Penghuni dapur umum mini ribut karena persediaan gas melon alias elpiji 3 kg habis. Ga ada api ya gak bisa masak. Sementara nasi bungkus harus siap diantar tepat pada jam makan siang. Beberapa tabung yang kosong berjejer. Gak mungkin ditenteng satu per satu, kecuali semua orang di dapur mini berangkat ke warung demi menukar eh membeli gas tersebut. Tapi ya gak segitunya juga kan, masa ga ada orang di dapur karena semua keluar beli gas?
Bu RT kasih saran bawa dua tiga biji aja pakai motor. Yang lain menyarankan sekaligus aja dibawa pakai kendaraan roda empat. Biar hemat waktu. Secara dalam kondisi darurat begini semua kudu serba gerak cepat. Kalau enggak bisa gigit jari. Betul itu.
Masalahnya ga ada kendaraannya. Ada mobil tetangga (maaf, ga tahu namanya) tapi ga bisa keluar karena pintu garasinya jebol kena gempa dan kalau diangkat, bisa-bisa atapnya bakal runtuh karena pagarnya itu bergeser dan jadi penyangga tembok sebelah yang sudah retak. Ribet dah kalau dirunutkan keterkaitannya. Pokoknya mobil ga bisa keluar sebelum ada tukang yang bisa handle dulu bangunan runtuhnya itu.
“Bu, si Alif nganter ayahnya Bu Darma tuh, nebeng aja biar pulang pergi dibawain,” saran seorang gadis, yang juga saya gak tahu siapa namanya. Jujur sebagai salah satu penghuni rumah di Kavling Randu Asri tapi banyak menetap di Pagelaran, saya gak pernah kenal dengan tetangga di perumahan ini. Kalau gak ada gempa, sepertinya saya pun tidak akan interkasi banyak seperti sekarang. Ikut terjun langsung di dapur umum mini yang diinisiasi ibu ibu satu komplek.
“Jangan! Ntar melanggar aturan ah!” tolak Bu RT.
“Tapi ini kan serba darurat Bu. Lagian kita ambil gas belum tau mau ke depan mana. Selamat dan Hemat (toko serba ada di Cianjur) pada tutup lho. Jadi cari yang jual sekalian banyak meski jauh kalau pakai mobil kan gak terlalu repot,” saran ibu lainnya.
Saya hanya menyimak.
“Iya deh. Si bapak baru datang juga paling nanti siang, pas mau ambil nasinya. Terserah deh,” nyerah juga itu ibu RT.
“Iya, ini suruh si Alif ke sini aja ya,” si gadis lalu pergi. Kami tetap melanjutkan pekerjaan. Mengupas kentang, mengupas bawang. Semua dikerjakan.
Gak lama si gadis datang bareng dua orang pemuda. Gas melon kosong dibawa semuanya ke depan.
“Bu Darma ikut?” tanya Bu RT ke salah satu pemuda itu.
“Ikut. Katanya mau mastikan dirawat dimana dulu. Semoga di Sayang ada tempat.”
“Ya udah titip beli gas ya, Lif. Usahakan dapat, terserah mau belinya dimana saja. Uangnya udah di Kang Ujang. Bilang aja buat gas dapur kita.” tekan Bu RT.
Setelah mengiyakan mereka menuju jalan. Tak lama terdengar suara sirine ambulans. Saya melongo dan berlari ke depan jalan. Jadi mobil yang dipakai nebeng beli gas itu mobil ambulance?
🤐🤐🤐
“Ani gimana gasnya dapat?” seorang ibu yang mengambil jemuran daun menyambut gadis yang tadi bersama dua pemuda mengangkut gas kosong. Gadis itu ternyata namanya Ani.
“Dengan perjuangan akhirnya dapat.” Bangga Ani sambil terkekeh, menyerahkan tabung gas. Ia segera balik lagi. Katanya mobilnya buru-buru mau dipake. Harus standby. Saya yang selesai cuci tangan segera memburunya. Ikut mengeluarkan gas melon dan membawanya ke belakang.
“Gimana perjuangan dapetin gasnya? Pasti seru!” saya pengen tahu ceritanya. Sok akrab saja sama Ani. Padahal tahu namanya aja baru saja setelah bantu bantu di dapur umum mini ini.
“Seru, Bu. Pas udah anter Bu Darma dan orang tuanya ke RSUD, giliran mau beli gas, putar balik kena macet. Konyolnya Si Alif nyalain sirine. Haha, pada minggir lah itu orang. Untung aja ga ada yang nyegat. Kalau diperiksa ketahuan ga ada pasiennya, si Alif ngasih ide saya suruh tidur di belakang, jadi pasien. Gak mau lah. Takut gitu … Beruntung saja gak diperiksa. Sempat muter lagi kan yang jualan pada tutup. Sampai ke Ramayana Muka baru ada. Baliknya udah tenang. Cuma si Alif ya harus segera balik standby lagi.” Panjang lebar Ani menjelaskan.
