Duka Blogger dari Kampung
Kecewa sekali rasanya hari minggu pagi ini…
Sesuai rencana aku mau menghadiri acara Blogger Bicara yang diadakan oleg Blogdetik di Jakarta. Tentu saja seperti biasa, berangkat dari rumah jam tiga dini hari.
Naik Elsa Kang Oyan yang sudah biasa dari Terminal Sukanagara. Selama perjalanan aku memilih tidur karena memang sangat ngantuk sekali. Semalam tidur hanya satu jam. Itu juga bangun-bangun karena Fahmi nangis terus.
Fahmi sedang kena flu dan batuk. Hidungnya mampet, pernafasannya terganggu. Karenanya Fahmi nangis saat lapar mau minum susu, tapi mulut ga bisa nutup karena ga bisa nafas. Akhirnya gak minum susu. Dalam keadaan ngantuk, setengah tidur sedikit-sedikit nangis, soalnya lapar tapi gak kesampaian minum susu maksimal. Ditambah mungkin nyeri badan karena efek dari flu dan demamnya.
Sampai di Campaka tidurku terganggu karena mobil Kang Oyan menyeruduk batas jalan saat berselisih jalan dengan mobil lain dari arah berlawanan. Aku hanya membaca istigfar saking kagetnya, tapi lanjut kembali tidur.
Sampai daerah Kebun Pinus, Kang Oyan bilang ada masalah dengan kupling. Wah, gawat! Itu artinya ini mobil Si Dukun yang aku tumpangi mengalami kemogokan. Duh! Padahal hari Minggu aku dalam keadaan terburu-buru.
Benar saja, Erik sang kondektur Si Dukun sampai mendorong mobil demi bisa mengantarkanku ke sekitar Alun-alun Cibeber yang mana di sana sudah banyak angkutan kota yang bisa membawaku langsung je Jebrod.
Berhasil naik angkot, wah! Penumpangnya hanya aku sendiri! Dan sebelnya itu angkot jalannya kaya sepeda. Pelan banget! Duh! Ga tahu apa aku lagi buru-buru? Aku hanya bisa menggerutu dalam hati.
Sampai di Pom Bensin, sopir angkot membelokkannya ke dalam. Isi bensin dulu. Mana ngantri… Sabar. Mungkin setelah isi bensin angkotnya bisa ngebut. Kembali hatiku menghibur diri.
Boro-boro! Abis selesai isi bensin, sopir malah matiin mesin dan dia bilang, masih jam limaan. Niis dulu lah…
Tentu saja aku gak terima. “Pak, aku lagi buru-burun (Bapak malah enak-enak bilang santai dulu) aku turun di sini aja ya? Aku mau terus ke Jakarta nih…” Ucapku sambil siap-siap turun.
“Eh! Bayar dulu dong! Bayar!” Si sopir juga ga terima rupanya.
“Iya, pasti aku bayar,” jawabku sambil memberikan uang dua ribu rupiah. “Terimakasih ya, Pak!” Meski kesal, aku berusaha tetap ramah.
Saat melewati angoktnya mau nyegat angkot yang lain, itu sopir dengan sengajanya menjalankan mobil, hampir saja menyenggolku! Ih… Semakin kesal lagi saat aku minggir, itu angkot ternyata malah jalan dan ngebut ke arah kota.
Ya Allah! Aku sempat tertegun. Si sopir sengaja manas-manasin kali ya? Kenapa dia menurunkan aku kalau mau jalan ngebut begitu ke kota?
Ya Allah, sabarkanlah hatiku. Semoga ada hikmah dari semua ini. Aku tak henti berdoa sebisa-bisa selama menanti angkutan lainnya yang lewat. Dalam benak sudah terbayang bakalan kesiangan sampai di Jebrod dan semakin lama perjalanan karena terhalang Car Free Day. Belum lagi nanti macet di Puncaknya…
Benar saja. Sampai di Jebrod jam enam lewat sepuluh. Sampai di Rancagoong bus sudah tidak bisa lewat, akhirnya balik lagi keliling ke arah kota. Sampai di Panembong jam menunjukkan angka tujuh. Duh! Semoga di puncak nanti masih kebagian lancarnya…
Sedih nian rasanya jadi warga terisolir dengan sarana dan prasarana yang sangat kurang. Mau manghadiri acara kopdar blogger saja dukanya serasa tidak ketulungan 🙁