Sudah pernah mendengar program zero waste cities? Ada beberapa daerah yang sudah menerapkan program Zero Waste Cities, seperti Kota Cimahi, Kota Bandung, Denpasar, Gresik, Karawang dan Purwakarta.
Zero Waste Cities adalah program yang mendorong lingkungan rumah tangga untuk memilah sampah dari rumah dengan bantuan pemerintah daerah. Masyarakat didorong untuk membuat rancangan ulang daur sumberdaya, sehingga semua produk yang terbuang (yaitu sampah) bisa digunakan kembali. Jika semua sampah bisa dimanfaatkan otomatis tidak ada sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir. Bukankah ini sangat mengagumkan?
Tapi kenyataannya pengelolaan sampah itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan perjuangan yang tidak mudah guna mengubah sistem buang sampah yang sudah membudaya dengan semua lapisan masyarakat kita. Meski ada regulasi tapi jika tidak diawasi seolah semua berjalan masing-masing saja.
Pengelolaan Sampah Kota Bandung Belum Signifikan
Itu yang bisa saya tangkap setelah mengikuti acara Konferensi Pers Menjajaki Transisi (Perjalanan Kota Bandung Menuju Zero Waste Cities) yang diselenggarakan organisasi non profit profesional Yaksa Pelestari Bumi Berkelanjutan (YPBB), selaku organisasi yang konsisten dalam mempromosikan dan mempraktikkan pola hidup selaras alam untuk mencapai kualitas hidup yang baik dan berkelanjutan bagi masyarakat, pada Selasa 29 Maret 2022.
Ada banyak yang peduli terkait masalah sampah khususnya di Bandung. Dibuktikan dengan lahirnya BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) yang mana di dalamnya terdiri dari berbagai elemen masyarakat seperti pihak swasta, birokrat, konsultan, para sponsor, individu, peneliti, LSM, dosen, dan sebagainya.
Jadi BJBS adalah forum pelaku persampahan sebagai wadah kolaborasi dan komunikasi lintas sektor yang mendukung perubahan sistem pengelolaan sampah di Bandung.
Nyatanya, sekian tahun berjalan tata kelola persampahan di Bandung yang mengusung prinsip “Kang Pisman” (singkatan dari Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan) masih belum mencapai hasil yang diharapkan.
Sebagai informasi, tahun 2018, BJBS selaku forum pengelolaan sampah Kota Bandung, berhasil mendorong Walikota Bandung saat itu Oded M. Danial meluncurkan program “Kang Pisman” ini. Dalam program “Kang Pisman”, Pemerintah Kota Bandung memprioritaskan 8 kelurahan untuk menjadi Kawasan Bebas Sampah (KBS). Tahun 2018 saja, program KBS telah hadir di 41 RW di Bandung.
Pengembangan program Zero Waste Cities oleh YPBB yang sudah dirintis sejak 2013 guna mewujudkan dan mengembangkan Kawasan Bebas Sampah (KBS) pada skala kelurahan, kecamatan, hingga kota Bandung sendiri ternyata banyak mengalami kendala dan tantangan.
Melihat kondisi itu, YPBB, yang mengadopsi program ZWC dari Mother Earth Foundation di Filipina, merekomendasikan adanya perbaikan tata kelola persampahan. Mulai dari regulasi, kelembagaan, operasional, pembiayaan, serta pelibatan publik di setiap kawasan.
Perbaikan ini tentu saja harus merata secara keseluruhan. Rekomendasi ini memperkuat dampak positif program KBS yang sudah diinisiasi Pemerintah Kota Bandung sejak 2015.
Kondisi di Lapangan
YPBB tidak sembarangan memberikan rekomendasi. Melainkan berdasarkan temuan pada pilot project KBS di dua kelurahan, yaitu Sukaluyu dan Babakan Sari. Dimana masyarakat di dua kelurahan ini diminta untuk memilah sampah mulai dari rumah masing-masing.
Hasilnya sekarang di Kelurahan Sukaluyu sudah berhasil mengelola jejaring titik-titik pengomposan sampah organik di skala komunitas. Sementara dari 3 RW di Babakan Sari, 1 RW telah melakukan pemilahan sampah dari sumber secara konsisten.
