Oleh-oleh Nyeleneh dari Yogyakarta
Biasanya kan ciri khas orang abis bepergian dari kota pelajar Yogyakarta kalau tidak bakpia ya salak, kalau bukan salak ya baju atau batik khas daerah di Daerah Istimewa tersebut. Nah kali ini ketika saya dan keluarga berangkat ke Yogyakarta, pulangnya sama sekali tidak membawa oleh-oleh seperti apa yang sudah saya sebut di atas.
Lalu apa coba?
Jadi ceritanya selama di Yogyakarta saya dan teman-teman lain tidak bisa kemana-mana karena selain cuaca selalu hujan juga acara demi acara sangat padat setiap harinya. Yang bisa kami jangkau dari Desa Wisata Garongan, Turi, Sleman tempat kami mengadakan acara hanyalah ke Alfamart di dekat pom bensin dan atau melihat kebun salak warga yang luasnya sejauh mata memandang.
Tidak ada itu namanya main ke pusat perbelanjaan untuk memilih cinderamata khas Yogyakarta. Pokoknya semua fokus fokus dan fokus kepada acara supaya kegiatan yang langsung dibuka oleh Menteri Tenaga Kerja Indonesia Bapak Hanif Dhakiri ini berjalan dengan baik. Meski memang jauh dari kata sempurna.
Alhamdulillah acara berjalan lancar padahal ini murni usaha KAMI (Keluarga Buruh Migran Indonesia) tanpa sponsor atau proposal apapun. Ditambah tidak ada yang datang seorang pun yang kami undang untuk meliput atau reportase semakin melengkapi kalau usaha kami ini murni tanpa bantuan pihak luar.
Hari terakhir acara selesai kesibukan semakin banyak. Pamit dari acara direncanakan tengah hari meski tiket Bus yang saya pegang berangkat menunjukan pukul 18.00 waktu setempat. Tujuannya biar bisa mampir dulu untuk sekadar beli oleh-oleh itu tadi.
Malang tidak bisa ditolak untung sudah jelas tidak mungkin karena dari awal kami bukan mau berdagang. Rencana tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pukul 12 siang minta diantar ke Terminal Giwangan baru bisa dapat kendaraan dari panitia pukul 16.00.
Saya sudah gelisah dan dalam hati marah… Lah iya apa yang saya rencanakan otomatis hangus semua. Jam 4 sore dari Sleman menuju Giwangan mana sempat mampir untuk sekadar beli bakpia? Cuacanya juga tidak bersahabat.
Dalam kendaraan menuju Giwangan saya kesal dan marah tapi tidak tahu ditujukan pada siapa. Saya malah mikir lagi masih untung ada yang mau antar juga. Yang diburu oleh-oleh buat apa kalau cuma buat pamer atau gaya-gayaan saja? Bukankah keselamatan itu lebih utama?
Duh saya segera istighfar dan mengganti muka jutek dengan wajah sumringah dan senyum seikhlasnya. Saya yakin ini sudah dalam rencana Nya. Saya tidak tahu tapi Tuhan Maha Tahu apa yang terbaik buat saya. Saya terima semua dengan lapang dada.
Saya bersyukur masih sadar akan hal itu. Sadar kalau apapun yang kita kehendaki ujungnya tetap hanya Sang Pencipta yang bisa menentukan. Jadi buat apa marah? Apa gunanya kesal? Semua akan terasa indah kalau disyukuri sepenuhnya.
Saya sadar diri siapa saya. Sudah beruntung masih bisa ikut acara dengan restu keluarga dan kondisi sehat prima. Soal oleh-oleh itu sama sekali tidak ada pengaruhnya.
Ya, rupanya itu cara atau kiat saya supaya bisa berdamai dengan diri sendiri saat marah atau kesal terhadap orang lain. Sekaligus dengan tujuan agar tidak terjadi kebencian satu sama lain yang memang seharusnya tidak ada rasa itu kepada siapapun.
Jadi apa yang saya bawa dari Yogyakarta sebagai oleh-oleh? Adalah bibit pohon manggis dan pohon duku!
Kok bisa? Kenapa bukan pohon salak pondoh?
Adalah ketika mengikuti acara kelas sarasehan yang bertempat di Gedung SDN Banyuurip di Desa Wisata Garongan di halaman sekolah itu banyak bibit pohon buah yang ditaruh dalam polybag. Bibit itu dijual sekitar Rp.20 ribu sampai Rp.35 ribu saja per pohonnya. Padahal bibitnya bagus. Warga setempat yang kami tinggali selama di sana juga menanam bibit pohon manggis itu dan dalam jangka 3 tahun saja sudah berbuah.
Kami jelas tertarik dong. Selama ini kami selalu menanam berbagai jenis pohon demi penghijauan dan kelestarian alam. Sekali-sekali mau tanam bibit buah apalagi ini bibit berkualitas kenangan dari Garongan.
Jadilah suami membeli 3 bibit pohon buah terebut. Saya bilang saya siap membawanya meski pasti harus menggandeng Fahmi. Saya pikir semalam di bus dalam perjalanan bibit ini tidak ada masalah. Dan saya akan berusaha menjaganya.
Alhamdulillah lancar. Tiga pohon bibit ini bisa saya bawa ke Cianjur meski perjalanan menuju Terminal Giwangan nya didahului oleh drama-drama seperti yang saya ceritakan di atas. Tidak harus mengganggu waktu istirahat karena bibit ini bisa dibawa ke dekat jok tempat kami duduk.
Fahmi sudah saya bilang sejak dari awal kalau ia harus menyayangi ketiga bibit pohon ini. Eh bener saja sebelum tidur Fahmi mencium salah satu daun manggis yang dekat ke tempat duduknya sambil berkata: “Ami bobo dulu ya. Ami sayang kamu. Ibu mau bawa kamu jadi oleh-oleh ke Cianjur…”
Nah bener juga. Rupanya kami tidak sempat beli bakpia, atau apapun oleh-oleh khas Jogya tapi kami bisa memboyong oleh-oleh yang nyeleneh Ini. Malah ini bagi kami lebih berharga. Mohon doanya saja bisa tumbuh subur dan segera berbuah pula. Amin.
Nanti banyak kok buahnyaaaa…. aku di bagi yaaa..
Betul teh yg penting mah keselamatan bkn oleh2, yg ditunggu orang rumah kan kita pulang dgn selamat 😀 klo udah berbuah mau icip ya teh hihihi