Semangat Kurban dari Bukit Mandi Mandian Sulit Air

Sejak sahur sampai berbuka puasa ponsel tak juga saya tinggal jauh. Berharap jika ada telepon dari anak yang sedang merantau di Nagari Sulit Air bisa segera diterima.

Tapi sayang seribu kali sayang, telepon yang ditunggu-tunggu tak juga kunjung terdengar. Tentu saja hati jadi gelisah, pikiran mulai dihantui berbagai macam perasaan. Takut anak kenapa-napa…

“Ami sehat, Bu. Tapi Ami malas jalan ke Gedung Pengasuhan buat telepon. Ami senang main di Rayon sambil dengar cerita dengan Al Akh dan Ustadz disini…”

Oalah, ternyata itu alasannya kenapa anak tidak menelepon beberapa hari terakhir ini. Padahal sebelumnya ponsel yang sebelum anak mondok sepi, hampir sehari tiga kali terus berbunyi. Sampai saya pikir jangan-jangan uang bekal anak di pondok buat jajan habis dipakai telepon melulu.

“Bu, uang tabungan Ami ada berapa di ibu?”

“Memang kenapa?” lho, kok nanya uang? Kaget juga kan jadinya tiba-tiba anak bertanya tentang tabungannya. Padahal baru saja saya lagi membayangkan uang bekal anak yang mungkin habis dipakai buat nelepon ke rumah terus. Apa anak nanya uang tabungannya itu mau minta bekal lebih buat bekal di pondok?

Sebelum berangkat ke Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Kampus 9, yang beralamat di Kabupaten Solok Sumatera Barat, uang yang dipegangnya memang semua diserahkan kepada saya. Karena aturan di Gontor, santri tidak boleh memegang uang, kecuali tabungan siswa yang pengeluaran dan pemasukannya dipantau ustadz.

“Ami mau kurban, Bu. Kalau ada, uang Ami boleh ga dipakai buat kurban? Ami sama teman di Rayon kemarin denger cerita ustadz, sedih banget Bu. Tapi bikin semua kepikiran jadi pengen kurban juga gitu, Bu…”

“Emang ceritanya bagaimana?” Ada perasaan lega juga. Ternyata nanya uangnya bukan buat diminta nambahin bekal.

Rasa lega ini juga sambil disertai penasaran. Kira-kira ustadz siapa sih yang udah berhasil menarik hati sholgan-ku ini. Karena waktu perkenalan, selain Ustadz Zefa yang jadi wali kelas, hanya ada beberapa ustadz lain yang berkenalan. Ustadz Ikhwan, Ustadz Dzikra, Ustadz Fakih dan Ustadz Galih. Hanya itu yang bisa saya ingat karena ustadz sebagian lainnya lagi saya udah lupa, hehe…

“Ustadz cerita tentang seorang anak yang rela menjual sendal biar bisa beli kambing buat kurban, Bu…”

“Wah, menarik banget ceritanya, Mi. Terus bagaimana?”

Masih di sambungan telepon anak pun bercerita kalau sore hari kemarin, yang biasanya ia stand by di Gedung Pengasuhan untuk antri telepon, namun kali ini lebih tertarik diam di Rayon demi bisa mendengar cerita ustadz nya yang berkisah tentang cerita-cerita inspiratif.

Jadi menurut cerita anak nih, ustadz berkisah ada anak yatim tinggal bersama ibunya di sebuah pelosok desa yang bertempat di kabupaten Solok Sumatera Barat, sebut saja nama anak tersebut Fuadi.

Fuadi tinggal bersama ibunya yang bekerja sebagai buruh cuci. Mereka hidup sederhana, bahkan untuk makan sehari-hari saja sering harus mengandalkan belas kasih tetangga.

Fuadi sangat menyukai pelajaran agama. Ia sering mendengarkan ceramah ustaz tentang keutamaan berkurban saat Idul Adha.

Setiap kali mendengar kisah Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya Ismail demi ketaatan kepada Allah, matanya berkaca-kaca.

Suatu hari, sepulang dari masjid, Fuadi berkata pada ibunya, “Bu, tahun ini kita harus kurban juga ya. Walau kecil, Adi mau kasih yang Adi punya.”

Sang ibu tersenyum pilu. Mereka tidak punya apa-apa, jangankan membeli kambing, untuk beras saja kadang harus berhutang.

Namun Fuadi tetap bertekad. Ia mulai mengumpulkan receh dari sisa jajan, membantu tetangga menyapu halaman, dan bahkan menjual barang-barang bekasnya sendiri.

