Kata Cap Go Meh sudah sering kita dengar. Tapi kata Cang Nyiat Pan rasanya masih asing dalam pendengaran kita, bukan? Padahal, Cang Nyiat Pan memiliki arti yang sama dengan Cap Go Meh, lho. Informasi ini didapat ketika mengikuti Acara Seri Gastronomi Indonesia yang diselenggarakan oleh Aksara Pangan Rabu 24 Februari 2021 melalui aplikasi Zoom ditemani host Aksara Pangan, Pepy Nasution, dengan para pembicara:
1. Chef Wira Hardiyansyah
2. Bapak Dr. Hasan Karman, SH, MM
3. Chef Meliana Christanty
Aroma Tionghoa di Nusantara
Chef Wira Hardiyansyah @wirahardiyansyah2.0 membahas tentang asimilasi budaya Tionghoa di tanah air.
Aroma Tionghoa di negara kita sudah tidak bisa dipisahkan. Banyak tradisi Tionghoa yang dibawa oleh para pendatang sudah melebur dan menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari istilah sampai kegiatan atau pekerjaan.
Contohnya seperti nama tahu, makanan berbahan dasar dari kedelai ini pada awalnya berupa kata serapan dari bahasa Hokkian yaitu tau hu. Atau dalam bahasa Mandarin tou fu.
Banyak hal yang sebelumnya tidak diketahui oleh penduduk pribumi, diperkenalkan oleh para Totok (pendatang yang mempertahankan bahasa dan budaya dari leluhurnya) sehingga para pribumi pun ikut melakukannya.
Tradisi masak ala Tionghoa banyak diadopsi oleh masyarakat Indonesia. Seperti penggunaan wajan dalam memasak. Metode masak pun lebih bervariasi dengan mengenal istilah menumis (fan chao) atau menggoreng dengan sedikit minyak (jian) dan menggoreng dengan banyak minyak (zha). Peran kuliner Tionghoa sangat besar dalam menambah variasi kuliner Nusantara.
Sebaliknya, masakan khas Tionghoa yang aslinya murni tidak memiliki rasa yang kaya, lebih menekankan cita rasa asli dari bahan yang diolah, mendapatkan ide tambahan yang memperkaya keanekaragaman rasa dan jenis masakan. Maka lahirlah berbagai jenis kuliner khas dari Singkawang, seperti bubur gunting, liuk teu san (bubur kacang ijo) dan olahan masakan lain.
Cang Nyiat Pan
Bapak Dr. Hasan Karman, SH, MM @hasankarman_ seorang budayawan sekaligus mantan bupati Singkawang didapuk panitia Acara Seri Gastronomi Indonesia untuk mengupas permasalahan Cap Go Meh alias Cang Nyiat Pan yang sangat unik di Singkawang.
Jadi Cang Nyiat Pan adalah bahasa Hakka di kota Singkawang. Kota Singkawang atau San Khew Jong (Shānkǒu Yáng) adalah kotamadya di Kalimantan Barat. Terletak sekitar 145 km utara dari ibu kota provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.
Bagi saya sendiri, perayaan Imlek dan Cap Go Meh atau Cang Nyiat Pan ini tidak begitu asing, karena selama belasan tahun bekerja di luar negeri, majikan semuanya beretnis Tionghoa. Otomatis setiap tahun saya mengenal tradisi Imlek, Cap Go Meh dan tradisi Tionghoa lainnya.
Begitu juga dengan kota Singkawang, saya tidak begitu asing. Kebetulan, selama kerja di Taiwan, saya banyak berteman dengan orang Indonesia asal Singkawang yang tinggal di Taiwan. Mereka, kebanyakan menikah dengan lelaki asal Taiwan. Baik itu karena kawin kontrak, maupun menikah berdasarkan cinta tanpa syarat.
