Belajar Ditinggalkan Anak

Pandangan saya kabur tidak hanya karena kabut yang cukup tebal menyelimuti langit Sukanagara, melainkan ditambah air mata yang maksa banget, sungguh tidak bisa saya tahan. Dalam boncengan suami saya hanya bisa memejamkan mata sambil berpegangan erat. Jalanan aspal berlubang membuat tubuh kami selalu berguncang, bahkan sesekali hampir terloncat. Tapi kami tetap diam dengan pikiran masing-masing. Suami fokus memilih jalan pulang. Saya anteng membayangkan Fahmi, putra kami yang tampak senang baru saja kami tinggalkan. Bertolakbelakang dengan kesedihan yang saya (dan mungkin juga suami) rasakan.

Liburan kenaikan kelas Fahmi sudah dimulai sejak tanggal 26 Juni lalu. Sejak itu ia sudah bilang, mau nginap di neneknya di Sukanagara. Saya hanya mengiyakan, sambil menyarankan untuk minta izin dulu kepada ayahnya.

Saya tidak yakin Fahmi akan berani berlibur sendiri jauh dari orang tua. Secara selama ini, ia tidak pernah jauh dari kami. Sembilan tahun lebih usianya, belum pernah berpisah jauh dari saya. Tapi kini ia yang meminta sendiri. Mungkin melihat teman-teman sekolah dan mengajinya setiap liburan sekolah selalu bercerita senang nginap di nenek. Akhirnya ia terprovokasi…

Hari Minggu ia sudah bertanya kapan mau ke Sukanagara, tempat neneknya yang berjarak sekitar setengah jam dari tempat kami tinggal.

“Gak sabar tidur di mama disana dingin gak perlu pakai kipas atau AC,” celotehan itu tidak henti-hentinya.

Sukanagara beberapa tahun lalu, dinginnya masih kuat. Siang hari saja anak-anak dipakaikan jaket, kaya musim dingin di negara empat musim saja

Fahmi ke neneknya memang memanggil mama, ke saya ibunya memanggil ibu. Sukanagara kecamatan tempat ibu saya tinggal adalah wilayah perkebunan teh (dulu perkebunan Nusantara milik pemerintah/PTPN VIII. Sekarang sudah dipecah dan beralih tangan dimiliki pihak swasta). Karena itu udaranya di sana cukup dingin dan segar.

Senin, Selasa, Rabu, Fahmi terus merengek. Saya gak bisa bagaimana sementara ayahnya hanya diam saja. Sampai Rabu malam, Fahmi memberanikan diri bilang lagi ke ayahnya, kalau Ami mau nginap di mama boleh gak? Ayahnya jawab ya terserah. Saat itu juga percakapan nya itu langsung disampaikannya ke saya. Akhirnya Kamis pagi saya siapkan semua pakaian dan keperluannya. Melihat sikap dingin ayahnya, saya berinisiatif mau mengantarkan Fahmi sendiri saja. Naik angkutan umum elf, tak apa. Toh Fahmi juga katanya gak masalah. Meski kalau naik angkutan umum ia bisa mabuk perjalanan mengingat jalan di Cianjur Selatan ini cukup aduhai. Aduhai rusaknya…

Setelah berpamitan dan berjalan sekitar lima puluh meter menuju jalan raya tiba-tiba ayahnya mengatakan mau mengantarkan. Kami pun akhirnya berboncengan menaiki sepeda motor.

Sampai di rumah ibu saya, Fahmi tampak gembira. Ketemu neneknya, paman dan bibi serta sepupunya, Amanda dan Lutfi, semua gembira. Kecuali ayahnya, hanya diam. Saya duga mungkin pak suami merasa tergugah mengingat kedua orang tua yang sudah meninggal dan saudaranya yang tidak cukup dekat dengan Fahmi. Beda dengan saudara dari pihak ibunya, Fahmi sangat akrab. Mencoba memahami itu, saya gak banyak ngomong, langsung pamit dan menitipkan Fahmi kepada ibu dan adik saya.

Tinggal seorang nenek dari pihak ibu yang masih ada diketahui Fahmi

Jumat Sabtu, saya hanya berdua dengan suami di rumah. Sungguh sebuah kebiasaan yang tidak pernah kami alami sebelumnya. Rumah jadi terasa lebih sepi. Terlebih suami yang memang sifatnya pendiam, tidak ada Fahmi, ia seolah tenggelam dengan dunianya sendiri. Kitab-kitab kuning dan logat yang selalu dipelajari sejak lama kini semakin berserak jadi temannya.

Tenggelam dalam dunia kitab kuning dan melogat

Saya pun demikian, mencoba menyibukkan diri dengan anteng megang hp. Memantau blog dan sosial media. Sesekali saya chat Fahmi bertanya hal receh mengenainya dan ia menjawab dengan antusias. Tandanya ia memang senang nginap di rumah neneknya.

