
Ayo Kakak jangan kalah
Beruntung kami bawa Tempra, Kakak. Jika tidak, mungkin Fahmi gagal ikut muncak. Alhamdulillah panas segera reda setelah minum Tempra. Dan Fahmi pun bisa ikut muncak
wuihhhh si teteh okti udah duluan ke slamet, aku kalah sama dek Fahmi, keren Te O Pe Be Ge Te dehhhh
Ayo Teh, kapan2 kita nanjak bareng sama Aa Alfi
waaah seruuuu, kapan ya saya bisa ajak anak naik gunung. Bapaknya sibuk kerja wae…
Kapan aja bisa Teh… Yang terdekat aja dulu… Kemping di halaman rumah juga bisa kok yang penting anak ceria dan kebersamaan yang berkualitas
Wah… keren banget Fahmi. Saya aja belum tentu kuat kalo diajak mendaki gunung. Dulu di depan rumah ada banyak gunung, tapi belum pernah sekalipun naik. Selain kata orang angker, ragu juga dengan kekuatan diri.
Mulai aja hiking bukit yang kecil, kaya taman hutan raya gitu Mbak
Keren banget Aa Fahmi uda bisa dijak mendaki gunung. Seruu y mba mengenalkan alam ke anak sedari kecil ^^
Seru plus jadi kenangan seumur hidup Mbak. Jadi bekal kelak anak dewasa insya Allah
Ayahnya nih yang hebat, gendong2 Fahmi sampai atas. Tempra memang cepat redakan demam.
Betul sekali Bunda
Salam untuk fahmi ya ka
Keren anak kecil sudah bisa naik gunung
Semoga sudah besar membanggakan orang tua ya fahmi
Salam kenal Kakak Mia
Amin, terimakasih atas doanya
Wuah serunyaaa, hebat nih si Fahmi kecil-kecil sudah naik gunung. Aku cuma naik bukit aja, jalan bentar udah ngos-ngos an hahaha.
Untung bawa obat demam, emang wajib deh dibawa kalo pergi-pergi bersama anak. Aku ke luar kota aja selalu bawa obat demam, apalagi naik gunung, wajib banget ya 🙂
Wajib Bunda selain makanan pastinya
kereeen… keren Fahminya, keren mamahnya dan keren ayahnya juga…. mendaki gunung bersama anak usia 3,5 tahun itu prestasi yang luar biasa….
Yang penting persiapannya ya Mbak, 🙂
Liburan bareng anak jangan sampai anak tidak nyaman dan sakit
Teh, malu sama Fahmi. Saya belum pernah naik gunung.
Takut krn alergi dingin.
Btw ini Fahmi yang dibawa ke ultah K3B yg di Bandung itu kan?
Waktu itu dia bobok kayaknya. Salut sama keluarga Teh Okti 🙂
Iya Teh Pit… Benar. Saat itu tahun 2015, Fahmi usia 2tahun lebih. Sekarang Fahmi 3,5 tahun.
Saya malah ga tau kalau saat K3B di Bdg kita sudah ketemu. Hihi… Maaf ya Teh…
keren yah fahmi masih kecil udah jadi pendaki,.,hebat eeeuuuy saluuut mba,.,
Terimakasih Kakak
Waaah Masya Allah.. 3.5th udah naik gunung *saluuuute…
Waktu 2 tahun juga udah kita bawa naik juga sih Mbak. Tapi gak sampai tiga ribuan gitu ketinggiannya. Hanya hutan raya dan taman nasional gitu seringnya
dek fahmi hebat euy…aku aja blom pernah naik gunung 😀
Kapan kapan ayo naik bareng ambil yang camping ceria aja, family trip hehehe…
Fahmi, hebat sekali, kau Nak…
tante mau mencoba naik gunung Prau aja kepending2 terus… ^^
Semoga sehat selalu ya Fahmi, Bapak dan Ibu biar bisa menjelajah dan menjaga alam Indonesia. Aamiin..
Amin, Tanteu…
Terimakasih
Semoga suatu saat Tanteu bisa mendaki gunung juga ya saya diajak bunda ke Pegunugan Dieng Sikunir waktu usia 3 bulan dalam kandungan, hehe… Ke Prau malah belum juga deh
Wah, Fahmi kecil” sudah mendaki gunung Slamet saya aja belum *tutup muka*, semangatnya patut dicontoh. Semangat ah!
Semangat Mbak,
Anak ikut naik gunung aman kok. Apalagi dewasa. Yang penting persiapan aja yang matang. Jangan sampai tertinggal hal hal yang harus dibawa seperti obat anak
Ah aku merinding bacanya. Fahmi hebat banget bisa sampai puncak. Malah jadi menghibur para pendaki dengan kepolosannya.
Itulah Mbak, celotehan serta tingkah lakunya menjadikan liburan kami semakin ceria dan tidak mudah melupakannya 🙂
ya ampun teh, dek Fahmi keren banget 😀
aku aja kalah hihihi
Ayo kita naik bareng Kakak
Liburan sama2 pasti makin seru. Jangan kalah dong Kakak, liburan mendaki pasti aman dan nyaman kok asal persiapan matang dan membawa perbekalan wajib
Wow, seru banget ih liburannya. Kecil kecil sudah mendaki. Sehat selalu ya, dek, biar bisa mendaki lagi sama mama papa 🙂
Amin, terimakasih doa dan semangatnya Kakak 🙂
Ya ampun Fahmi kereeen.