Kebetulan lagi, Pak Bos pemilik perusahaan tempat saya bekerja di Taiwan juga lahir dan berasal dari Singkawang. Hanya ia merantau melanjutkan sekolah ke Jakarta dan kuliah di Taiwan. Hingga menemukan jodohnya seorang gadis Taiwan, berkeluarga dan menetap di Taiwan.
Ama (ibunya Pak Bos) dari Singkawang sering datang ke Taiwan. Ketika perayaan Imlek sampai Cap Go Meh itu beliau banyak mengajarkan saya bagaimana mereka biasa menjalankan tradisi yang sudah turun temurun mereka lakukan itu.
Karena itu saat berkesempatan mengikuti Acara Seri Gastronomi Indonesia yang diselenggarakan oleh Aksara Pangan dalam menelaah lebih jauh terkait Cang Nyiat Pan, saya seakan mendengarkan kembali cerita Ama, berkumpul dengan keluarga besar majikan, sebagaimana belasan kali Imlek dan Cap Go Meh telah saya lewatkan bersama mereka.
Rasa kangen saya bisa terobati. Istilah yang saya lupa, maupun hal yang belum saya ketahui dari Ama, terkait tradisi di Singkawang semakin bertambah dan itu memperkaya wawasan saya. Senang sekali dan merasa beruntung saya bisa mengikuti webinar yang mengupas tuntas terkait tradisi Cap Go Meh di Singkawang alias Cang Nyiat Pan ini.
Sebagaimana bahasa yang digunakan Pak Bos dengan Ama, ibunya, bahasa Hakka digunakan masyarakat Singkawang dalam komunikasi sehari hari. Kalau dengan menantu dan cucunya, juga para pegawai, Ama berbicara menggunakan bahasa Mandarin.
Perayaan Imlek menyambut tahun baru China merupakan tradisi termegah yang selalu dirayakan seluruh lapisan masyarakat Singkawang setiap tahun. Bagi Ama dan penduduk Singkawang lainnya, sebagaimana masyarakat Tionghoa pada umumnya merayakan Imlek itu sama artinya seperti Muslim merayakan lebaran Idul Fitri atau umat Kristiani merayakan Natal.
Tahun baru Imlek dirayakan selama 15 hari berturut-turut. Pada malam tahun baru Imlek dan malam ke lima belas alias Cap Go Meh sesuai tradisi keluarga besar berkumpul untuk mengadakan makan malam. Di Singkawang, penyebutan Cap Go Meh ini memiliki bahasa sendiri, yaitu Cang Nyiat Pan yang artinya pertengahan bulan pertama (tanggal 15 bulan ke 1 dalam kalender penangalan Lunar).
Keunikan perayaan Cap Go Meh di Singkawang selain adanya perbedaan penyebutan dengan Cang Nyiat Pan juga dengan ada tradisi Tatung.
Jadi pada hari ke-12 setelah Imlek kota Singkawang dipenuhi oleh hiruk pikuk orang-orang yang berkeliling kota diiringi tabuh-tabuhan yang sangat meriah. Mereka mempercayai jika para shaman (dukun) sedang membersihkan seluruh penjuru kota dari unsur negatif atau roh jahat.
Pengusiran roh jahat dan kesialan di Singkawang disimbolkan dalam pertunjukan Tatung. Tatung adalah orang-orang terpilih (sukarelawan) yang menjadi media utama dalam acara Cang Nyiat Pan. Bikin kita penasaran dan ingin menyaksikannya karena atraksi para tatung kebanyakan dipenuhi dengan mistik dan menegangkan. Bayangkan saja bagaimana melihat sekian banyak tatung-tatung yang kesurupan di jalanan. Tegang dan takut gimana gitu kan ya kita melihatnya. Apalagi mereka sering melakukan hal di luar nalar bahkan terkesan mistis.
Dipercayai yang menyebabkan para sukarelawan itu kerasukan sehingga menjadi tatung adalah roh orang yang sudah meninggal. Untuk bisa merasuki tatung diperlukan upacara pemanggilan roh yang dipimpin oleh shaman. Roh yang dipanggil tentu saja tidak sembarang roh. Melainkan roh yang diyakini baik yang bisa menangkal roh jahat.