Saya ikut menarik nafas lega. Sambil meletakkan gas, saya ajak Ani minum. Kami menuju teras. Menunggu gas dipasang dan sebelum mulai menggoreng saya ajak dulu Ani ngobrol.
Alif sebenarnya anak Bogor. Ia ngontrak dekat Batas Muka-Sukataris di kontrakan dekat Pengisian Air Isi Ulang. Pas ada gempa ia merasa tergerak untuk ikut membantu proses pencarian dan evakuasi korban gempa Cianjur. Bisa nyetir Alif langsung bergabung dengan relawan sebagai sopir ambulans. Lupa gak nanya Alif kerja di mana.
Ani cerita kalau awalnya Alif ikut relawan untuk proses pencarian. Tapi karena sudah banyak orang di sana, jadinya bergabung membantu mengemudikan ambulans.
Tugasnya ya satu, mengantarkan korban gempa ke rumah sakit. Entah dalam kondisi selamat atau meninggal dunia, ia dituntut untuk sesegera mungkin tiba di rumah sakit. Dan itu bukan hal mudah.
Tahu sendiri pas kabar gempa tersiar banyak orang yang kemudian berbondong-bondong menuju Cianjur. Tujuan dari mereka banyak yang mulia, menyalurkan bantuan logistik bagi mereka yang terdampak. Tapi pendistribusian bantuan yang tidak terpusat, justru membuat ruas jalan menjadi sangat riuh dengan kendaraan. Akibatnya, laju kendaraan medis, seperti ambulans, jadi tidak optimal.
Pertama kami ke Cianjur kota ini pasca gempa, pas mau lihat kondisi keluarga di Warung Batu Panembong (Jalan Ir. H Djuanda) riuh suara sirine ambulans, tidak pernah ada hentinya. Hal itu bikin merinding tapi lama-lama jadi pemandangan yang biasa. Ambulans hilir mudik mengangkut korban, logistik dan lainnya.
Jalanan begitu macet karena kendaraan relawan dan kendaraan petugas TNI, Polri, Basarnas, Tim Medis, termasuk mobil pengirim bantuan yang terus beriring-iringan menuju pengungsian. Suasananya begitu memilukan. Orang pada sibuk dengan duka dan tujuannya.
Suara sirine sempat kalah menghilang saat ada helikopter yang berputar melayang di sekitar kompleks perumahan yang memang berdampingan dengan markas TNI Yonif Raider 300.
Saya gogodeg, ingat tadi Bu RT sempat melarang, takut jadi masalah katanya. Sstt! Yang bikin parah dan masalah ternyata ya kami ini salah satunya. Hehe! Ambulans nakal yang ikut menyalakan sirine padahal tidak dalam keadaan bertugas. Cuma semata-mata demi bisa bawa gas berisi ke dapur mini biar tiba lebih cepat. Wkwkwkwkkk…
“Gak aneh lah, Bu.” Ani membela ide gilanya.
“Seperti itu udah banyak digunakan para donatur saat penyaluran bantuan biar mereka lebih cepat. Cari aman mereka gak menggunakan pengangkut logistik, justru menggunakan ambulans dan sirinenya. Ya biar lebih cepat.”
Saya meringis.
Saya tahu niatnya baik, banyak ambulans yang mengantarkan sumbangan. Tapi mereka menyalakan sirine, rotatornya juga, jadi menghambat tugas ambulance lain yang seharusnya.
Karena sering kejadian demikian maka polisi kerap memeriksa ambulance. Banyak ambulance yang sedang jalan dengan sirine yang dinyalakan lalu diberhentikan oleh petugas kepolisian. Diperiksa apakah benar ada pasien/jenazahnya atau membawa bantuan. Atau malah justru ambulance kosong. Mau ga mau ambulance yang beneran bawa jenazah pun harus antri diperiksa dulu.
Karenanya, sopir ambulans pembawa bantuan diharap untuk tetap tertib saat berada di jalan raya agar tidak menghambat proses evakuasi korban. Maksud mereka baik bawa bantuan. Cuma, tidak perlulah pasang sirine dan rotator kalau enggak urgent sekali.
Di sepanjang jalan raya, di setiap instansi, apalagi di posko tempat relawan berbagai spesialis kumpul, ambulans selalu ada terparkir. Gak semua sopir ambulans nakal. Cerita Ani, ada banyak relawan ambulance yang justru unik dan bikin tersentuh.
