Larangan Mukena dan Hantu Manusia
Dilarang membawa mukena, nanti majikan mengira ada hantu di rumahnya!
Larangan itu santer menjadi lagu wajib para petugas penampungan di BLK (Balai Latihan Kerja) milik Perusahaan jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang menjaga para calon tenaga kerja (CTKI) sebelum terbang menuju negara penempatan tempat mengadu nasib mencari rezeki.
Mungkin itu salah satu penyebabnya perempuan-perempuan di Cianjur, khususnya di sekitar tempat tinggalku banyak yang memilih merantau bekerja ke luar negeri sebagai pekerja rumah tangga (PRT). Negara di Timur Tengah yang menjadi tujuaan seperti Arab saudi, Iran, Irak, Oman, Abu Dhabi, dan lainnya.
Negara Timur Tengah identik dengan negara Islam. Kehidupan sehari-hari, pola hidup serta perilaku warga negaranya dipastikan berorientasi kepada ajaran agama Islam, meski notabene banyak majikan di negara Timur Tengah yang berahlak buruk, keji tidak berperikemanusiaan dan seperti tidak mengenal hukum (baik dunia maupun akherat).
Sementara mayoritas warga Cianjur pun kental kuat beragama Islam. Bahkan Cianjur terkenal dengan sebutan gerbang marhamahnya, sejak dini sudah diajarkan tata cara beragama serta berperilaku layaknya seorang muslim. Maka banyak perempuan Cianjur yang berbondong-bondong berimigrasi ke negara Timur Tengah sebagai PRT, kecuali aku.
Ya, kecuali aku. Aku orang Cianjur, tapi pilihanku sedikitpun tak mengarah ke negara Timur Tengah. Meski perekonomian keluarga sedang sangat krisis dan aku yang jadi tulang punggung keluarga menjadi andalan untuk segera bekerja supaya bisa mengirimkan uang buat keluarga di kampung, aku tak bergeming sedikitpun.
Padahal, bukti menjelaskan kalau bekerja ke negara Timur Tengah, prosesnya cepat. Ada yang tidak sampai satu bulan di Penampungan sudah terbang. Fakta menggiurkan lain, khususnya di Arab Saudi, para TKI bisa sekaligus menunaikan ibadah haji. Bukankah mengunjungi Kabah adalah impian setiap muslim?
Tapi pilihanku tetap ke beberapa negara di Asia Fasifik, yang sudah aku cari informasinya di negara-negara ini perlindungan terhadap tenaga kerja bisa dibilang lebih maksimal dibanding negara-negara di Timur Tengah. Meski di penampungan harus sampai berbulan-bulan, meski sejak dari penampungan sudah diinformasikan kalau bekerja ke negara Singapura, Taiwan dan atau Hong Kong (ini jika bekerja sebagai PRT) DILARANG MEMBAWA MUKENA dengan kata lain akan kesulitan untuk menjalankan ibadah sholat lima waktu.
Kenapa dilarang membawa mukena atau alat ibadah? Bukankah kebebasan menjalankan ibadah itu adalah hak azasi manusia? Protesku kepada para petugas di penampungan.
Karena majikan di negara Singapura, Taiwan dan Hong Kong, kebanyakan beretnik Chinese. Mereka non muslim dan konon, mereka takut jika di rumahnya ada PRT yang mengenakan mukena. Mereka mengira hantu dan tentu saja ketakutan.
Entah benar atau sekedar cerita berantai, katanya pernah ada PRT dari Indonesia yang diam-diam sholat. Tanpa sengaja majikannya masuk ruangan dan memergokinya. Majikan yang mempunyai penyakit jantung itu langsung terserang karena ketakutan. Dipikirnya pekerjanya yang sedang sholat mengenakan mukena berwarna putih itu adalah hantu.
Jadi masalahnya mukena berwana putih, bukan pelarangan menjalankan ibadah sholat, itu kesimpulanku. Jika mukena berwarna selain putih, apalagi bercorak seperti kain dan baju sehari-hari, tentu akan lain lagi ceritanya.
Saat aku terbang ke Singapura, aku memang tidak membawa mukena. Memaksa untuk bawa pun, percuma. Pegawai di penampungan yang memeriksa isi tas akan segera mengambilnya. Sebagai gantinya, aku membawa beberapa kain sarung dan baju muslim. Aman. Semua bisa aku bawa tanpa pertanyaan.