Penemuan YPBB di dua kelurahan tersebut dapat terlihat jika konsistensi penerapan sistem pemilahan sampah masih sangat bertumpu pada sosok ketokohan di RW setempat. Jadi kalau ada tokoh penggerak atau pendamping baru program berjalan. Jika tidak, ya asal-asalan. Padahal jika masalahnya seperti itu perubahan tata kelola persampahan di Bandung jelas tidak akan efisien.
Koordinator Manajer Kota ZWC dari YPBB, Ratna Ayu Wulandari mengapresiasi transformasi penanganan sampah oleh Pemerintah Kota Bandung lewat program KBS ini. Program yang mengandalkan partisipasi warga hingga pengembangan sistem sudah dijalankan maksimal walau dampaknya belum signifikan.
Masih banyak masyarakat yang mau melakukan dukungan untuk KBS selama ada intensif dari pemerintah. Kalau ada pendamping baru berjalan. Padahal sebagaimana dikatakan Bu Ayu, saat konferensi pers Perjalanan Bandung Menuju ZWC secara daring, jika mengandalkan pendamping terus-menerus ini akan terjadi pemborosan sumber daya.
Koordinator Bandung Juara Bebas Sampah (BJBS), Ria Ismaria pada kesempatan itu pun menyampaikan catatan kritis terkait pengelolaan KBS. Menurutnya penerbitan regulasi yang bisa dijadikan dasar guna penguatan upaya penanganan sampah sejak dari skala rumah tangga perlu dieksekusi agar hasilnya berdampak positif.
Menurut Mbak Ria, jika pemerintah ketat dalam peraturan, kemungkinan masyarakat bisa ikut tergerak sehingga terjadi perubahan lebih cepat. Pemerintah pasti bisa mengupayakan dengan beragam cara, toh sumber pembiayaan ada anggarannya. Jadi tidak ada alasan. Maksimalkan segala perangkat aturan maka kelembagaan akan semakin efektif dan efisien.
Bukan tanpa alasan, persoalan penegakan aturan itu berkaitan dengan temuan YPBB dari studi kasus di lapangan.
Jadi ditemukan apabila tanpa ketokohan yang kuat, dua RW di Babakan Sari hanya menyetor sampah organik supaya memenuhi syarat ZWC saja. Selain itu, mekanismenya juga bermasalah. Pemilahan sampah yang idealnya dilakukan warga di rumah, malah dikerjakan petugas pengumpul.
Tantangan berikutnya, tokoh kewilayahan itu tentu saja berganti seiring masa jabatannya sehingga tidak bisa bergantung pada sosok orang, melainkan sistem.
Studi komparasi YPBB menemukan pencapaian ZWC ini cukup besar potensinya untuk diwujudkan bila seluruh stakeholder dapat turut serta berpartisipasi aktif. Terlebih pemerintah kota yang memiliki wewenang penuh di daerah.
YPBB menekankan jika keterlibatan pemerintah menjadi poin penting dalam tata kelola persampahan di tingkat kelurahan maupun kecamatan. Khususnya dalam membangun kelembagaan dan penyusunan sistem pembiayaan berkelanjutan untuk sistem pengumpulan sampah yang sudah dipilah dari sumber sampah berasal.
YPBB berharap model pengumpulan sampah yang awalnya kumpul – angkut – buang, lalu bergeser menjadi “Kang Pisman” perlu terus diperbaiki, direplikasi, serta dipercepat penyebarannya seiring dengan semakin gentingnya krisis lingkungan dan sosial.
Regulasi Pemkot Bandung
Pemerintah Kota Bandung sendiri ternyata sudah memiliki aturan resmi guna memperbaiki tata kelola sampah dan mendorong dilakukannya sistem pemilahan sampah lewat Peraturan Daerah nomor 9 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah.
Kesulitan pemerintah kota dalam menerapkan peraturan ini berkaitan dengan isu kelembagaan. Meski sudah terdesentralisasi hingga tingkat kelurahan, namun belum berjalan baik karena kelembagaan dan pembagian peran pengelolaan sampah masih belum terstruktur.
Kelurahan dan RW tidak memiliki wewenang sepenuhnya dan sumber daya manusia memadai untuk mengelola sampah sangat terbatas.
Karena itu YPBB terus mendorong peranan pemerintah pada tingkat kecamatan dan kelurahan untuk menerbitkan regulasi kawasan yang mewajibkan semua warga untuk bisa memilah sampah dari rumah.
Ternyata pada sisi operasional, pemilahan sampah dari rumah tidak dapat berjalan baik karena petugas pengumpul sampah swasta atau yang tidak terikat dengan unsur kewilayahan, sulit berkoordinasi dengan pejabat pemerintahan. Studi kasus dari Kecamatan Coblong menunjukkan mayoritas pengumpul sampah swasta itu tidak dikelola pengurus RW.
Sedangkan studi kasus di Neglasari, koordinasi antara petugas “Kang Pisman” dengan perangkat kelurahan dan tim YPBB justru masih berjalan lambat. Entahlah mungkin petugas “Kang Pisman” merasa enggan dan segan menegur warga yang tidak taat?
Alhasil pekerjaan monitoring dan evaluasi yang menjadi tugas mereka pun tidak dikerjakan sesuai dengan jadwal yang telah disepakati sehingga pencapaian target mengalami keterlambatan. Kendala-kendala ini menunjukkan bahwa kegiatan berjalan sebatas ada insentif saja. Tanpa kelembagaan yang kuat tidak akan cukup untuk memperbaiki tata kelola sampah sesuai target.
Kondisi ini memperlihatkan kalau kelembagaan pengelolaan sampah tingkat kelurahan dan kecamatan yang masih berada dalam tahap awal transisi sangat berperan penting.
Idealnya, setiap warga menjadi partisipan aktif sesuai dengan peran, minat, dan keterampilan masing-masing dalam perbaikan tata kelola pengelolaan sampah kawasan.
Pembiayaan
Perlu diketahui dalam hal pembiayaan, sistem pengelolaan sampah “Kang Pisman” ini belum mendapatkan anggaran khusus secara resmi dari pemerintah kota. Padahal, jika mengacu pada sistem pengelolaan sampah keseluruhan, para petugas semestinya digaji secara resmi oleh pemerintah.
Diakui Deti Yulianti, Kepala Seksi Kerjasama Teknis Operasional, Pengawasan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung di tahun 2020-2021 kemarin pihaknya baru mampu memberikan insentif saja pada beberapa petugas pengumpul di Sukamiskin dan Cihaurgeulis, di luar gaji yang sudah didapat oleh petugas dari iuran warga.
DLH Kota Bandung pun mengakui masih adanya ketergantungan pada pendamping di wilayah terkait pengelolaan KBS sejak 2019. Kondisi ini dievaluasi dan diperbaiki pihak mereka dengan menciptakan sistem yang lebih berkelanjutan.
DLH Kota Bandung membangun dan menurunkan rencana teknis pengelolaan sampah pada skala kelurahan. Tahun 2020, mulai diujicobakan pengembangan KBS tidak fully participatory base tapi dibangun sistem antara petugas pengumpul terpilah, pendamping, dan dukungan sarana dari wilayah setempat untuk pengolahan sampah.
DLH Kota Bandung berharap jika konsep ini bisa berlaku pada 151 kelurahan yang ada maka target 30 persen pengurangan sampah dari pemerintah pusat bisa terpenuhi dan terlampaui. Tapi proses ini masih belum sepenuhnya berjalan seiring transisi pengelolaan sampah dari perusahaan daerah PD Kebersihan ke unit pelaksana teknis di bawah DLH Kota Bandung.
Salah satu rencana DLH Kota Bandung guna mendukung pengelolaan sampah adalah dengan membuat jadwal pengangkutan sampah yang sudah terpilah. Untuk sampah organik setiap hari Senin, Rabu, Kamis, Sabtu, dan Minggu. Sementara pengumpulan sampah anorganik setiap Selasa dan Jumat. Program ini diproyeksikan pada 18 TPS dan jika berjalan lancar bisa jadi diterapkan pada seluruh wilayah kota.
Kondisi ini diakui Deti jadi lebih berat karena DLH Bandung berfungsi sebagai regulator sekaligus operator. Karenanya beban pembiayaan akan semakin besar.
Strategi pengorganisasian pembiayaan baru dan sistem retribusi yang terstruktur dibutuhkan oleh pemerintah untuk menanggung biaya-biaya yang selama ini dikeluarkan masyarakat untuk membayar layanan jasa petugas pengumpul sampah lokal
Masalah yang dihadapi DLH Bandung lainnya adalah kurangnya ketersediaan ruang untuk mengumpulkan sampah khususnya di kawasan permukiman padat penduduk.
Untuk mengatasi hal tersebut, YPBB merekomendasikan penggunaan infrastruktur skala kecil seperti komposter dan penampungan modular berukuran kecil, yang penyediaannya dibantu oleh DLH Bandung sendiri.
Pada konferensi pers ini YPBB terus merekomendasikan beberapa point penting kepada pemerintah, diantaranya:
- Pemerintah segera mengembangkan tata kelola ZWC secara merata dan keseluruhan
- Memprioritaskan membangun kelembagaan dan sistem pembiayaan berkelanjutan untuk sistem pengumpulan terpilah dari sumber
- Penguatan regulasi dan kelembagaan dari tingkat kota hingga tingkat kelurahan
- Pengalihan dan pengorganisasian pembayaran petugas pengumpul sampah dilakukan oleh pemerintah
- Memberikan wewenang dan tanggungjawab atas pengumpulan terpilah
- Penerapan aturan pemilahan kawasan–termasuk mekanisme pengawasan dan sanksi.
Dari Konferensi Pers Menjajaki Transisi (Perjalanan Kota Bandung Menuju Zero Waste Cities) secara daring pada Selasa, 29 Maret 2022 ini kita bisa mengetahui permasalahan yang terjadi sesungguhnya.
Terlepas dari warga Kota Bandung atau bukan permasalahan sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Sejatinya ada banyak pelajaran yang bisa kita contoh mulai dari upaya kegigihan dalam penanganan sampah, sistem “Kang Pisman” demi terciptanya kemanfaatan sampah sampai kemandirian warga atau kawasan demi terciptanya Kawasan Bebas Sampah sehingga terbentuk Zero Waste Cities sesuai harapan yang kesemuanya itu bisa kita terapkan dimana saja kita berada.
Semoga program Kang Pisman ini bisa berjalan dengan dukunga semua pihak ya, demi terciptanya kemanfaatan sampah sampai kemandirian warga dan kawasan demi terciptanya Kawasan Bebas Sampah sehingga terbentuk Zero Waste Cities
Sebenarnya kalo kesadaran ini dibangun dari elemen keluarga insyaALLAH permasalahan sampah ini akan ketemu solusinya ya.
Yang penting sama2 berkontribusi utk kondisi alam/lingkungan yg makin baik dan sehat.
Sampah sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan ya mbak. Kembali pada kesadaran kita semua untuk peduli pada lingkungan. Kalau semua warga peduli, niscaya permasalahan sampah ini bisa teratasi dengan baik….karena sampah bukan hanya tugas pemerintah, namun semua warga ikut bertanggung jawab, supaya semuanya sadar lingkungan sehat akan memberikan dampak yang baik bagi kehidupan dan ekosistem.
Memang urusan sampah ini harus dimulai dari hal kecil di semua keluarga sih
Setiap orang harus punya kesadaran tentang pentingnya menjaga lingkungan
Soalnya kalo semua harus mengandalkan pemerintah, yah kelamaan juga kan yah
Harus kompak bergerak bersama kita semuanya
Semoga sukses program Kang Pisman supaya Bandung bisa berhasil menjadi Zero Waste Cities yaaah
Mewujudkan lingkungan yg bebas sampah tentunya berawal dari diri sendiri yang berniat untuk mengurangi sampah. Dari mulai pemilahan sampah di dapur misalnya atau dengan mengkoordinasikan bank sampah
Pengelolaan sampah paling ideal itu ya dimulai dari keluarga ya teh. Karena memang sampah rumah tangga itu besar lo perharinya. Bagus nih project kayak gini harusnya di semua daerah
Pengelolahan sampah memang sangat penting banget. Tahun lalu sempet yang di rumah sampah tidak diangkat beberapa hari karena di TPA nya penuh, huhuhu.
Semoga program ini bisa berjalan dengan baik, ya. Jadi pengolahan sampah bisa lebih baik. Memang harus di mulai dari rumah dulu ya, mbak
Sampah memang masih peer besar negara kita ya… Perlu edukasi dan pendampingan lebih banyak ke masyarakat agar masalah sampah itu selesai di rumah tangga masing2…
Coba kalau warganya punya kesadaran masing-masing untuk memilah dan mengelola sampah sendiri dari rumah dengan baik dan benar, pasti hasilnya lebih efektif. Petugasnya jd ga keteteran. Tapi ya memang susah sih, tp setidaknya dgn adanya program Kang Pisman bisa jadi awal. Semoga kedepannya makin banyak yg sadar akan sampah.
Kalau kotaku kayak masih jauh nih menuju zero waste city. Rata-rata penduduknya pun masih enggan melakukan pemisahan sampah dari rumah masing-masing. Sedangkan petugas pengumpul sampah yang berkaitan dengan project bank sampah juga tidak punya wewenang untuk menegur warga. Muter-muter aja sih masalahnya di situ. Perlu regulasi yang harus kembali disosialisasikan berulang-ulang kepada masyarakat.
Wah, baru tahu nih aku dengan Kang PisMan. Hehehe, bukan orang Bandung asli sih. Tapi Bandung coret, jadinya gak terlalu familiar. Semoga Kabupaten Bandung juga punya nih program begini. Biar bisa segera zero waste juga.
Bagus juga ya ketika ada sistem pengelolaan sampah Kang Pisman ini. Tapi semoga juga akan mendapatkan anggaran khusus secara resmi dari pemerintah kota.
Bagus juga ya ketika ada sistem pengelolaan sampah Kang Pisman ini. Tapi semoga juga akan mendapatkan anggaran khusus secara resmi dari pemerintah kota ya mba
Bagus juga ya ketika ada sistem pengelolaan sampah Kang Pisman ini. Tapi semoga juga akan mendapatkan anggaran khusus secara resmi dari pemerintah kota ya teteh
konsep zero waste city ini sudah banyak diterapkan di berbagai negara ya mba, bagus kalau sudah mulai diadaptasi di sini. meskipun nantinya pelaksanaan belum bisa sempurna, tapi langkah awal dan konsistensi itu penting untuk terus kita lakukan
Salah seorang sahabatku ada yang tekun dengan Gerakan Pengelolaan Sampah, termasuk kegiatan Kang Pisman ini.
Semoga semakin banyak masyaraakt yang ikut serta dan sadar untuk mengurangi sampah dengan mengelolanya dengan baik.
Bu Maria bukan, Teh? Hihi…
Wah Kang Pisman ini harusnya juga dilakukan di banyak daerah ya teh Okti. Sekarang ini pengelolaan sampah rumah tangga memang harusnya dimulai dari keluarga dan lingkungan terkecil dulu ya
Salut banget sama Bandung. Semoga gerakannya sukses dan makin banyak orang yang peduli dengan lingkungan dan mau ikut kontribusi nyata ya. Karena emang harus gencar sih diserukan ke masyarakat.
Semoga Kang Pisman juga dicontoh kota-kota lain nih. Kalau udah ada d Solo, mau banget ih join ikut gerakannya.
Salut banget deh sama kota Bandung. Semoga gerakannya sukses dan makin banyak orang yang peduli dengan lingkungan dan mau ikut kontribusi nyata ya. Karena emang harus gencar sih diserukan ke masyarakat.
Semoga Kang Pisman juga dicontoh kota-kota lain nih. Kalau udah ada d Solo, mau banget ih join ikut gerakannya.
huaaa jangan jangan nanti tercipta saingan kota Singapore yang terkenal super bersiiiih ini kelak ya dengan Kang Pisman tata kelola persampahan di Bandung
aku rekam ah kalimat ini : Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan!
memang semuanya harus dimulai dari rumah dulu, kalau di rumah sudah bisa melakasanakan zero waste pasti nanti bisa nularin teman-temannya deh. Dan kita juga jadi lebih bahagia ya.
Urusan sampah dimulai dari kebiasaan di tingkat bawah dulu.Seperti keluarga.Saya termasuk mulai disiplin untuk memilah-milah sampah.Namun sayangnya saat sampah diambil oleh petugas sampah dijadikan satu di gerobaknya.
Tetapi masalah sampah memang bukan saja tugas pemerintah namun masyarakatpun harus menyadari untuk tidak buang sampah sembarangan
Masalah sampah ini nggak beres beres ya teh. Karena memang nggak mudah. Walau gitu aku tetap acungkan jempol ama para lembaga di Bandung selalu berusaha menuju Zero Waste Cities. Dan ini itu perlu ketja sama banyak pihak ya termasuk masyarakat. Semoga program keren ini semakin terealisasikan ya dan dimudahkan proses semuanya
Benar teh, masalah sampah adalah masalah bersama, perlu sinergi darii berbagai pihak agar berhasil diatasi. Semoga saja semua upaya gigih yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah dapat berbuah sesuai harapan.
Memang masalah penanganan sampah ini untuk mewujudkan zero waste, butuh peran semua pihak. Dari semua struktur pemerintahan, mulai dari keluarga hingga pemerintah kota.
Aih..aku kira kang pisman ini nama kuliner yang ada pisangnya gituh..eh ternyata ya.. hehe..Bagus juga mudah diingat..dan yang penting actionnya ya untuk pisahin sampah..
Semoga ke depan tata kelolanya juga semakin terlaksana dengan baik ya mba. Apa yang direkomendasikan juga bisa terwujud dan tentu ini butuh dukungan juga
Semoga ke depan tata kelolanya juga semakin terlaksana dengan baik ya mba. Apa yang direkomendasikan juga bisa terwujud dan tentu ini butuh dukungan juga pastinya
Semoga ke depan tata kelolanya juga semakin terlaksana dengan baik ya mba. Apa yang direkomendasikan juga bisa terwujud dan tentu ini butuh dukungan juga pastinya yaa
Wah, menarik sekali ini. Semoga dengan adanya program Zero waste cities yang sudah berlangsung di beberapa daerah di Bandung bisa diconyoh oleh daerah lain
Program Kang Pisman yang dimulai dari rumah ini, bagus ya mbak. Karena memang tanpa disadari, banyaknya sampah ini dimulai juga dari rumah.
Mantap ya kota Bandung ini
Sudah mulai melangkah nyata untuk mewujudkan kota bebas sampah
Salah satunya dengan adanya Kang Pisman ini ya teh
Betul banget perlu perjuangan & kesadaran dari orang-orangnya untuk pengelolaan sampah nih. Yang konsen ke sampah satu dua orang eh yang sembarangan banyak jadilah gak bisa diselesaikan.
Tapi mudah-mudahan sekarang makinbanyak irang yang aware menjaga kebersihan ya untuk ikut jaga bumi
Setuju bahwa sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Di kampungku pernah ada program pengelolaan sampah, tapi setelah beberapa lama pada bosan gitu. Semoga Bandung jadi Zero Waste Cities sehingga kota-kota lain ikut tergerak untuk mengurangi sampah
Semoga berjalan dengan baik dan bisa menjadi contoh kota kota lain. Perlu kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Perlu diingatkan selalu karena membentuk kebiasaan baik tidak mudah.
Kayaknya program menuju zero waste cities harus dilakukan di semua kota besar. Dan harus ada regulasi yang ngatur juga, agar warga juga mengikuti perintah yang ada. SEkarnag kan orang nggak hanya gampang buang sampah tapi juga belum ada kesadaran untuk memilah sampah. Aku sendiri baru sebatas misah sampah organik untuk dijadikan kompos, sementara sampah kardus dan plastik aku kasih ke tukang sampah dalam wadah sendiri.
Dari Bandung semoga menular ke kota2 lainnya ya. Sama juga dari diri kita sendiri, semoga menular pada anggota keluarga lain. Karena masalah sampah ini tidak mudah, prosesnya lama dan butuh kesadaran bersama.
Kayanya kalau ada anggaran khusus program ZWC di daerah bisa berjalan lancar, dan semua kelurahan dapat menerapkan program ini dengan memilah sampah dan dibedakan berdasarkan jenis sampah. Hal ini akan membantu pengangkut sampah dan mengurangi jumlah sampah di TPA.
Mantap ini program ZWC pastinya diperlukan semangat yang tinggi untuk mewujudkan Bandung menjadi kota zero waste cities, hal ini bisa terwujud karena dukungan warga dan aparatnya. Semoga menjadi contoh untuk kota lainnya.