Roh-roh yang dipanggil dapat merasuki siapa saja, tergantung apakah para sukarelawan pemeran tatung memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan shaman atau tidak. Para tatung diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan Cang Nyiat Pan. Maksudnya agar mereka berada dalam keadaan suci sampai hari Cang Nyiat Pan.
Pada hari Cang Nyiat Pan, setelah berkeliling kota, tatung kemudian sembahyang di kelenteng Tridharma Bumiraya sebagai kelenteng terbesar di Singkawang. Acara dilanjutkan dengan atraksi dan adegan berbahaya bahkan sebagian terkesan beraroma mistis yang kesemuanya dilakukan para tatung.
Dalam atraksinya, tatung yang sudah dirasuki roh orang meninggal kerap bertingkah aneh. Ada yang menggunakan senjata tajam untuk melukai diri, tapi anehnya para tatung itu sedikit pun tidak tergores atau terluka. Jangan kaget atau takut kalau menyaksikan tatung yang memakan hewan seperti ayam hidup lalu meminum darahnya yang masih segar dan mentah itu. Serem ya…
Mungkin karena itu dulu masa Pemerintah Orde Baru perayaan Imlek khususnya ritual Tatung dilarang dipertontonkan di depan umum. Baru diizinkan kembali dirayakan oleh mantan Presiden Gus Dur. Hingga Presiden Megawati mengesahkan dalam bentuk undang-undang terkait kebebasan merayakan Imlek dan tradisi Tionghoa lainnya.
Setelah pawai keliling kota, acara dilanjutkan dengan lelang barang-barang yang sebelumnya dipajang dan ditaruh di altar tempat sembahyangan Kaisar Langit di kelenteng Tridharma. Harga satu barang bisa mencapai puluhan atau ratusan juta. Yang membeli barang saat lelang berlangsung percaya jika apa yang mereka beli itu akan membawa berkah dan menghilangkan kesialan.
Keunikan tradisi Cang Nyiat Pan dengan adanya tatung di Singkawang ini menjadi ciri khas dan daya tarik tersendiri bagi masyarakat setempat maupun luar dari Singkawang. Karena itu tatung berpotensi menarik turis dalam negeri maupun mancanegara. Selain mengangkat nama Singkawang di dunia internasional, tradisi tatung juga ikut meningkatkan perekonomian masyarakat setempat.
Kuliner Makan Besar Cang Nyiat Pan
Chef Meliana Christanty @melianachristanty memberikan informasi kepada kita terkait menu yang wajib ada saat makan malam sesuai tradisi leluhur pada acara malam Cang Nyiat Pan. Secara garis besar, hidangan yang disajikan di Singkawang sama dengan hidangan yang selalu ada di Pontianak.
Memang setiap keluarga memiliki ciri khas masing-masing. Tetapi pakem yang dianut sesuai tradisi paling tidak harus ada delapan jenis hidangan ditambah nasi dan buah-buahan.
Jadi saat makan malam bersama keluarga besar itu paling tidak harus ada delapan macam hidangan utama dan pendamping, aneka kue basah dan kue kering (termasuk kue keranjang atau nian gao), buah-buahan (yang selalu ada jeruk mandarin dan jeruk pamelo), serta minuman.
Menu utama saat acara makan malam bersama keluarga besar ini pada umumnya terdiri dari: sup sarang burung walet, olahan teripang, olahan dari gelembung ikan, olahan ikan, olahan rebung, udang, olahan daging babi, olahan bebek, olahan berbahan dasar ayam, dan jamur.
Sesuai dengan tradisi dan kebiasaan warga setempat, masakan khas Tionghoa ini pun banyak terpengaruh oleh kebiasaan masakan orang Indonesia. Sehingga tidak heran kalau pada penyajiannya banyak tersaji kuliner hasil percampuran dua tradisi.