Sesampainya di rumah majikan, meski mereka non muslim, aku meminta izin untuk melakukan ibadah. Majikan serta keluarganya yang berpendidikan mengerti dan mengetahui tentang Islam dan memperbolehkan aku beribadah. Yang penting tidak mengganggu pekerjaan.
Begitu juga saat aku bekerja di Hong Kong dan Taiwan. Mitos majikan takut dengan mukena sepertinya harus berakhir. Karena di negara maju tersebut, justru banyak dijual perlengkapan baju muslim, alat ibadah serta sarana serta prasarana untuk menjalankan ibadah bagi umat Islam. Jadi meski kerja di majikan non muslim, kuncinya hanya satu, komunikasikan dulu dengan majikan.
Sistem larangan membawa mukena serta menceritakan kisah majikan yang ketakutan melihat hantu padahal pekerjanya sedang sholat memakai mukena berwarna putih di Penampungan PJTKI rasanya sangat tidak tepat. Alih-alih menjelaskan bagaimana baiknya berkomunikasi dengan majikan, pihak PJTKI atau agency justru memperkeruh keadaan dengan membuat larangan membawa mukena yang justru merusak akidah dan memusingkan pikiran para CTKI.
Para pekerja pun kebanyakan melahap informasi secara mentah-mentah tanpa bisa mencari solusi. Dalam paradigmanya dilarang membawa mukena itu identik dengan dilarang ibadah sholat. Padahal mukena tidak harus berwarna putih. Sholat tidak harus mengenakan mukena. Istilah mukena hanya ada di wilayah Asia, khususnya di Indonesia dan Malaysia. Karena di negara Timur Tengah sana, orang sholat cukup mengenakan baju sehari-hari yang pastinya harus memenuhi syarat, seperti menutup aurat dan bersih dari najis.
Aku tidak membawa mukena saat berangkat bekerja ke Singapura, Hongkong dan Taiwan. Tapi aku alhamdulillah bisa menjalankan ibadah sholat lima waktu serta amalan-amalan lainnya di sana. Aku Malahan sebaliknya justru membeli beberapa buah mukena untuk ibu, serta saudari-saudariku di kampung saat aku akan kembali ke tanah air. Jangan salah, di negara Asia Pasifik yang mayoritas warga negaranya non muslim, tapi ada juga yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW. Toko-toko yang menjual peralatan ibadah dan pernak-pernik Islami pun banyak. (ol)
“Tulisan Ini Diikutkan dalam Giveaway Menyambut Ramadhan”
sedih amat ya kalau mukena saja ngga boleh dibawa, apalagi dipakai hiks…sukses GA-nya yaa…
Itulah kenyataannya sebelum tahun 2010 an Mba…
Pihak PjTKI masih mendominasi urusan TKI. Larangan membawa mukena itu sangat santer sampai bermunculan TKI Muslimah sejati sebagai Pembangkangdalam arti melawan larangan itu…
Trims Mba 🙂
Iya teh, mukena memang gak selalu putih. Lebih enak lg kalo udah pake busana yg bener2 sesuai syariat islam. Gak perlu repot-repot bawa mukena karena pakaianya udah syar’i. Kapan bisa begitu ya 😀
Insya Allah. Semoga kita tetap bisa istiqomah ya 🙂
Salut sm Teteh..meski jauh di negeri orang ttp inget sm kewajiban sbg muslim. Smoga berkah dunia akhirat ya teh… Salam kenal…
salam kenal kembali…
amin….
maaf baru bisa membalas komentar2nya, syukran ukhty 🙂
rumor seperti ini pernah denger dari kawan kompasianer yang dulu kerja di HK
tapi katanya tergantung bos mereka juga ya mbak
kalo dapat atasan yang toleransi ga masalah
soalnya (di HK) mayoritas udah tahu kalo di Indonesia banyak penduduk muslim, jadi mereka udah memahaminya gitu
Benar Mas Irul… Di majikan yg penting komunikasinya. Aturan larangan bawa alat solat itu hanya digaungkan oleh orang PT saja.
Itu sekitar tahun 2000 sampai 2008 setelahnya mulai tidak banyak larangan lagi…
Alhamdulillah, akhirnya dapat solusi juga ya mak.. Dimana-mana, komunikasi yang baik memang menyelesaikan masalah. Bagus sekali paparan pengalamannya mak.. Semoga sukses selalu.. 🙂
Alhamdulillah, akhirnya ada solusi ya mak.. Komunikasi yang baik memang menyelesaikan masalah. Bagus sekali paparan pengalamannya mak.. Sukses selalu yaa.. 🙂