Dalam waktu satu bulan, ia hanya berhasil mengumpulkan Rp18.000. Jelas jumlah itu tak cukup untuk membeli hewan kurban.

Tapi Fuadi tetap datang ke panitia kurban di masjid dengan semangat. Di tangannya, ia menggenggam uang receh dan sepasang sandal jepit yang masih cukup layak.

Dengan suara pelan ia berkata, “Pak, Adi nggak punya kambing, tapi Adi mau ikut kurban. Ini uangnya… dan ini sandal baru, siapa tahu bisa dijual buat beli kambing.”

Semangat kurban dari bukit mandi mandian nagari sulit air

Panitia kurban di masjid terdiam. Beberapa bahkan meneteskan air mata. Semangat dan keikhlasan bocah kecil itu menggugah hati mereka.

Keesokan harinya, panitia mengumumkan bahwa kambing kurban atas nama Fuadi akan disembelih bersama hewan kurban lainnya. Kambing itu dibelikan oleh donatur yang tergerak hatinya oleh kisah Fuadi.

Hari itu, Fuadi berdiri paling depan, matanya bersinar bahagia. Fuadi tak menyumbang banyak harta, tapi ia memberikan semua yang ia punya— tapi taukah bahwa justru itulah makna kurban yang sejati sesungguhnya?

“Begitu kisah yang disampaikan Ustadz, Bu. Nah, Ami juga jadi ingin kurban dengan tabungan yang Ami punya, Bu. Bolehkan Bu?”

Sungguh saya gak mampu langsung menjawabnya. Karena isak tangis ini lebih kuat mendahului terdengar di seberang sana.

“Kok Ibu nangis?”

“Ibu ikut terharu dengan cerita ustadz yang disampaikan Ami barusan. Boleh Mi, Ami boleh berkurban. Uang Ami ada lebih dari cukup di ibu.”

“Alhamdulillah. Nuhun Bu. Ami senang Bu… Emang kalau kurban domba atau kambing berapa juta, Bu?”

“Ada yang di bawah dua juta rupiah ada juga yang di atas itu. Tergantung dari besar kecilnya domba atau kambing yang kita pilih.”

Sambil terisak saya sampaikan pada anak yang sedang mondok jauh di luar pulau sana bahwa kurban bukan sekadar menyembelih hewan, tapi tentang ketulusan memberi, meski yang kita punya sangat sedikit. Jadi murah atau mahal, itu bukan ukuran mutlak.

Betul seperti kisah Fuadi, yang menunjukkan bahwa pengorbanan tidak diukur dari besar kecilnya, tapi dari niat dan keikhlasan hati.

Salut dengan ustadz yang sudah memberikan kisah inspiratif tentang Fuadi kepada santri di kampus Gontor 9 khususnya kelas 1B Rayon Syanggit Kamar 2, tempat anak saya mondok dan belajar.

Terharu saya mengingat anak jadi terdorong untuk ikut kontribusi lewat pengorbanan yang bisa dilakukan sekecil apapun itu demi bisa ikut berkurban. Luar biasa kisah dari ustadz nya ini sudah menginspirasi lebih banyak orang.

Meskipun anak ada di Bukit Mandi Mandian Nagari Sulit Air Kabupaten Solok Sumatera Barat sana, namun semangat untuk berkurban sedikit pun tidak berkurang. Apalagi sekarang bisa berkurban dengan cara yang praktis tapi tidak mengurangi nilai ibadah dan kekhusyuannya.

Kurban di Dompet Dhuafa bisa jadi salah satu pilihan. Karena kurban di Dompet Dhuafa memiliki banyak kelebihan:

📌 Distribusi ke wilayah membutuhkan (wilayah miskin, tertinggal, daerah pedalaman, wilayah yang masyarakatnya belum pernah/jarang sekali menikmati daging hewan kurban, serta wilayah bencana/rentan konflik)

📌Laporan kurban transparan. Kita akan mendapatkan laporan kurban secara lengkap dan akan diberikan update ketika pemotongan

📌Kurban di Dompet Dhuafa sama dengan ikut memberdayakan peternak lokal hewan kurban binaan Dompet Dhuafa. Ada banyak peternak lokal yang dibina berhasil menyekolahkan putra-putrinya hingga jenjang lebih tinggi. Kurban sengaruh itu…

📌Hewan kurban di Dompet Dhuafa berkualitas sudah layak untuk dikurbankan menurut syariat Islam, dan melalui proses Quality Control yang amanah

Kurban di Dompet Dhuafa
Kurban di Dompet Dhuafa

Ketika anak berniat ingin kurban, maka tidak ragu lagi saya langsung teringat Dompet Dhuafa dan memilih kurban di sana.