Lidah orang Indonesia biasanya kurang nikmat kalau belum mencicipi rasa pedas. Maka pada menu makan malam bersama keluarga besar ini banyak juga yang menyajikan sambal atau asinan pedas pada hidangan yang tersaji untuk dinikmati bersama.
Selain menu wajib delapan hidangan utama, di Singkawang biasanya ada hidangan comfort foods-nya juga. Maksudnya, ada hidangan kuliner khas di sana yang banyak dikangenin oleh para perantau.
Olahan comfort foods ini bikin kangen karena hanya ada ketika ada perayaan besar dan bahan-bahannya tidak mudah didapat di tempat lain.
Olahan apa saja yg jadi kuliner khas ini? Ada tumis daun kunyit muda dan yan pou (fermentasi ikan asin telang yang dikukus), ada sambal terasi buah mawang, ada asam Kalimantan dan yan pou, olahan terung asam rimbang bunga kunyit, asam pedas ikan, dan ikan kukus saus jahe dengan jamur hioko.
Kuliner comfort foods tersebut tidak mudah ditemukan di tempat lain, para perantau hanya bisa mencicipi jika pulang ke Singkawang pada perayaan tertentu seperti Cang Nyiat Pan ini.
Meski banyak orang yang semakin penasaran dengan atraksi Tatung, berhubung pandemi belum berakhir, perayaan Cang Nyiat Pan secara umum terang-terangan di Singkawang tahun 2021 ini ditiadakan demi menghindari hal yang tidak diinginkan. Adanya Acara Seri Gastronomi Indonesia secara virtual ini bagi saya sangat berkesan. Bisa mengingat dan mengobati kerinduan akan tradisi leluhur Tionghoa yang sangat dipertahankan para peranakan.
Meski tahun ini atraksi Tatung di Singkawang tidak digelar secara terbuka, semoga sedikitpun tidak mengurangi kehangatan dan kebersamaan keluarga besar dalam merayakan Imlek hingga Cang Nyiat Pan. Kita tetap optimis rezeki semakin berlimpah dan pandemi ini segera berlalu. Aamiin.
Seruuuu kalo membahas kearifan lokal dengan cara seperti ini ya Mba
Tentu saja, aku kerap bertanya2 Apa sih bedanya Cang nyiat pan dengan perayaan Cap go meh di kota-kota lain?
Terjawab sudah rasa penasaran akuuu lewat tulisan ini.
Makasiii mba
duh saya paling suka baca seluk beluk Gastronomi
sehingga ketika kita lihat resep masakan, jadi paham latar belakang dan mudah eksperimen resepnya
karena terkadang ada aja yang salah nulis resep
Gak nyangka loh, wedang ronde yang kupikir berasal asli dari Indonesia, which is daerah Jawa Tengah malah berasal dari minuman (makanan?) Tangyuan!
banyak yaaa makanan yang terkenal sebagai makanan wajib perayaan Cap Go Meh ini, aku penyuka chinese food soalnya jadi seneng banget jajal makanan China yang udah dimodifikasi halal
FUN FACT banget iniii
aakk, jadi makin penasaran buat ubek2 kuliner indonesia
soale banyak fusion food menu yg bikin cintaaaa
Singkawang dan perayaan seperti ini menjadi salah satu tujuan destinasi wisata di sana. Saya sendiri belum dan perlu ngantri kunjungan ke Singkawang.
Baru ngerti saya mbak kalau tahu itu serapan dr bahasa hokkian yaotu tau hu. Di singkawang memang mayoritasnya Tionghoa setahuku sih. Seneng ya kalaua ada perayaan budaya gitu.
Yang bikin penasaran dari acara acara seperti ini adalah makanannya Biasanya yang enak bagi mereka, enak juga bagi kita.
Seneng banget baca artikel ini. Jadi nambah pengetahuan tentang budaya Cina.
