Sepeda Motor Mania: Bepergian Menggunakan Roda Dua Kenapa Tidak?
“Ibu, masukin motor Ayah ke hape dong…” Pinta Fahmi sore tadi. “Seperti foto Ami, si emeng, dan mobil balok, ning!”
Maksud Fahmi, dia ingin saya memfoto sepeda motor ayahnya, lalu mengunggahnya di media sosial dan dia bisa melihat di gadget, seperti ketika saya upload foto-fotonya, foto kucing kesayangannya, hingga foto mainan mobil balok favoritnya di internet.
“Nanti Ibu buat, tapi janji Fahmi harus sembuh ya?”
Senyuman dan anggukannya seolah menjadi hutang yang harus segera saya bayar. Maka ketika ia tertidur di pangkuan tak lama setelah minum obat, saya segera menuliskan blogpost ini. Tentang sepeda motor ayah, sebagaimana permintaannya.
Lupa tidak tanya detail kapan si ayah membeli sepeda motor kesayangannya yang berwarna hitam itu. Yang pasti jauh sebelum kami kenal dan menikah. Tahun 2008 deh kayanya kalau tidak salah. Saat itu si ayah sangat memerlukan kendaraan untuk pulang pergi kerja ke Pasirkuda, tetangga kecamatan di perbatasan Kabupaten Bandung yang jaraknya sekitar setengah jam perjalanan dari tempat kami sekarang tinggal. Jadi jika benar, sudah hampir lebih delapan tahun sepeda motor itu menemaninya dengan setia.
Saat ini sepeda motor bukan lagi sebagai barang yang mewah. Siapa saja bisa beli dan menyicilnya. Bahkan dengan depe lima ratus ribu saja, sudah ada yang bisa bawa pulang sepeda motor baru. Namun bagi kami, sepeda motor si ayah ini bukan hanya sebagai satu-satunya barang berharga milik keluarga, tetapi sekaligus sebagai pengantar setia kemanapun dan apapun acaranya.
Tinggal di pelosok Kabupaten Cianjur yang jalannya masih tidak mulus mau pergi-pergi mending naik sepeda motor daripada naik kendaraan roda empat. Selain bisa cepat, praktis juga hemat dan murah alias irit.
Kalau mau ke kota kabupaten yang jaraknya 2 jam kendaraan, menggunakan sepeda motor cukup mengisi bensin saja sekitar Rp.20 ribu. Tapi kalau naik kendaraan umum, satu orang ongkos Rp. 40 ribu. Jika tiga orang, sudah ratusan ribu lebih untuk sekali jalan. Belum makan, belum jajan anak, wah, bisa-bisa bisa berangkat gak bisa pulang. Hahaha, nginep lagi.
Karena itu kami –bukan hanya si ayah– sangat menyayangi sepeda motor yang terbilang jadul ini. Meski jadul tapi sudah banyak jasanya, mengantarkan kami ke kota, ibu kota, sampai ibu kota provinsi. Tidak heran jika Fahmi putra kami turut menyayangi sepeda motor yang sering dinaikinya dan dianggapnya mainan dengan berpura-pura sebagai Rosi si pembalap. Pantas Fahmi minta saya memasukkan si hitam ke hape, seperti kepada kucing dan mainannya, terhadap sepeda motor ayahnya pun ternyata Fahmi sangat menyayanginya.
Setiap mau melakukan perjalanan, baik ke luar kota maupun ke luar provinsi, dari rumah ke Cianjur (kota) nya kami pastikan selalu mengendarai si hitam kesayangan lebih dahulu. Baru setelah sampai Cianjur kota, sepeda motor kami simpan dan melanjutkan perjalanan sesuai kendaraan pilihan. Kecuali bepergian ke Bandung atau Jakarta, kami memilih untuk tetap menggunakan sepeda motor untuk sampai di tujuan. Terkadang kalau ke ibu kota, sepeda motor kami pakai sampai pintu tol Jagorawi saja. Sepeda motor jadi satu dari beberapa hal yang tidak bisa kami pisahkan dari aktivitas. Jika orang lain mudik dengan sepeda motor setiap jelang lebaran, maka bagi kami mudik dengan sepeda motor ini kami lakukan setiap akhir pekan.
Menggunakan sepeda motor kami rasa lebih cepat dan anti macet. Apalagi si ayah bawanya suka berani nyalip sana-sini. Sering saya dibuat deg-degan, bahkan jantung sampai dag-dig-dug tidak karu-karuan. Pegangan erat sambil berdoa tidak henti-henti. Meski kondisi lalu lintas tengah macet, menggunakan sepeda motor relatif masih tetap bisa jalan dibanding kendaraan roda empat yang cukup diam di tempat, menunggu kendaraan di depan bergerak.
Meski menggunakan sepeda motor bisa menembus kemacetan, bukan berarti kita bisa bebas begitu saja melaju bepergian. Tetap ada banyak hal yang harus kami persiapkan dan taati supaya perjalanan kami jadi aman dan nyaman. Terlebih membawa balita dalam boncengan, perlu ekstra hati-hati dan waspada. Selain itu juga turut mengajarkan dan membiasakan sejak dini kepada anak, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak terkait perjalanan dengan kendaraan sepeda motor.
Seperti biasa, setiap pagi sebelum berangkat kerja si ayah suka mengecek kondisi motornya. Nah saat itu Fahmi suka memperhatikannya disertai pertanyaan khas anak kecil yang kadang bikin tertawa lucu jika didengar oleh orang dewasa. Hampir di setiap kesempatan itu, ayahnya selalu mengatakan kalau mengecek sepeda motor itu penting sebelum berangkat.