Adi, sopir ambulan relawan dari Helix Corps yang standby di Posko Wahana Muda Indonesia, tugasnya juga ya mondar-mandir mengantar korban dan bantuan logistik.
Adi begitu sibuk dengan ambulans. Diakuinya kerap terjebak kemacetan saat membawa korban. Namun, relawan dan petugas lainnya membantu memperlancar arus lalu lintas ambulans. Kalau macet terbantu sama masyarakat dan TNI-Polri, jadi macetnya gak lama. Situasi begitu darurat. Semua gak bisa memilih penumpang, pasien yang kritis, pasien luka ringan, maupun jenazah korban gempa jika memerlukan wajib diangkut.
Adi memang unik. Sama seperti Alif, berani melawan para pengendara yang membandel, dalam artian tak menghormati ambulans saat melintas. Langsung diserempet saja kalau ada yang gak mengalah. Alif cerita seperti dikatakan Ani, ia jalan dari tempat evakuasi ke rumah sakit punya target waktu, sekitar lima menitan saja.
Adi yang berencana menetap di Cianjur menjadi relawan selama dua mingguan di kantong kanan celananya selalu menyimpan makanan kucing kering. Sementara itu, kantong bajunya menyimpan makanan kucing basah. Adi selalu menyempatkan diri memberi makan kucing!
Bener juga. Di perumahan ini aja, yang kena gempa tidak begitu parah, saya melihat begitu banyak kucing liar maupun peliharaan yang terpisah dari pemiliknya. Kondisinya sangat memprihatinkan.
Manusia saja masih ada yang belum dapat makan dan bantuan, apalagi kucing. Salut bener sama Adi yang selain standby dengan ambulan kosong juga standby dengan makanan kucing. Bener kata Ani, cowok unik.
Saat ada bencana, dalam keadaan darurat seperti ini sudah pasti kita akan berhadapan dengan banyak orang yang bersikap serakah, temperamental, panik, trauma, dan sebagainya. Jarang lho yang masih segitu pedulinya sama hewan seperti kucing.
Benar kata Mbak Alaika Abdullah, seorang blogger perempuan sekaligus Narasumber Literasi Digital yang sempat bilang sebagaimana pengalamannya berdasarkan lesson learned saat tsunami di Aceh dulu. Jika saat ada bencana, berbagai karakter asli manusia akan muncul di depan kita dan bisa dengan mudah kita kategorikan masuk dalam sikap yang mana.
Darurat banget ya mbak area dapur ini umum ini kalau kehabisan gas, karena kan banyak banget yang butuh makan apalagi di kondisi seperti ini ya. Masya Allah, mas Adi…luar biasa sekali, bawa makanan untuk para kucing
di tempat saya, dalam keadaan normal saja, tabung melon susah dicari, bisa antri, ini dalam keadaan gempa. Resah juga baca berita saudara-saudara yg tertimpa bencana. Semoga selain doa, bisa saling membantu.
Ya ampun, apalah dapur umum tanpa gas ya, kondisi darurat semua harus serba cepat. huah, semoga di sana sekarang kondisinya sudah membaik ya mbaakk
Dan MasyaAllah, mas Adi sosok yang luar biasa ya. Dalam kondisi darurat, gak hanya manusia aja yang dipikirkan, tapi kucing juga. MasyaAllah
Kondisi gas dibutuhkan segera, jadi pakai ambulance biar cepat dapatnya..gagapalah:)
Senangnya dapat cerita langsung dari lokasi versi Teh Okti.
Salut pada siapa saja yang dengan sigap membantu dengan bantuan yang ia bisa, baik pada sesama maupun makhluk Allah lainnya, seperti Adi, Alif, Ani…Teh Okti dan semua
Semoga segera pulih kondisinya
Unik juga ya idenya. Beli gas pakai ambulance. Tapi gak papa. Namanya juga darurat buat dapur umum. Salut buat para relawan. Semoga semua diberi kesehatan dan keberkahan.
Semangat Teh Okti, semoga diberikan kekuatan, kesehatan dan bisa segera balik ke rumah. Ah iya, bener juga ya kata Mbak Al, ketika terjadi bencana (situasi sulit), tak jarang akan menjadi penyulut terlihatnya karakter asli seseorang.
Nah cerita dari Teh Okti ini lebih valid ya teh ketimbang yang berseliweran di FYP, tetap semangat teh untuk berbuat baik dan membantu yang membutuhka di sana
Aku ikut terhanyut dengan cerita Tek Okti.
Ikut deg-degan juga.
Untunglah gas melon bisa dibawa pulang.
Itu Mas Adi.
Pastilah Cat Lover sejati!