Pernah liat film dokumenter di NatGeo yang menampilkan TATUNG berikut dengan penjelasan dan rangkaian acara Cap Go Meh. Gak nyangka kalau masyarakat Singkawang juga mengadakannya.
Buat Mbak Okti yang pernah kerja di Taiwan tentu hal ini bisa mengobati kerinduan menyaksikan acara ini ya. Dan bisa lebih paham juga. Bahasannya pun jadi bisa mengalir karena didukung oleh pengalaman.
Saya pernah nonton penampilan TATUNG di chanel NatGeo. Wah seru banget. Apalagi itu liputannya penuh, tanpa edit, dan apa adanya. Gak nyangka kalau di Singkawang juga mengadakan upacara untuk Tatung. Aahh seandainya tau ada webinar ini, pasti saya duluan daftar deh. Secara. Saya suka banget dengan hal-hal yang menyangkut budaya dan sejarah.
Artikelnya keren Mbak Okti. Karena ada tambahan pengalaman selama kerja di Taiwan ya. Jadi tulisannya lebih berisi.
Selama ini kalau bahas Singkawang, yang aku baca selalu tentang tradisi tatung yang bikin ngeri itu 😀
Nah baru kali ini bahas sisi kuliner, dan ternyata, ulasan ini bikin aku tahu banyak hal tentang asal muasal nama makanan yang biasa kita makan, seperti tahu dari tau hu. Artikel yang menarik dan berbobot teh. Tfs
Ternyata budaya Tiongkok banyak berkontribusi terhadap kuliner Indonesia ya. Info baru ini buat saya asal mula kata tahu. Thanks infonya ya
wahh iya, aku juga ikut webinat ini teh
lihat tatungnya unik
kulinernya juga enak enak
Tradisi Tionghoa yang masuk ke Indonesia semakin membuat negara kita menjadi kaya ya.
Keriuhan saat perayaan seperti ini jadi daya tarik wisata juga.
saya malah belum pernah dengar tradisi seperti itu mbak, kalau melukai diri tapi ga kenapa2 di Banten juga ada ya kl ga salah?
Baru tahu nih sama istilah Cang Nyiat Pan. Budaya Tionghoa itu menarik banget buat dicari tahu yaa. Saya tahu Singkawang emang kental banget sih budaya Tionghoa nya
Seru bangey acaranya mbak, banyak sekali info baru tentang kebudayaan China. Ternyata tahu asalnya dari kata tau hu. Trus saya jadi berpikir dong klo numis dan nggoreng asal mulanya dari China, trus orang Indonesia asli jaman dulu sebelum bisa numis dan nggoreng kira-kira tekniknya pake apa ya? Haha..
Kota Singkawang memang menarik. Di film Aruna dan Lidahnya bayak diulas dan bikin penasaran terbang ke Pontianak
Nambah wawasan baru nih saya, baru tau ada kata Cang Nyiat Pan ini, saya tuh suka banget kalau ada tradisi semacam ini diadakan setiap tahun rasanya rame banget ya, seperti tradisi bakar perahu tapi karena pandemi ditiadakan juga
Merinding juga kalau pas lihat yang makan ayam hidup. Kalau yang ‘kebal’ dari senjata tajam sih sebenarnya ada debus juga ya. Dan pertunjukkan kuda lumping juga ada yang bagian kerasukannya.
Pengen banget euy kapan2 rasain cap go meh di Singkawang karena beda bgt sama yg di sini yaa..
Menarik banget apalagi Singkawang kulinernya banyak dan enak2 semua
Ah andai ga pandemi, saya sudah di Pontianak menyaksikan Cap Go Meh di sana
Sayangnya rencana tinggal rencana sementara waktu ini
Singkawang ternyata dunianya tradisi Tionghoah ya… seakan sudah menyatu dengan tradisi Singkawang sendiri. Tapi sepertinya saya tidak kuat menonton acara makan ayam hidup deh, ngerii..
Pengen banget denger teh Okti bicara bahasa China.
Sama seperti Hong Kong kan yaa, teh? menggunakan bahasa Mandarin.
