Notifikasi pesan masuk membuyarkan ketenangan saya yang sedang menyetrika. Segera saya lihat…
“Teh Okti, akhir tahun ini Abang gak pulang. Bilang Amang, ke Gede nya kapan² aja lagi…”
Ternyata pesan dari keponakan yang sekarang kuliah di Itera.
Hadeuh, ini anak, bikin kacau rencana saja. Padahal Agustus lalu udah sepakat kalau akhir tahun ini mau mendaki Gunung Gede.
Lah, sekarang malah dengan entengnya dia membatalkan. Dasar keponakan jahil.
Begitulah anak generasi Z, pemikirannya kok mudah sekali terpengaruh ya? Bikin kita ini kalau berinteraksi dengan Generasi Z harus tahan banting, kuat mental.
Punya keponakan angkatan generasi Z emang serandom itu. Lihat aja di pesan yang dia kirim. Saya ini bibinya, adik ipar ibunya. Lah, dia bukannya manggil saya bibi, sesuai silsilah keturunan Sunda, malah manggil teteh, alias kakak perempuan.
Dia itu anak pertama. Asli ibu bapaknya orang Cianjur, kakak kandung suami saya. Tapi karena lahir, tumbuh dan sekolah di lingkungan asrama Raider 300 Cianjur, banyak TNI dan perantauan manggil dia Abang, sampai sekarang dia gak mau dipanggil Aa atau Akang oleh adik-adiknya.
“Biar keren seperti teman-temanku panggil Abang aja…” katanya konyol. Gimana gak nepuk jidat, coba?
Begitulah menghadapi keponakan saya yang lahir di kisaran sekitar tahun 1997–2012 alias Generasi Z. Tapi meski kadang konyol, dia itu care dan help full banget.
Gak salah kalau saya sempat baca di sebuah media, katanya gaul sama Generasi Z itu kudu kuat, karena mereka selain memiliki kelebihan juga banyak kekurangan.
Keponakanku Bestieku
Dipikir-pikir bener juga. Semenjak saya menikah sama amang (paman) nya, interaksi keponakan satu ini justru lebih dekat dengan saya daripada dengan pamannya sendiri yang notabene asli adik kandung ibunya.
Keponakan ini ke saya berani minta sesuatu, berani membicarakan hal apa pun–tentu saja dalam batas kesopanan. Sampai berani kentut di hadapan keluarga besar saking slengean nya!
Tapi dia juga gercep banget kalau dimintai tolong. Saat gadget saya bermasalah, ia yang mati-matian benerin sampai lumayan. Saat itu ia masih sekolah di kejuruan Teknik Jaringan Komputer.
Ketika lolos perguruan tinggi negeri di Sumatera, ia sendiri selalu ribut minta dikirim berbagai permintaan. Mulai rengginang, mangga kaweni, sampai ungkep ayam kampung. Ampun deh!
Kalau diingat lagi saat berinteraksi dengan keponakan saya ini khususnya, dan dengan Generasi Z pada umumnya, memang kita itu harus tahan uji, karena dimana usia seumuran keponakan saya itu banyak yang masih ketergantungan pada teknologi.
Kekurangan yang harus dipahami dari Generasi Z
Perangkat digital menjadi andalannya para generasi Z. Sehingga kalau mau silaturahmi ketemu langsung itu wuih, susah banget! Mau tatap muka teh meni banyak pisan tantangan nya.
Generasi Z juga rentan terhadap distraksi. Bayangkan saja, dengan banyaknya platform digital, fokus mereka bisa mudah terpecah, terutama jika komunikasi dilakukan secara online.
Mungkin karena itu mereka juga jadi cenderung impulsif. Generasi Z kebanyakan ingin hasil yang instan dan cepat, sehingga terkadang kurang sabar dalam proses jangka panjang.
Kalau ada yang bilang generasi Z preferensi komunikasi tidak maksimal, saya pikir bisa juga. Buktinya itu keponakan saya mana pernah dia telepon atau video call. Dia sepertinya lebih nyaman dengan komunikasi berbasis teks atau media sosial, yang padahal itu bisa saja menimbulkan miskomunikasi dibandingkan komunikasi langsung kan ya…
Satu lagi kekurangan Generasi Z yang saya lihat dari sosok keponakan adalah masih kurangnya pengalaman. Lah jelas wong usianya juga kurang dari setengah usia saya…
Sebagai generasi muda, mereka generasi Z ini mungkin saja kurang memiliki pengalaman atau perspektif mendalam dalam beberapa hal, terutama yang memerlukan pengetahuan historis atau konteks jangka panjang.a
Tapi gak apa, nanti juga tua sendiri, pengalaman nya pasti nambah ya. Hahaha…
Kelebihan Berinteraksi dengan Generasi Z
Nah ini yang saya suka dari keponakan khususnya sebagai generasi Z. Orangnya itu adaptasi teknologi yang tinggi banget.