Dibalik musibah ada cerita ya mbaak…btw mbak gas melon kan susah emang sih harganya murah dibanding yg gedhe ya …jauh2 beli berapa tabung gas mba??
Semoga sehat selalu ya mbaa
Dapur umum jadi hal penting saat hidup di pengungsian ya teh
Pasti bingung kalau gas habis, jadi nggak bisa masak
Semoga segera kembali ke rumah, teh
Speed recovery untuk Cianjur
Jadi ingat zaman Bengkulu gempa, kami juga sibuk bantuin dapur umum. Semoga segera pulih lagi ya Teh Okti dan segera nyaman sedia kala.
Agak lucu dan aneh ya cerita ambulans ini. Kondisi emang darurat, tapi kan…, hehehe
Semoga keadaan orang-orang pasca gempa ini segera membaik ya
Turut berduka dan mendoakan yang terbaik untuk Cianjur, teh.
Sungguh sulit dibayangkan ketika kita sendiri sulit, tapi masih memikirkan keadaan orang lain dan menolong. Gak hanya manusia, tapi juga kucing. MashaAllah~
Pahala mengalir dari kisah teteh yang menginspirasi.
Semoga diberi kemudahan dan kelancaran untuk pulih.
doa terbaik terpanjatkan untuk warga Cianjur. semoga bersabar atas ujian ini dan semoga bantuan bisa tersebar merata dan masyarakat bisa kembali ke rumah dan beraktivitas kembali ya teh
Oh ini yang seliweran fyp di timeline dan jadi bulan-bulanan netizen. Tapi kalo ini cerita yang Teh Okti saksikan langsung jadi ngerti kondisi lapangan. Niatnya baik ya tapi caranya yang salah, hehehe. Ikut deg-degan sih takut nyenggol pengguna jalan, karena aku trauma pernah duduk di dalam ambulance bawa bapakku ke IGD tahun kemarin. Sopir ambulans bawa mobil nya ngeri, apalagi kalo depannya gak mau menyingkir, bisa disenggol tuh
Masya Allah lika-liku saat ada bencana ya mba. Salut sih sama Adi dan kepeduliannya. Alif juga ga kalah keren, ibu2 di dapur darurat juga luar biasaa banget jiwa sosialnya.. Semoga semuanya di sana segera bisa membaik ya mba, pulih dan bangkit kembali
Iya saat ada bencana, bakal ketahuan watak aslinya manusia yang mementingkan diri sendiri. Salut sama teh Okti dan ibu-ibu di kompleks yang tetap memiliki kepedulian untuk menolong para korban.
Salah satu hikmahnya juga ya teh, jadi kenal dan tahu nama beberapa warga penghuni kompleks
Setujuuuu banget, sifat asli seseorang akan tampak kalau dalam kondisi kefefet kyk gtu ya mbak. Apa dia masih mau peduli ma org lain atau sebaliknya.
Btw sekarang masih sering gempa kecil atau udah gk ada lagi mbak? Trus yang rumahnya hancur gtu akan mendapat bantuan perbaikan dari pemerintah kah?
Walah jd fungsi ambulance udah berubah nih hehe 😀
Karakter asli orang akan kluar ketika d lokasi bencana
Ini benerrr bgt ya Teh.
Smoga kondisi makin membaik ya
Teh Okti moga sehat-sehat Di sana ya. Saya berharap semoga yang lainnya juga sama. Memang kalau pas masak gasnya abis itu serba karagok aja sih, nanggung gitu. Nggak apa-apa dong pakai ambulance toh urgent buat nyiapin makanan bagi yang ada di pengungsian. Saya ikut mendoakan semoga korban di Cianjur sehat selalu dan dalam lindungan-Nya.
Benar mbak, itu pula yang kami alami saat bencana Gempa Lombok tahun 2018 silam. Kalau kata orang, cara mengetahui gimana karakter asli seseorang adalah dengan mengajaknya jalan bersama/traveling (termasuk naik gunung), maka kalau menurut saya, cara lainnya adalah lihat bagaimana orang tersebut ketika sama-sama dihadapkan pada kondisi bencana.
Masya Allah, mulia banget kalian para relawan. Terima kasih ya teteh jadi ada gambaran karena selama ini aku belum pernah langsung gabung di dapur umum. Pernahnya kasih bantuan trus balik. Adi dan Alif itu juga kereeen. Membantu jadi sopir ambulans plus kasih makan kucing. Semoga berkah…
Awal baca aku bingung dan berpikir itu judul film karena unik banget judulnya, eh ternyata ini relawan yang beli gas pakai ambulans beneran ya. Salut ya buat para relawan sehat selalu yaaaa
Apapun dilakukan aja deh walau nekat pun nggak papa karena namanya aja kondisi darurat ya Mak.