Tidak hanya kondisi sepeda motornya, perlengkapan lainnya pun wajib siap, seperti helm, jaket, sarung tangan, jas hujan, tas plastik, tali, lap, minyak pelumas, dan beberapa kunci di bawah jok motor bersama emergency kit. Termasuk kunci cadangan yang selalu di cek dalam tas tangan.
Hal lain yang kami lakukan sebelum bepergian menggunakan sepeda motor, ialah dengan lebih dahulu sarapan. Itu penting menjaga supaya tidak sakit. Selanjutnya dalam perjalanan juga tidak lupa istirahat. Maksimal setiap satu jam perjalanan, kami harus berhenti dan merileks-kan tubuh. Terlebih jika sudah masuk waktu sholat dan atau makan, sudah pasti kami melipir di mesjid yang dijumpai.
Persediaan cemilan dan minuman menjadi hal yang tidak pernah saya lewatkan. Jika macet dan panas, bawaannya Fahmi pasti selalu minta minum dan jajan. Kalau sudah bawa bekal dari rumah selain lebih sehat juga lebih murah.
Sebetulnya kami tidak menyarankan bepergian menggunkan sepeda motor, apalagi jika tidak dilengkapi persiapan dan alat keamanan lainnya. Kami lakukan ini pun karena terpaksa saja… andai kami ada rezeki bisa kebeli roda empat, pasti kami pun beralih cerita ke sana. Doanya aja, bagaimanapun si hitam sepeda motor kesayangan si ayah ini memang sudah saatnya beristirahat dari perjalanan jauh.
Teh Okti, aku naik motor hanya untuk jarak dekat saja, mba. Dulu berani nyetir sendiri motor untuk jarak jauh. Sekarang udh nggak berani. Tapi motor emang paling praktis ya
Kami lakukan karena kebutuhan dan kondisi Bu
Saya juga dulu awal2 menikah ke mana2 naik motor mbak buat perjalanan jauh. Biasanya 2 jam perjalanan juga kalau mau ke kota besar. Hujan panas sudah pernah dilewatin. Hehehe…
Semoga segera diberi rezeki mobil ya, Mbak. Aamiin…
Amin… Terimakasih Mbak. Hehe, kalau udah punya mobil pasti lain lagi ceritanya
Aku baru belajar naik motor matic mba… biasanya kemana-mana (deket2 sih) ya gowes….
Kalau di perkotaan jalan bagus pakai matic lancar jaya ya
Waah..kalo roda dua ini sih soulmate aku teeh, dengan segala resiko dijalanan harus diterima.
Mau jauh mau dekat semangaaaat
Aih, kalau si teteh ini mah emang ratunya
Wahhh aku salah satu yang ke mana-mana pake motor Mbak dan emang harus selalu mempersiapkan banget kalau mau jalan2 yah hehehe
Kendaraan sejuta umat, hehe…
Teh Okti, dulu, sekitar usia 30an, aku ‘pembalap’ lho. Perjalanan dari rumah ke kantor sekitar 1 jam-an aku tempuh tanpa gentar, lengkap dengan jaket kulit, helm dan sarung tangan kulit yang kece, haha. Namun, suatu hari, aku kecelakaan gara2 menghindari seorang kakek yang tiba-tiba nongol dari tikungan naik sepeda. Menghindarinya, aku tercampak ke aspal, hampir digilas truk yang Alhamdulillah belum diijinkan Allah untuk menggilasku. Aku terseret mencium aspal dan terguling ke pinggir jalan. Selamat. Namun harus opname seminggu. Sejak itu, aku trauma mengendarai sepeda motor, apalagi untuk ngebut. Hingga kini. Masih bisa sih naik motor, tapi jika terpaksa ajah. Selebihnya, aku memilih naik angkot, mobil pribadi atau kendaraan lainnya. Atau dibonceng di belakang sepeda motor, hehe. *Aih, panjang bener komen saya, punten ya, Teh. Hehe
Terimakasih share pengalamannya Mbak Al.
Mirip dengan pengalaman saya ternyata. Alhamdulillah masih bisa sehat ya hingga saat ini.
Semoga kedepannya bisa diminimalisir hal yg tidak kita inginkan, Mbak Al
Wihii.. jadi ingat zaman2 belum ada biza dulu. Kemana mana sama si abang pake motor. Perjalanan 8 jam non stop mah biasa. enaknya traveling pakai motor daya jelajah lebih luas karena ada beberapa spot yg sulit dijangkau dgn mobil. tapi ya itu harus bersahabt dgn cuaca, stamina harus prima..
Sudah ada anak lain lagi ceritanya ya Mbak Ira
Bener Teh, kalo pake motor jadi lebih irit. Selain itu juga bisa lebih cepat karena gak kena macet.
Keluarga saya, kalo bepergian ke tempat yang dekat, juga pakai motor. Tapi kalau jarak jauh, pakai mobil. Lagipula kami berempat. Bisa ditilang, kalo naik motor berempat hehehe.
Alhamdulillah ya kalau sudah punya mobil 🙂
Setuju Teh, kalo naik motor itu lebih cepat nyampainya karena bisa nyempil-nyempil di sela mobil kalo macet. Tapi tetep kalo ada anak-anak memang mesti lebih memperhatikan keselamatan di jalan raya. Semoga segera dimudahkan membeli mobil ya Teh Okti 😀
Amin, terimakasih doanya Mbak 🙂
kalo traveling sama anak kecil belum pernah aku teh, tapi sama keponakan pernah main2 yang deket.
Bepergianku juga seringnya enak ngemotoran. Lebih cepet sampe.
Kalau traveling dengan motor ini jadi ingat acara Ring of Fire. Pak siapa Tanzil itu lho Teh. Keliling Indonesia naik motor.
Kalau saya mungkin liat jaraknya soalnya bawa dua balita motornya udah gak muat hehe