Merindu (Rawat) Ibu

Ada miscal dari mama, waktunya jam sebelas lewat. Berarti saat menemani anak persiapan solat Jumat tadi. Mungkin suara nada dering ponsel yang tidak terdengar.

Segera saya menelepon balik. Tapi tidak diangkat juga. Kemana ya si mama? Sebelum puasa, biasanya setelah ashar memang ke tempat pengajian. Tapi kalau Ramadan, saya tahu mama tidak ada kegiatan. Ah, atau mungkin sedang tidur, atau sedang main ke rumah adik atau tetangga. Meksi di tempat saya cuaca sedang hujan, di tempat mama sama siapa tahu malah cerah.

Malamnya setelah tarawih mama kembali menelepon. Alhamdulillah kami bisa ngobrol bersilaturahmi. Meski kabar yang disampaikan mama, cukup bikin sedih juga.

Mama memberitahu jika ia memiliki gangguan kesehatan. Kadar gula dalam tubuhnya saat ini drastis meningkat. Sebelumnya ada di kisaran 140, Jumat pagi diperiksa bersama teman mengaji di Majelis Taklim Baiturahman Kecamatan Sukanagara sudah di angka 390. Tentu saja bikin mama terkejut. Makanya segera memberitahukan kami, anak cucunya.

Mama bilang tidak merasakan gejala apa selain dari dulu suka ada gatal-gatal. Tapi ada yang terlihat drastis menurun yaitu berat badannya. Bulan lalu sekitar 67 kg. Awal puasa ini ketika diperiksa sekaligus cek gula itu sekitar 54 kg saja. Turun 13 kg dalam waktu kurang sebulan!

Kasihan mama pasti itu jadi beban pikirannya. Sepertinya setelah ditinggalkan pergi untuk selama-lamanya oleh adik bungsu pertengahan bulan Februari lalu berdampak juga kepadanya. Secara saya tahu, mama dan bibi bungsu memang sangat dekat. Ikatan keluarga mereka memang begitu kental.

Sepertinya mama kepikiran dengan saudara-saudaranya. Secara berurutan dari tahun 2021 lalu, pertama kakak mama tertua pertama meninggal pada bulan September. Lalu disusul kakak mama kedua juga meninggal sekitar enam bulan kemudian.

Sebagai anak nomor tiga, mama pernah bercanda, katanya kesatu dan kedua sudah, tinggal mama sebagai anak ketiga. Kami semua tentu saja menyanggah. Kematian itu misteri dan siapapun tidak ada yang tahu. Meski secara usia mereka berurutan. Tapi siapa sangka, yang menyusul kemudian ternyata malah adik bungsu mama. Melewati tiga saudara lainnya sekaligus, mama, Paman Pian, dan Bibi Nung.

Jadi ingat juga cerita kepulangan mama mertua sembilan tahun lalu. Saat itu kakak ipar mengirimkan SMS mengabarkan kalau Bu Titim, adik mama mertua meninggal dunia. Eh jeda seminggu kemudian mama mertua ngedrop dan meninggalkan kami untuk selamanya juga. Saya kepikiran pertalian saudara bisa sekuat itu, salah satu meninggal, lainnya seperti segera menyusul. Setelah bibi rasa kakak dan sahabat (adik mama yang bungsu itu) meninggalkan kami, akankah segera disusul oleh si mama?

Merindu merawat ibu

Sebagai anak tentu saja saya kepikiran hal itu. Terlebih saat mama sakit, saya tidak bisa leluasa mengurus dan bersamanya. Tempat tinggal kami yang terpisah kecamatan, plus kondisi yang sudah berbeda kalau sudah memiliki rumah tangga sendiri, sebagai anak perempuan kewajibannya lain lagi.

Setiap saat kalau mama menelepon saya selalu memiliki rasa bersalah. Merasa tidak berguna sebagai anak perempuan yang seharusnya leluasa mengurus ibu kandung malah sama sekali tak bisa sering mengunjunginya. Padahal dulu mama mertua saya sendiri yang merawat dan menjaganya hingga tutup usia. Bukan mau membandingkan, tapi sebagai anak kandung siapapun pasti berkeinginan merawat dan menjaganya selagi orang tua masih ada.