Tante yang setua ini belum pernah nyampe ke puncak Gunung Slamet.
Baru nyampe Baturaden doang, hahaha.
Widiw, Teh Okti hebat euy, berani bawa anak mendaki setinggi itu.
Kami malah belum pernah ke Baturaden Tante, hehehe…
Mau ke Baturaden, mungkin trip liburan selanjutnya, amin…
Hebat Fahmi. Saya belum berani ajak anak naik gunung, Mbak. Lah saya sendiri takut naik gunung wkwkwk. *cemen* Persiapannya harus bener-bener mateng, ya. Obat-obatan perlu banget itu. Kita gak tahu kapan anak terluka, demam, dll.
Iya Mbak Haya. Obat anak jadi satu hal yang wajib kita bawa saat bepergian bareng anak
Huwaa keren bangett, aku paling suka kalau lihat pendaki cilik. Soale kayaknya ngga sanggup bawa anak naik gunung qiqiqi
Saya juga sebenarnya gak sanggup kalau “bawa” itu juga kan yang gendong ya ayahnya, hehehe!
Padahal Gunung Slamet tinggi banget lho.. eh ini malah Fahmi udah sampai di atas. Seneng ya Teh kalau sekeluarga hobinya sama. Btw salam kenal ya Teh Okti..
Salam kenal kembali Mbak Rani 🙂
iya Mbak liburan akan makin bermakna jika satu sama lain saling melengkapi 🙂
wah keren banget ya….untung selalu bawa tempra
Tempra jadi barang wajib yang harus dibawa saat bepergian dengan Anak, Bunda 🙂
Seru banget tuh ya mba banyakan pergi nya dan yang saya tahu gunung slamet tuh tinggi banget lhoo tapi anaknya mba bisa sampai atas juga, mungkin karena usaha bapaknya yang gendong ya 😀
Kalau liburan ke gunung kaya gini apalagi sama anak harus mempersiapkan segalanya mulai dari makanan sampai obat-obatan 🙂
Hehehe. Iya betul, ayahnya yang berjasa sehingga Fahmi bisa sampai puncak
Obat anak jadi barang wajib buat kami, Mas. Apalagi bepergian ke gunung, susah warung apalagi tim medis.
Fahmi….. tante padamu….
Keren banget kamu nak. Tante udah setua gini malah baru belajar naik gunung. Yuk kapan2 naik gunung barengan ama anak tante jg kak nadia namanya 🙂
Tidak ada kata terlambat Tante ayo Kakak Nadia kapan2 kita mendaki gunung sama2 ya
Fahmi keren ihhh udah sampai puncak gunung Slamet. AKu masih mikir2 mau ngajak anak naik gunung, takut minta gendong bisa encook hahaha
Fahmi maunya digendong sama ayahnya, saya bebas tugas, karena emang ga kuat hahaha…
Hahaha…Fahmi pinteeeer. Giliran yang nanya kasih makanan dijawab. Alamaaak. Xixixi. Ngebayangin pas kejadiannya. Lucu banget kayaknya Mbak, dengan muka polosnya anak-anak yakk…
Iya Mbak. Celotehan Fahmi buat liburan kami makin ceria jadinya. Super ngakak dalam setiap langkahnya
Liburan emang seru ya bun kalau bisa bawa anak-anak, tapi kalau mereka demam jadi sedih deh 🙁
Pintar-pintarnya kita sebagai ibu yang harus menyiapkan segala sesuatunya agar anak kembali sehat, seperti membawa Tempra yang cepat menurunkan demam anak 🙂
Benar sekali Bunda dengan persiapan matang, apapun liburannya pasti akan mengasyikan
Hebat euy Fahmi! Jadi cita-cita punya anak cowok yang bisa diajak bertualang. Tapi, emaknya sendiri aja takut naik gunung takut kediinginan.. Gemana anaknya bisa nanti yaaa? :))
\
Hehe… Kalau gitu naik gunungnya di gurun saja Mbak, bercanda ya…
Wah keren mbaaa, saya milih bawa anak ke laut daripada gunung, gak sanggup gendongnya :))
Itu jug yang gendong ayahnya, Mbak. Bukan saya. Saya juga gak kuat kalau gendong balita mah, hahaha
Keren bangeeeeet. Suka salut sama keluarga petualang macam keluarga teteh ini,hehehe. Walaupun mendaki gunung lewati lembah stok obat obatan kudu siap sedia, terutama obat penurun panas ya teh.
Benar sekali Mbak Lisna. Obat anak jadi hal yg wajib
Fahmi keren banget bisa ikutan ayah bunda mendaki gunung.. saluuut.. dimana ortu biasanya paling males bawa anak, apalagi sampe nginep di tenda.
Kebetulan saya dan suami punya kesenangan naik gunung, jadi bawa anak sebuah pencapaian kami. Hehehe!
asyik banget nih bisa liburan bawa anak ya bun 🙂
keren jeng ceritanya, muuantab. Bagi cerita dan inspirasi ke banyak orang. Lanjutkan jeng, salam kenal