Melihat keseruan dan budaya yang ada, semoga kita bisa saling menghargai dan mengkulturasi budaya agar semakin indah.
Kalau di HK bahasanya mayoritas kantonis, Teh. Jarang yg bisa Mandarin
ternyata rangkaian acaranya sampai 15 hari gitu ya Teh, yang Tatung di Singkawang ini jelas dinanti-nanti juga ya tapi harus kuat nyali sih ya kalau mau nontonnya, heheh.
Bagi masyarakat Thionghoa hoki itu penting banget makanya perayaan cap go meh pasti ada simbol atau makanan khusus yang disajikan
Wahhh… senang sekali baca sharing teh Okti ini. Saya jadi tambah pengetahuan seputar budaya Imlek dan Cap Go Meh. Sedih sih tahun ini enggak bisa menyaksikan perayaannya. Padahal tiap tahun biasanya kami mengundang barongsai. Dannn… saya baru tahu bahwa ternyata kegiatan kita sehari-hari khususnya masak memasak ternyata banyak mengadopsi dari budaya Tionghoa ya..
Undiscovery Cang Nyiat Pan Story ya Teh, aku suka banget sama klenteng kalau ke luar kota bahkan ke luar negeri pasti aku pengen tahu budaya klenteng dan cerita di daerah tersebut. Dan singakawang memang udah lama banget manjadi salah satu wisht list aku Teh.
Di Singkawang ini masih kental banget ya perayaan seperti ininya. Tradisi tetap terjaga ya, biar anak cucunya juga tetap bisa merasakan. Warga luar pun juga jadi penasaran pasti nih ingin lihat tradisi saat Cang Nyiat Pang ini ya.
Aiiih Aku jadi pengen beli kudapan kue kering setelah baca postingan ini. Senengnya ikut webinar dan tau kebudayaan di Singkawang.
Kalau ada di sana menikmati keseruannya asik juga ya Teh. Dari ketiga hari tersebut, daku kenalnya yang Cap Go Meh, karena ini pun juga berkat ada di kalender yang satu hari sobek itu hehe.
menarik membacanya, saya baru tahu karena belum pernah ikut perayaan tradisi cap go meh di kota manapun. thanks udah berbagi cerita yaa mba
tahun kemarin aku ngerayain cap go meh di Palembang, itu juga rame bener, padahal udah masuk corona wkwk.. tapi yang horor ih di Singkwang ini yah,
Wah, baru tahu deh aku dengan Cang Nyiat Pan ini. Cap Go Meh juga cuma denger aja. Gak tahu detailnya. Bikin penasaran. Etapi bernuansa mistis ya, aku takuuut. Hehehe, cari di Youtube ah, kepengen tahu kayak gimana upacaranya.
Tulisannya menggugah sekali mba..
Aku sendiri meskipun enggK pernah merayakan tapi memang ikut bersuka cita dengan perayaannya.
Perayaan seperti ini juga sudah jadi bagian dari kebudayaan dan sejarah.
Dan selama ini adat dan budaya tionghoa juga banyak mempengaruhi kuliner Indonesia ternyata..
Wah seru banget ya, pastinya mbak kalau acaranya diadakan. Tapi ngeri juga sih kalau sampai ada yang kesurupan. Memang kalau di kalbar kayaknya masih banyak ya keturunan tionghoanya jadi kalau imlek pasti seru
Menarik banget menyusuri jejak kuliner Nusantara, termasuk sejarahnya. Salah satunya tradisi kuliner cap go Meh dari Singkawang ini. Nyimaknya jadi bikin pengen berkunjung ke daerahnya dan menjelajah kulinernya secara langsung.
Wah saya baru tahu nih ternyata ada sebutan lain buat istilah Cap Go Meh…
Udah gitu, disini diulas dengan lengkap dan rinci juga. Jadi nambah deh wawasan saya mengenai tradisi Tionghoa…
Makasih ya kak