Waktu mama mertua sakit, ia berkeinginan berobat ke RSHS di Bandung. Hanya suami tidak gerak cepat sehingga tiga hari kemudian keinginannya itu tinggal harapan. Selama ini, setiap kali menelepon mama saya selalu bilang mau berobat ke dokter spesialis di kota Cianjur. Karena di RSUD Pagelaran dan Puskesmas Sukanagara belum ada dokter spesialis yang praktek. Saya hanya bisa iya iya saja. Mau bagaimana, ga bisa ngantar atau apa. Bisanya cuma kasih buat ongkos seadanya dan nyuruh adik untuk mengantarkannya.

Tapi dasar adik laki-laki juga kurang peka, ia malah nyuruh lagi istrinya buat ngantar mama. Jadi seperti pengalaman saya sebagai menantu yang mengantar mama mertua dulu. Bersyukur adik ipar saya sangat baik dan perhatian. Semua keluh kesah susah senangnya sering bercerita kepada saya. Saya dan mama jadi semakin sayang dan menghormatinya.

Kemarin malam setelah tarawih mama menelepon lagi. Bercerita ia sudah berobat ke spesialis dalam dan melaporkan kalau kadar gulanya sudah menurun. Faktor berpuasa sepertinya ikut menentukan pola makan dan asupan yang dijaga ketat adik ipar membuat kadar gula dalam tubuh mama mulai bisa dikendalikan.

Dulu saya dan adik,  sebagai anak-anak mama yang diurus dan dirawatnya. Kami bersaudara sekarang sudah mulai menua, gantian mama yang sudah sepuh itu kembali ke sifat dan kebiasaannya seperti anak kecil yang harus kami rawat dan jaga.

Tak terasa waktu terus berputar, kehidupan terus datang dan pergi silih berganti. Sebelum mama pergi untuk selamanya, sungguh saya ingin berkesempatan bisa merawat dan menjaganya. Jangan hanya adik ipar yang kena getahnya gara-gara tinggal dekat dengan mama lalu ia bisa sepuasnya setiap saat mendampingi mama, mertuanya.

21 thoughts on “Merindu (Rawat) Ibu”

  1. Baca cerita Teh Okti, jadi ingat dulu nenek saya tinggal di rumah. Ngerawat enyang, sekarang sudah meninggal rasanya kangen berat. Semoga Teh Okti selalu sehat supaya bisa merawat ibundanya. Ladang pahala ya Teh. ❤️

    Reply
  2. Salut dengan mbak Okti serta adik iparnya. Jadi inget istri saya yang selalu setia menemani mertuanya yang adalah ibu saya. Semoga ibu kita selau sehat ya mbak.

    Reply
  3. Alhamdulilah masih ada mamah ya Teh

    sayangnya kalo udah berumah tangga emang harus mengutamakan keluarga

    saya dulu juga serba salah,

    waktu ibu saya sakit, saya gak bisa merawat karena di rumah saya ada kakak ipar yang jutek
    Mau sering2 nengok ke ibu juga gak enak ke suami

    Reply
  4. Di keluarga saya dan suami yang tertinggal hanyalah Ibu kandung saya. Selainnya sudah wafat yang sebagian besar diakibatkan oleh sakit.

    Alhamdulillah ibu saya dalam kondisi fit. Yang menjadi masalah adalah jantung dan asam urat. Sekarang tinggal bersama Adik di Cipanas yang kebetulan memang berprofesi sebagai dokter. Setelah sebelumnya tinggal bertetanggaan dengan saya. Keputusan memindahkan Ibu ke Cipanas ternyata tepat sekali. Kesehatannya lebih terkontrol. Tinggal saya yang sering bolak-balik untuk berkunjung atau video call saat rindu.

    Ah mendadak mengharu biru baca tulisan Teh Okti. Betapa saya juga hanya mampu mendukung kebutuhan ibu dan menyenangkannya dalam sisi finansial saja. Tapi mudah-mudahan dengan Ibu berada di satu tempat yang lebih nyaman, bisa menghadirkan kebahagiaan buat beliau. Terutama keponakan saya yang lucu dan bisa menjadi teman sehari-hari Ibu.