Yang bener aja, neneknya diajarin main FF

Tapi lama-lama jenuh juga. Akhirnya saya coba mau lihat berita atau nonton film kekinian. Tapi karena sebelumnya memang tidak pernah nonton, jadi malah bingung, mau nonton apa? Hihihi…

Search sana sini akhirnya ketemu blog review drakor, Lendyagassi. Nah kebetulan banget secara tidak langsung saya sudah mengenal Lendy ini. Meski ketemu langsung baru satu kali saat acara review kuliner nasi bakar di Cimahi, tapi kalau interaksi di dunia maya cukup intens.

Lendy yang sekarang tinggal di Bandung, setelah sebelumnya menghabiskan masa sekolahnya yang selalu berpindah-pindah, mulai TK di YKPP Pertamina, Pangkalan Brandan, Medan, lalu SD kelas 1-3 di Al-Azhar Cirebon sebelum lanjut ke SDN Jemur Wonosari I/413 Surabaya hingga SMP dan SMA ditamatkannya di Surabaya itu ketika pindah ke Bandung bercerita sempat merasa sedih, karena di Bandung gak punya siapa-siapa. Teman, saudara, gak ada satupun yang di Bandung. Jadi apa-apa mengandalkan suaminya.

Kenangan Blogger Bandung di Nasi Bakar Hejo Cimahi

Namun Lendy sendiri mengakui, ia tidak terlalu susah adaptasi karena diberi keberkahan lingkungan rumah yang ramah. Hidup bersama orang Sunda membuatnya berubah perlahan-lahan, jadi lebih kalem, gak meledak-ledak heboh kaya dulu di Surabaya, hehehe …

Lendy yang lulusan Universitas Airlangga, Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, sekarang malah merasa sudah lebih nyaman banget tinggal di Bandung. Sudah punya banyak teman kajian yang saling memberi semangat, saling mendukung dan saling mendoakan. Bahkan ia sudah punya banyak makanan favorit khas Bandung seperti mochi, batagor Kingsley, dan masih banyak lagi.

Mungkin mood yang bagus itu yang mendukung Lendy semakin produktif dalam menulis review drama dan Film Korea hingga kalau perlu referensi terkait drakor udah pada tahu langsung saja ke blognya Lendy.

Benar dong, saya pun sekarang punya informasi detail mau nonton film Korea apa, dimana nontonnya, serial tayang kapan saja, sampai review-nya semua cukup lengkap ada di blognya Lendy.

Paling tidak, sampai Fahmi pulang liburan dari rumah neneknya, semoga saya tidak begitu kesepian lagi.

Baru ditinggal beberapa hari liburan, bagaimana nanti ditinggal melanjutkan sekolah sambil masuk pesantren ya?

Kebersamaan kami yang diabadikan Kang Gugel. Kemana-mana hampir selalu bareng. Pas anak pergi baru kerasa sepi…

25 thoughts on “Belajar Ditinggalkan Anak”

  1. kapan hari saya juga ninggal anak2 beberapa hari ke luar kota, mba. dan kayaknya kalau untuk pekerjaan, saya prefer ninggal mereka, nitipin ke neneknya soalnya kasian kalau ikut. udah jauh dan bakal repot banget hahah

    Reply
  2. Ya ampun. Ibunya melow yak. Gapapa Teh, dengan adanya keinginan Fahmi untuk sementara jauh dari ortu sudah membuktikan bahwa Fahmi berani mandiri. Meskipun baru sebatas berkunjung ke rumah nenek. Dan gak begitu jauh pulak. Cuma setengah jam dari rumah. Fahmi pasti sudah membayangkan bakal dimanjain sama neneknya itu hahahaha.

    Saya loh sebagian besar hidupnya merantau dan jauh dari orang tua. Gapapa banget. Bikin mental semakin baja. Gak gampang down. Belajar memutuskan apapun sendiri. Banyak hal positif yang bisa diambil.

    Reply
    • Sayaa juga merantau maak…
      Dan pernah pisah sama anak pas anak-anak msh 2 SD acara menginap dinsekolah, lanjut tiap libur akhir tahun anak2 seminggu sanlat di ponpes nah itu awalnya berasaa banget sepiii sendiri cuma.berdua sm suami.

      Reply
  3. Hehe, orang tua, khususnya emak memang gitu kali ya. Teh Okti anaknya cuma satu. Lha aku 4, tiap hari riweuuuh. Pas sekalinya anak-anak gak ada, kerasa banget sepinya. Sering ngebayangin gimana nanti kalo anak-anak udah nikah, punya keluarga sendiri, aku sama suami tinggal berdua. Bakalan sering kangen kayaknya ya.

    Reply
  4. Saya juga dulunya kurang suka nonton drakor tapi gara2 sering BW ke blog Teh Lendy akhirnya jadi iseng nonton dan malah jadi suka. Tapi saya membatasi banget buat nonton karna saya tipenya kalau udah nonton susah berhenti malah takut ganggu aktivitas lain hehe.. Btw anak saya juga dulunya ga mau kalau disuruh nginep dirumah neneknya baru-baru ini entah kenapa tiba2 dia yg mau sendiri.. katanya gara2 dengar cerita temen sekolah ya juga yg suka nginep dirumah nenek.