Insyaallah kurban kita akan jadi jalan yang membentang kebaikan untuk umat. Ada banyak sudara kita yang benar-benar membutuhkan di pelosok Indonesia serta di berbagai penjuru dunia menunggu kurban kita sampai disana.

40 thoughts on “Semangat Kurban dari Bukit Mandi Mandian Sulit Air”

  1. Ya Allah….aku ikut menceloosss Teh.
    begitu mulia dan tulus hati anak itu ya. Semoga Allah mampukan kita semua utk beribadah dgn menunjukkan kefakiran di hadapan-Nya.
    semogaa Allah trima amal.kitaaa

    Reply
  2. Dompet Dhuafa memang jadi salah satu tempat kurban yang tepercaya
    Tetangga saya juga kurban di sini setelah dapat info dari artikel yang saya berikan waktu lalu
    Semangat Fuadi semoga makin memberikan pelajaran ke anak anak bahwa berkurban tak sekadar beli tetapi juga punya makna dibalik berkurban itu

    Reply
  3. Larut membacanya dengan hati hangat. Jadi ingat sebuah kalimat, disebut berkorban itu jika kenyamanan diambil dan melakukannya dengan hati senang.

    Kisah Fuadi ini memberi contoh nyata, bahwa pemberian dengan semua yang ada itu wujud dari sebuah sayangnya pada Tuhan dan percaya bahwa hidupnya akan dipercaya. Jadi dia tidak khawatir kalau seluruh miliknya diberikan. Termasuk sendal jepit barunya.

    Reply
    • Hooh, ya Kak. Anak sekecil Fuadi saja sudah memasrahkan hidupnya pada Sang Pemilik Hidup.

      Makanya, dia nggak khawatir memberikan semua yang dia miliki untuk bisa berkurban.

      Nggak ada kekhawatiran besok akan bagaimana.

      Reply
  4. Cerita soal Fuadi luar biasa sekali, menggali kembali makna berkurban yang sesungguhnya. Syukurnya Ami bisa memaknai cerita itu dengan baik. Sepertinya kita memang harus sering disadarkan agar tak lupa dengan makna berkurban yang sesungguhnya.

    Di jaman yang semakin maju, berkurbanpun jadi semakin mudah. Dompet dhuafa membantu mereka yang mau berkurban menjadi lebih dekat dan lebih mudah.

    Reply
  5. Wah ini moral storynya diajarkan mengenal kurban sejak dini ya..jadi si anak kelak sudah dewasa semakin memahami arti berkurban

    Reply
  6. Terharu bacanya juga . Syukurlah cerita tadi bisa jadi penggerak anak2 santri utk ikut berkurban ya mba.

    Bicara dompet dhuafa, aku pernah kurban di sana sekali. Dan memang transparan kok. Sampai foto2nya mereka kirim. So far ya mba, lembaga kemanusiaan yg aku msh percaya, ya dompet dhuafa. Ada beberapa lembaga yg sejenis ketauan korupsi dan tidak amanah, aku bener2 LGS blacklist.

    Berharap dompet dhuafa tetap bisa menjaga kepercayaan customernya, dan transparan dalam mengelola dana

    Reply
  7. Keren banget sekecil itu udah tergerak buat berkurban. Yg orang dewasa aja sering gak ikhlas kalau ngluarin duit buat kurban. Padahal, kalau dipikir2, menyisihkan uang 5000 dalam 365 hari aja, tahun depannya kebeli kambing. Jumlah yang kecil dari beli kopi atau rokok tiap hari ya.
    Alhamdulillah ya ada beliin kambing buat Fuadi. Semoga nanti ke depannya Adi bisa terus kurban dan jadi orang sukses. Begitu juga anaknya teh Okti. Aamiin.

    Reply
  8. Dompet dhuafa ini salah satu lembaga yang amanah dan bagus dalam pengelolaan dananya. Beberapa teman muslim juga menyalurkan donasi lewat lembaga ini.

    Dan ini bikin kita yang mau sedekah nggak ketar-ketir duitnya dibawa ke mana. ❤️

    Reply
    • Alhamdulillah kami juga beberapa tahun terakhir berkurban via Dompet Dhuafa. Alasan utama bingung milih hewan kurbannya gimana yang sesuai syariat hehe, jadi percayakan saja sama lembaga ini.
      Sejauh ini amanah, juga selalu ada laporan lengkap via email atau WA ttg perjalanan kurbannya.