    Reply
  5. bener banget mba.. selagi ada kesempatan, merawat ibu akan menjadi ladang pahala yang luar biasa. Saat ini saya sering sekali berjauhan dengan mama dan obat rindunya sementara adalah video call. Bismillahirrahmanirrahim semoga selalu sehat ya ibunda kita semua

    Reply
  6. baca tulisan ini langsung ingat mama yang udah jarang banget saya kunjungi padahal jarak rumah kami hanya kurang lebih 10 km saja. Saat ini mama tinggal dengan adik bungsu kami.

    Semoga orang tua kita selalu diberi kesehatan yaa, Mba.

    Ahhh, jadi kangen mama

    Reply
  7. MashAllah~
    Semoga teh Okti senantiasa diberi kemudahan untuk merawat Ibunda tercinta.
    Rasanya apa yang bisa dilakukan sebagai anak selain memberikan penghiburan terbaik. Semoga menjadi jalan keberkahan.

    Reply
  8. Saya inget ibu nih. Jadi mewek bacanya. Ini pelajaran buat kita yang masih punya ibu jangan sia-siakan kesempatan mumpung beliau masih hidup. Semoga ini menjadi ladang amal kita. Meskipun ibu sudah tiada semoga kita menjadi anak yang berbakti dengan selalu mendoakannya

    Reply
  9. Syukurlah kadar gula mama teh Okti sudah turun. Semoga semakin membaik, aamiin..memang jika orang tua sakit sebagai anak kita sering kepikiran ya. Apalagi jika jaraknya jauh. Semoga teh okti dimampukan untuk merawat mamanya ya…

    Reply
  10. Adakalanya memang terasa rindu benar, berkumpul bersama ibu, meski itu artinya merawat beliau yang mengalami lumpuh beberapa tahun. Saya juga jadi ingat ibu yang berpulang sehari sebelum puasa, dua tahun lalu.
    Selama masih ada ibu, baik kandung maupun mertua, sebisanya membantu meringankan beliau dalam menjalani masa tuanya. Meski kadang hanya berupa menelpon, menyemangati dan menitipkan uang semampunya.

    Reply
  11. Sebenarnya memiliki keluarga yang saling support itu tidak mudah ketika masing-masing anak menikah, mendatangkan orang baru yang memiliki beragam kriteria. Makanya terharu saya baca ini, sehat-sehat ya buat mamanya, Mba

    Reply
  12. Jadi teringat alm.ibu setahun sebelum meninggal, pernah terucap ibu gak mau hidup tua, ibu takut gak ada yang mau ngurusin ibu, semua bakalan sibuk, ibu takut merepotkan malah kalian gak ikhlas. Kalau ingat itu aku sedih banget kak, apa iya kami bakalan gak sanggup ngurusin. Semoga teh Okti selalu diberi kesehatan, demikian juga ibundanya..

    Reply
  13. Alhamdulillah ya sekarang keadaannya sudah membaik. Btw, mamanya Teh Okti masih muda ya. Alhamdulillah, saya yang sempat merasakan kepengen bisa merawat mama, kini kesampaian. Mama sekarang tinggal sama saya. Walopun seringkali cerewetnya bikin saya dan anak-anak ngerasa jengkel dan pusing, tapi diingat lagi kalo apa yang saya lakukan gak ada seujung kukunya dengan apa yang sudah dilakukan mama. Jadinya ya diterima aja deh segala sesuatunya. Kapan lagi bisa mengurus orang tua ya. Kita gak tahu dengan usia. Walopun bisa jadi kita yang lebih dulu dipanggilNya, tapi melihat fisik orang tua yang sudah seperti itu, membuat kita kudu sabar dan ikhlas. Gak semua orang berkesempatan bisa merawat orang tua. Semoga orang tua kita selalu sehat ya Teh. 🙂

    Reply
  14. masya Allah mbak, semoga Allah mudahkan dan kuatkan mbak okti dan adik ya. semoga ibu juga sehat selalu, tinggal jauh dari ibu gini juga khawatir kalau denger beliau sakit :’)

    Reply

Leave a Reply to Nia Haryanto Cancel reply

Verified by ExactMetrics