    Reply
  5. Ditinggal anak itu rasanya aneh banget teh, aku yang anak 3 laki-laki semua yang rame tanpa henti, seketika jadi hening kalau ga ada anak2, beneran aneh rasanya hening itu, hehehe.

    Reply
  6. Aku dulu juga ngerasain hal yang sama Mba waktu anakku nginep di rumah neneknya. Bahkan dijemput gak mau pulang. Wkwk. Padahal usianya waktu itu baru 5 tahun. Lah lama-lama sekarang malah dia gak mau nginap-nginap lagi.

    Reply
  7. Fahmi hebat, sudah mulai belajar mandiri. Saya jadi ingat, pertama kali liburan ke tempat ayah saya di kabupaten lain (tinggal di rumah nenek) itu saat usia saya SMP, sewaktu SD seperti Fahmi belum mencoba sendiri.

    Reply
  8. Waah, keren banget baru 9 tahun berarti Fahmi udah mandiri yaaah.

    Jamgankan Teteh, kemaren aku ditinggal nginep anak aku sehari padahal udah SMA tetep aja kepikiran terus, tiap jam di-chat lagi ngapain hahaha

    Reply
  9. Huhu bener teh. Belum kebayang gmn nanti kalau ditinggal anak pesantren. Udah melow aja hati mamak ini. Btw aku baru tau teh Lendy itu anak kimia. Selalu terpesona dengan anak2 MIPA itu 🙂

    Reply
  10. Saya jarang nih ninggalin anak-anak. Apalagi 2 tahun terakhir ini. Pernah sih ada 1 malam saya harus nginap di RS untuk operasi. Jadi anak-anak stay di rumah sama suami. Tapi sekolah offline sudah mau mulai lagi dan emak harus kembali terbiasa berpisah sejenak dengan anak.

    Reply
  11. Kita samaan teh anaknya baru satu, tapi saya ditinggal nginep rumah neneknya jarak 10 km aja udah kesepian gimana ditinggal sampe jarak rumah 1 jam-an ya, huhu mungkin gak rela :”(

    Reply
  12. Wah seru banget tu liburan di rumah nenek, lama pula yaa. ANak2 belum pernah nih. Tapi mungkin nanti kalau kenaikan kelas berikutnya mau coba tinggal di rumah nenek agak lama, puas2in soalnya kan kmrn pandemi gak mudik samsek.
    Kalau dulu aku msh blm berani anak2 ke sana sendirian krn ortu sendirian dah sepuh, tapi skrng krn ada om dan tantenya jg jd bisa ngikut ngawas2in
    Hooh ya kalau info draor terbaru bacanya blog mbak Lendy yaa

    Reply
  13. Wah, sedang sama-sama di momen tsb nih, teh. Sudah harus mulai siap-siap kerjakan apa-apa serba sendiri, karena anak-anak sudah punya dunianya sendiri sendiri.

    Reply
  14. Anak pertama saya dulu maunya kerumah nenek terus teh sampai saq nangis-namgis ama suami hahaha karena jadi ga ada teman dirumah. Sekarang malah ga ada yang mau ditinggal dirumah nenek. Btw blog mba Lendy juga jd bocoran saya buat milih drakor yang mau di tonton.

    Reply
  15. Walau kangen, ada sisi positif kok teh.. Bagus bgt lho kalau anak2 senang dgn neneknya. Ada bonding yang baik. Jujur aja, ada kok cucu yg nggak suka dan malas bgt tinggal sama neneknya. Entah karena kurangnya kehangatan, nggak cocok, atau ada saudara sampai punya kenangan kurang enak saat tinggal sama neneknya.

    Reply
  16. Gak terasa ya mba.. Fahmi sudah semakin besar dan mandiri.. Sudah 9 tahun saja.. Waktu cepat berlalu ya.. Semoga kita semua diberi kebijaksanaan untuk mengisi waktu yang sedang berjalan ya mba.. ^^

    Reply
  17. Waiya..berasa banget Fahmi ga di rumah ya Teh, cuma berdua sama suami, biasa ada yang diurusi (dan diomelin hihi) eh lagi di rumah Neneknya dia.
    Aku aja, anak-anak ada kegiatan sekolah nginep gitu dah merasa bingung juga mau ngapain ga ada anak-anak. Ini tahun depan si sulung mau kuliah, penginnya dia ga di Jakarta,,,waah, sepi, tinggal adiknya aja yang bisa dicerewetin hihi

    Reply
  18. huhu antara sedih tapi bangga juga anak sudah bisa makin mandiri ya 🙂 gak kerasa ya waktu berlalu, kayanya baru kemarin gt hihi.. jadi balik lagi berduaan aja deh

    Reply
  19. Teh Okti makin kece blognya. Pangling. Aku punya banyak saudara yang manggil ‘mamih’ ke nenekku. Hehehe. Soalnya memang jauh dari ibu kandungnya. Tapi ini hal yang biasa di sejumlah daerah.

    Blog Mba Lendy memang berkarakter. Ketahuan deh kesukaannya apa. Hijaber kekiniaaaaan. Update sama drakor dan idol K-pop.

    Reply

Leave a Reply to Bibi Titi Teliti Cancel reply

Verified by ExactMetrics