      Reply
  9. Masya Allah aku juga ikut terharu baca kisahnya. Jadi melihat ke diri sendiri udah bisa berkurban seperti itu belum. Karena memaknai idul adha bukan hanya soal menyembelih hewan ya, tapi bagaimana kita bisa merelakan apa yang menjadi milik kita. Memberi meski hanya sedikit.

    Reply
  10. Makna dan ceritanya tentang arti berqurban itu dalam banget ya kak,bukan hanya sekadar menyembelih kambing atau sapi aja. Untung ada dompet dhuafa yang bisa menyalurkan donasi qurban kita ke pelosok negeri ya

    Reply
  11. Masya Allah, bagus sekali si Ami yang sudah ingin berkurban. dan memang, berkutban itu bukan soal berbagi daging, tapi juga ketulusan dan keikhlasan memberi, sehingga nanti akan berkah dan membawa kebahagiaan semuanya.

    Reply
  12. Terharu banget dan ikut bangga, Fahmi jadi terinspirasi dng kisah Fuadi. Ustadz-nya bageur, bisa menggerakan santri untuk ikut berqurban, dari sebuah kisah.
    Makin hari, terlihat makin dewasa ya Fahmi…

    Reply
  13. Semangat gotong royong dan ketulusan Abang fuadi di Bukit Mandi Mandian benar-benar menginspirasi. Di tengah segala keterbatasan, tetap menjaga makna kurban dengan penuh keikhlasan. cerita ini—jadi pengingat indah bahwa kebersamaan dan niat tulus adalah esensi sejati dari kurban.

    Reply
    • Aamiin, idem kak. Senang ya ada contoh yang bisa kita tiru bagaimana membimbing anak agar senantiasa menaati perintah Allah Subhanahu Wata’ala, apalagi ini yang dikerjakan adalah ibadah qurban yang bermanfaat besar untuk semua

      Reply
  14. Dompet Dhuafa memfasilitasi bagi yang ingin berkurban di masa modern seperti sekarang ini ya. Apalagi kelebihannya banya sekali seperti hewan kurban yang berkualitas, distribusi ke daerah2 untuk dibagikan ke yang memerlukan, memberdayakan peternak lokal (sehingga secara tidak langsung kita ikut membantu menggerakkan perekonomian) hingga laporan yang transparan. Ibadah berjalan dengan baik dan berkah bagi semua pihak.

    Reply
  15. Dompet Dhuafa sejak 1994 sudah dipercaya masyarakat menyalurkan sedekah, wakaf, infak dan kurban. Aku juga mulai mempercayakan di sini. Aman, transparan.

    Reply
  16. Baca cerita anak mba yang tergerak hatinya buat kurban, rasanya aku ikut meneteskan air mata haru serta takjub. The power of story telling dari ustadz beneran powerfull dan hati anak-anak sekalipun langsung tergerak.

    Serta bener banget nih Kurban di Dompet Dhuafa memudahkan ya. Kemudian pendistribusiannya lebih meluas. Manfaatnya luar biasa untuk saudara dan saudari kita yang membutuhkan.

    Reply
  17. Ikut sedih pas baca cerita dari ustadz mbak.
    Kadang kita lupa, bahwa makna dari kurban ini bukan besar-besaran kambing dan gede-gedean sapi. Tapi betapa kita ikhlas dan berusaha memberikan yang terbaik yang kita punya.
    Huhuhu, syedih mbak

    Reply
  18. Alhamdulillah Ami anak sholeh, semoga kurbannya berkah ya. Di umur yg masih sangat muda, ananda sudah mau berkurban, hebat sekali.
    Dompet Dhuafa memang yayasan yg terpercaya, baik untuk urusan kurban maupun zakat dan sedekah.

    Reply
  19. Hiks, ikutan pingin nangis

    Eniwei, saya baru tahu kalo Fahmi sekolah di Gontor Solok Sumatera Barat, kirain Magelang

    Anak-anak saya juga selalu menyalurkan kurban lewat Dompet Dhuafa
    Selain praktis, juga lebih bermanfaat untuk banyak orang

    Reply
  20. Contoh dari kisah Fuadi menggetarkan kita bahwa ibadah qurban ini memang istimewa, dan sekaligus menunjukkan bagaimana ketaatan kita kepada Allah Subhanahu wata’ala.