Mungkin karena generasi Z tumbuh dengan teknologi, sehingga mereka sangat mahir menggunakan perangkat digital dan media sosial untuk komunikasi. Ini memudahkan akses informasi dan kolaborasi secara online antara keluarga dan teman-temannya.
Generasi Z juga terkenal dengan inovatif dan kreatif. Mereka sering kali berpikir “di luar kotak” dan menawarkan ide-ide segar, terutama di lingkungan keluarga , teman-temannya atau proyek kreatifnya.
Kesadaran sosial Generasi Z terbilang tinggi. Mereka itu cenderung peduli terhadap isu-isu global seperti lingkungan, kesetaraan, dan keberlanjutan. Mereka sebenarnya bisa menjadi mitra diskusi yang inspiratif lho dalam isu-isu seperti itu.
Kelebihan generasi Z lainnya mereka itu cepat beradaptasi. Mungkin karena terbiasa dengan perubahan teknologi dan sosial kali ya, sehingga mereka mudah menyesuaikan diri dalam situasi baru.
Berorientasi pada keberagaman jadi nilai tambah selanjutnya untuk generasi Z. Terlihat dari sikap dan pemikirannya kakak mereka itu lebih menerima perbedaan budaya, gender, dan pandangan, sehingga interaksi dengan mereka sering kali lebih inklusif.
Kalau udah tahu bagaimana kelebihan dan kekurangan barudak Generasi Z, kita tinggal menempatkan diri sebaik mungkin saja supaya bisa menjadi teman baiknya.
Tips Berinteraksi dengan Generasi Z
🔑Gunakan media digital untuk mendukung komunikasi. Setidaknya masih bisa menyampaikan gagasan, ilmu dan melalui gadget yang mumpuni lain nya.
🔑Berikan ruang untuk ide dan kreativitas mereka.
🔑Jadilah mentor yang membantu mengisi kekurangan pengalaman mereka.
🔑Pahami kebutuhan mereka akan makna dan relevansi dalam interaksi.
🔑Berkomunikasilah dengan cara yang ringkas dan jelas.
🔑Dengakann memahami karakteristik mereka, interaksi akan menjadi lebih produktif dan menyenangkan.
Nah, mungkin karena kami (saya dan keponakan maksudnya) saling pengertian itu, gak salah kalau tagline saya dan keponakan, adalah keponakanku bestieku. Hehe…
Eh mbak, kata temenku ya, kenapa gen Z itu mentalnya lemah banget. Dikit2 galau, Dikit2 baper. Tapi, bener juga sih ya mbak. Hahahahah
Kalau tentang panggilan dalam silsilah keluarga, mungkin tergantung kebiasaan juga. Saya dan suami sama-sama orang Sunda. Tapi, di keluarga saya, gak saklek untuk panggilan. Saya panggil 2 tante (adik mamah) pakai nama. Sedangkan di keluarga suami termasuk yang saklek banget. Saya dan suami dipanggil mamang dan bibi sama keponakan suami. Padahal usianya lebih muda kami hehehe.
Jangankan teteh yaa, adekku aja gen Z lhoo. Jadi aku juga paham betul menangani gen Z wakakaka. Emang bener se-random ituhh. Dan kadnag aku juga ngga habis pikir, gap beberapa tahun aja bisa segini banget bedanya. Tapi masalah teknologi wah, mereka jago banget. Laptopku bermasalah pun adekku yang turun tangan.
Baru kemrin berhadapan sama Gen Z tapi kek sama orang jompo, Habis ya bukan memprioritaskan kursi buat lansia. Kan kasihan ya lansianya
Seru nih punya Bestie Gen Z, apalagi sepupu. Kalau Bestieku ya anakku, untungnya dia masih mau diajak ke mana-mana. Masih ngintilin mamanya. Memang kalau dengan gen Z kita perlu cari cara biar bisa dekat dengan mereka dan mendukung kegiatan mereka yang positif
Memang yah berinteraksi dengan para Gen Z ini butuh kesabaran Teh.
Tentang impulsif iya banget sih, kayak gak ada perencanaan semua serba spontan, tapi mungkin seninya di situ kali yah, dibanding kayak kita yang suka banyak rencana tapi suka ragu buat melangkah karena kebanyakan mikir ahahaha, Itu mah aku ketang
Seru ya ponakan dan Tante akrab. Beda generasi tapi bisa saling mengisi dan mengingatkan
Keren Teteh jadi bestie-an.
Unik ya memang Gen Z ini, karena apa-apa maunya pesan teks. Soalnya saya pernah punya siswa yang kalo di chat ngobrol nya banyak, giliran di kelas paling diem hehe
gen z susah kalo diajak kompromi, mereka merasa benar dengan pilihan mereka. dan positifnya ide mereka lebih kekinian dRI PIKIRAN KITA YANG DULU.
Gen Z susah banget diajak ketemuan, ini betul banget mbak.. Labil banget pokoknya wkwkwk.. Tuh kan, sana kayak keponakanku. Tapi kalo soal teknologi, jago bnget, nggak gaptek hehe
Ada nonton ketika gen z bekerja, kadang mereka suka out of the box. Misal yang pas aku nonton gen z jadi guru kls 1 , terus ada murid ngadu dicubit temannya…eh guru gen z malah suruh balas
Setiap hari harus berhadapan dengan generasi Z di sekolah, dan memang amazing sih.
Mereka ini seperti punya ‘rumah’ sendiri, yang nggak gampang orang masuk ke sana. Tapi jika sudah percaya dengan orang, dia akan membuka ‘rumah’nya lebar-lebar bahkan sampai ke kamar-kamarnya. Ini yang harus diantisipasi sama kita yang generasi di atas mereka.
Kedua anakku gen Z jadi lebih kurangnya sama dengan keponakan Teh Okti. Di luar kekurangannya, gen Z itu yang paling unggul mereka inovatif, kreatif dan adaptif…Itu yang membuat saya berani menguliahkan si sulung ke luar negeri.
Sebagai generasi milenial, akunuda biasa interaksi sama gen Z sih
Adikku yg terakhir juga gen Z
Emang menantang,
Asik banget teh okti bisa jadi bestie sama ponakannya
Cerita yang hangat dan penuh kasih sayang! Hubungan keponakan sama tante yang kayak sahabat itu memang priceless. Love banget baca tulisan ini.
Anak kuliah mah suka gitu kadang-kadang batalin janji kalau ada tugas di kampus ya seringnya gitu hehehe. Wah mau dipanggilnya abang aja biar keren, lucu amat sih Gen Z satu ini
Gen Z memang random, tapi pemikirannya banyak ide cemerlang. Plus makin kenal banget ama digitalisasi. Suka banget komunikasinya via digital, dan mudah mengerti tentang teknologi.
Memang mereka masih belum tahu tentang histori atau lainnya. Ya, namanya juga kawula muda ya.
Suka deh kalau punya ponakan yang bisa jadi BESTie gini. Meskipun usianya terpaut jauh, tapi jadi seru. Hahaha.
Keponakanku juga sekarang kuliah semester awal.
Rasanya seneng banget karena dia lebih percaya ke aku ketimbang umiknya yang katanya galack. Wkwkwk…
Biasa kan yaa.. emak-emak pasti galack.
kalau “relative” biasanya lebih bisa memahami.
Itu mungkin yang dibilang “Rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di kebun sendiri.”
Secaraaa.. aku tantenyaa.
Mana berani nasehatin macem-macem ke ponakan yaa.. Nanti dibilang judgement.
Oh nooo…
Biar emaknya aja bagian nasehatin.
Aku mah bagian ngedengerin kalo dia butuh curhat.
Saat ngobrol dengan anak saya yang udah kuliah juga kayak gitu, Teh. Pinternya sih pinter, tapi ya itu loh, topiknya bisa meloncat kesana kemari. Kadang bingung juga hehehe.
Aku sampai sekarang manggil tanteku dengan “Mbak”, karena dibiasakan sejak kecil begitu. Soalnya dia tante bungsu yang pas aku kecil aja usianya masih sangat muda. Jadinya gak dipanggil Tante. Ternyata Bibi nggak suka ya dipanggil Teteh, jangan-jangan tanteku juga gak suka dipanggil Mbak
aku udah ngerasain kerja bareng gen z dan menurutku mereka seru bangettt. aku nggak tau ya kok bisa di luar tuh stereotype mereka seakan-akan si paling males dll tapi buatku yang milenial malah mereka tuh sat set dan efisien dari segi pengerjaan task. banyak belajar sih aku dari mereka