    Reply
  21. Alhamdulillah ya, Teh..
    Anak saya juga dua-duanya selama dua kali qurban pake uang celengannya sendiri dan dengan kerelaan sendiri juga.
    tahun ini kebetulan tabungannya belum ngumpul, insyaallah tahun depan smoga sudah mencukupi
    Barakallaah untuk anak2 soleh solehah, aamiin

    Reply
  22. Ikut terharu dan meneteskan air mata membaca kisah ketulusan Fauzi untuk bisa berqurban.
    Ami juga jadi semangat untuk bisa berqurban. Alhamdulillah kehidupan di pondok, membuat Ami makin dewasa pemikirannya ya mbak

    Reply
  23. MashaAllah. Hati saya juga langsung tersentuh dengan cerita si Fuadi ini. Meski hidup dalam keterbatasan dan dialah sang mustahik yang pantas menerima daging hewan kurban, Fuadi malah berniat berkurban. Malu lah ya kita kita-kita yang mampu ini terkalahkan niatnya sama Fuadi. Gak heran kalau Ami jadi tergerak hatinya untuk berkurban.

    Reply
  24. Selalu ada cerita inspiratif dari momen kurban ini. Apalagi cerita-cerita dari program Tebar Hewan Kurban Dompet Dhuafa, kebayang lho gimana mereka memastikan daging-daging hewan kurban tersebut bisa sampai ke pelosok. Gak hanya memberikan manfaat bagi pekurban, penerima daging, bahkan memberdayakan juga para peternak lokal.

    Reply
  25. Aduhh siapa yang nyimpen irisan bawang disini teh…
    Terharu sekaligus bersyukur juga, karena tanpa direncanakan di tempat kerja qodarullah ada jatah kurban buat karyawan. Dan alhamdulillah saya salah satu yang dapat jatah tersebut. Dan kurban kemarin akhirnya saya bisa berkurban untuk almarhumah mamah…

    Reply
  26. Wah hebat ustadznya bisa menggerakkan hati anak/siswa untuk berkurban. Terharu ya mbak klo anak udah paham sendiri makna qurban. Semoga kita semua termasuk orang² yang diberikan keikhlasan dan keberkahan. Aamiin

    Reply
  27. MashaAllaa.. anak shalih yang memikirkan ingin ikut berkurban dengan uang yang dimilikinyaa…
    Pahala luar biasa dan in syaa Allaah menjadi pondasi keimanan ananda untuk terus taat kepada Allaah.

    Allahumma baariik.
    Kisah menginspirasi juga datang dari Dompet Dhuafa yang selalu memberikan sekaligus mendistribusikan hewan kurban dengan amanah.

    Semoga berkah dan menjadi catatan amal yang dibawa hingga ke akhirat, kelak.
    Aamiin allahumma aamiin.

    Reply
  28. Teh Okti, tulisannya adem dan penuh makna
    Nuansa spiritual dan lokalitasnya dapet banget. Aku suka gimana Teh Okti bawa kita menyelami semangat kurban dari sisi yang lebih dalam—bukan cuma soal daging, tapi tentang ketulusan dan kebersamaan di baliknya. Terima kasih sudah membagikan kisah dari tempat yang mungkin belum banyak orang tahu. Heartwarming banget

    Reply
  29. Cerita di awalnya samaan, setiap jumat atau minggu pasti saya nanyain, ada telpon gak hehehe….

    Yesss, Qurban via DD itu lebih jelas distribusinya ya buat yang tidak mampu. Kadang suka mikir, apa yang masyarakat yang dibagi Qurban itu termasuk saya yang layak dibagi hehe, karena harusnya kan buat yang betul-betul membutuhkan ya.

    Reply
  30. Fauzi keren ini, boleh banget nanti jadi cerita ke anak juga soal sosok Fauzi.

    Kalau kurban memang pilihan banget di DD, aku sendiri sudah 2 tahun ini kalau beli hewan kurban untuk kantor pasti pakai DD.

    Reply
  31. Senang sekali yaa ketika kita ingin berkubran, ada wadah yang menaunginya seperti dompet dhuafa yaa. Jadi pengen kurban juga tahun depan di DD

    Reply
  32. MasyaAllah, keren ustadz-nya bisa mengispirasi santri buat berkurban sejak dini. Semoga kita semua selalu dimampukan untuk berkurban dengan hati yang ikhlas dan hanya berharap ridho Allah ya mbak.

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics