Pengalaman Perang Berburu Takjil Melawan Orang Tua Murid

“War Takjil” atau berburu takjil di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di kawasan perkotaan ternyata kejadian juga di kampung saya. Mirisnya saya salah satu pelakunya. Akward gak sih…

Berasa gak percaya kalau mengingat pengalaman tentang berperang berburu takjil di hari pertama puasa Selasa minggu lalu. Apalagi saya hampir adu mulut berkepanjangan karena kesal menghadapi sesama pembeli yang tidak antre, dan parahnya belakangan baru diketahui kalau ia yang berperang dengan saya adalah salah satu orang tua murid yang diajar suami. Haha! Malunya…

Jadi ceritanya anak saya mau beli salah satu merk ayam goreng yang baru buka gerai di kecamatan tempat kami tinggal. Maklum baru buka, yang beli banyak banget sementara si penjual gak siap menghadapi pembeli yang membludak.

Melihat situasi seperti itu saya sarankan pada anak untuk pergi saja, cari penjual ayam goreng lain yang tidak penuh. Tapi anak maunya ayam goreng yang baru buka itu. Katanya pengen mencoba.

Saya akhirnya mengikuti keinginan anak. Kasihan juga kalau ditolak, mana hari pertama puasa. Anggap saja mendapatkan ayam goreng penuh perjuangan dan kesabaran ini reward berpuasa untuknya.

Sepakat kalau anak dan suami memilih membeli minuman untuk berbuka lainnya dan akan menunggu di sepeda motor jika nanti saya belum selesai mendapatkan ayam goreng yang diincar. Jadi dengan penuh semangat saya maju mengantri bersama pembeli yang lain.

Namun gitu deh etika dan budaya antri di kampung masih rendah. Saya diserobot seorang ibu muda yang katanya anaknya udah nangis menunggu. Mana rumahnya jauh pula katanya takut kemagriban di jalan.

Pengalaman Perang Berburu Takjil Melawan Orang Tua Murid

Hello, jelas saya tidak terima dengan semua alasannya itu. Dia pikir yang lain gak punya alasan seperti dirinya? Jelas saya tidak mau posisi pesanan saya diambil alih. Saya ngotot ke penjual minta keadilan dan sedikit menekan melalui ucapan kalau sekali penjual mengecewakan pembeli maka selanjutnya tidak akan ada lagi pembeli yang datang.

Si ibu muda tetap tidak terima. Saya pun. Apalagi melihat anak saya sudah gelisah bersama ayahnya menunggu sekian lama. Jiwa pemberontak saya langsung keluar. Main sikut ayo, main melotot mata sampai cakar-cakaran juga ayo. Demi kebenaran, siapa takut …

Ketika ayam goreng sudah sedia, masih panas karena baru diangkat dari penggorengan, saya nekat masuk ke bagian dalam dan mengambil penjepit yang dipegang penjual. Seolah menjadi pelayan mereka, saya bilang saya mau menyiapkan sendiri saja pesanan saya.

Dengan cekatan saya memilih beberapa potong ayam goreng kesukaan anak, beberapa bungkus kentang yang sudah disediakan salah satu pelayan lain dan memasuki semuanya ke dalam plastik khusus. Lalu sambil minta sausnya saya minta dilihat dan dihitung karena mau saya bayar langsung.

Banyak pembeli yang bengong melihat aksi saya itu. Saya cuek saja. Toh saya juga membeli. Justru dengan menyiapkan sendiri saya ini udah meringankan pekerjaan pelayan, bukan?

Pelayan aja sampai ga bisa ngomong. Tapi tetap mengerjakan permintaan saya sampai memberikan uang kembalian. Setelah mengucap ijab kabul jual beli saya langsung menerobos antrian. Khusus di depan ibu muda yang tadinya mau menyerobot pesanan saya, saya mendekatinya.

“Maaf ya Teh, jangan sampai karena kurang adab dan etika, kita berperang memperebutkan gorengan ayam. Pahala puasa bisa hilang. Antri kalau mau aman dan sadar diri kalau datang belakangan.” Ucap saya kepadanya secara khusus.

Lega meninggalkan kerumunan mereka menuju parkiran disambut anak dan suami yang sekian lama menanti.

“Ada bicara apa sama orang yang baju hitam itu?” tanya suami. “Sepertinya itu orang tuanya si anu dari daerah anu. Ibu kenal?”

Hah? Saya melongo. Jadi yang nyerobot antrian dan saya kasih kuliah satu menit tadi itu orang tua nya dari murid suami?

Untung nya sih saya tidak kenal. Tapi kalaupun ujungnya bakal ketemu lagi, saya pastikan dia yang bakal malu. Bukan saya.

Ketika saya ceritakan kejadiannya pada anak dan suami, mereka tertawa. “Si ibu mah wanian ih,” celetuk anak saya. Mengatakan kalau katanya saya pemberani.

Ialah buat menyenangkan anak soleh satu-satunya di rumah selagi benar saya ini gak mau jadi pembeli merangkap pelayanan dan gak takut kalau cuma ngasih kuliah satu menit pada mereka yang bikin onar. Sombong saya sambil memeluknya gemas.

Pengalaman Perang Berburu Takjil Melawan Orang Tua Murid

Sekarang kalau ingat kejadian perang berburu takjil ini jadi suka meringis sendiri. Tapi ya kita ambil hikmahnya aja, ya.

Dengan adanya war takjil, mungkin kita dapat mengatrol pergerakan ekonomi kreatif atau usaha kecil dan menengah (UMKM). Pedagang takjil tentu meningkat omset penjualannya karena banyaknya permintaan pasar. Hal itu juga membawa pengaruh pada usaha penyedia bahan pembuat takjil tersebut.

Selanjutnya ada siprit keagamaan pula dari masyarakat yang mampu atau instansi lainnya, mereka jadi banyak yang menyediakan menu berbuka puasa secara gratis bagi masyarakat dan musyafir.

Ngomong-ngomong akibat tren takjil yang dipopulerkan oleh netizen yang rata-rata dari kalangan genzi ini, pada tahu gak sih sudah terjadi pergeseran arti kata dan makna takjil?

Dalam bahasa Arab ada istilah ta’jil yang diartikan menyegerakan berbuka, tetapi dalam masyarakat Indonesia takjil justru diartikan malah berbagai makanan khas berbuka puasa.

Kata takjil berakar dari kata ‘ajila dalam bahasa Arab yang memiliki arti menyegerakan, sehingga takjil bermakna perintah untuk menyegerakan untuk berbuka puasa.

Hanya setelah mengalami berbagai penyesuaian kata Takjil jadi diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menyebut makanan atau minuman ringan yang dikonsumsi saat berbuka puasa pada bulan Ramadan.

Istilah takjil ini jadi merujuk kepada makanan atau minuman yang dimakan atau diminum untuk menyegarkan tubuh setelah berpuasa seharian penuh.

Tuh, jauh banget bedanya kan? Gap apa. Yang penting dipahami kalau telah terjadi perubahan makna takjil dari perbuatan ke makanan.

Takjil juga berbeda dengan iftar ya. Apa bedanya takjil dan ifthar?

Kita lihat dulu apa arti dari iftar atau ifthor. Kata Ifthor berasal dari bahasa Arab yang artinya buka puasa.

Jika takjil mengajarkan untuk bersabar menunggu waktu berbuka puasa sambil mengendalikan diri untuk tidak tergoda mengonsumsi makanan atau minuman sebelum waktu yang ditentukan. Sementara iftar mengajarkan untuk bersyukur atas nikmat Allah yang diberikan dengan memulai kembali aktifitas makan dan minum setelah berpuasa.

Bulan Ramadan waktu yang penuh berkah dan kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu momen yang dinantikan adalah berbuka puasa. Ucapan happy iftar selama bulan Ramadan ini cocok digunakan untuk mengucapkan selamat berbuka puasa dengan gaya lebih kekinian khususnya di media sosial.

Jadi kalau ingin memberikan ucapan berbuka puasa antimainstream, bisa menggunakan ucapan happy iftar ini aja.

Melihat kejadian itu semua moga semakin memberi keyakinan penuh bagi kita, bahwa Ramadhan adalah bulan keberkahan dan memberi rahmat bagi semua umat manusia sejalan dengan istilah bahwa Islam rahmatan lil’alamin bagi umat manusia di dunia ini ya…

21 thoughts on “Pengalaman Perang Berburu Takjil Melawan Orang Tua Murid”

  1. Baca judulnya aja saya udah nyengir lebarrrr. Jadilah tulisan teh okti saya bw duluan, gak dari urutan nomer satu seperti biasa di bw rabu.
    Seru juga ya

    Reply
  2. Gemas sama orang2 yang gak mau antre.

    Istilah war takjil ini baru tahun ini ya, tahun lalu perasaan belum ada deh.
    Heboh juga lihat antrean mengular untuk membeli takjil. Kalau di tempat saya banyak alternatif dan berdekat2an. Kalaupun antre, biasanya gak lama.

    Reply
  3. Pernah kasus kaya gini ada orang nyerobot karena alasan anak udah rewel. Padahal yang paling penting adalah memberi teladan ke anak bahwa harus sabar dan antre. Bukan mengajarkan kalau mau cepet ya tinggal rewel aja.

    Reply
  4. Mantap tetehkuuu pemberani sekali. Memang sekali2 orang yg suka nyerobot antrian perlu dikerjain ya. Tapii ternyata beliaunya kenal ama suami, dunia bener2 selebar daun kelor.

    Reply
  5. Aku ngakak bacanya Teeeh. Emang suka kesel sama orang yang model gini. Krn semua orang jg buru2 sebenernya tapi ada adabnya dan sadar diri kita dateng belakangan. Yg sering itu aku di tukang nasi uduk. Tiba2 dia minta duluan anaknya mau sekolah katanya. Lah semua orang jg anaknya mau sekolah buu. Tapi dalem hati gak berani kaya si Teteh. Ahaha. Aku yg tipikal diserobot pasrah aja. Klo kata suamiku, gimana sih diserobot diem aja. Cocok kamu jadi pemeran Indosiar yg teraniaya

    Reply
    • Hahah, kini giliran saya yg ngakak Mbak Desy… Suami Mbak Desy sepertinya nanti yg maju kalau mau beli beli
      Hehehe…

      Reply
  6. Suka gemes juga kalau ada yang nyerobot antrian gitu, dan bukan cuma orang di kampung lho yang suka gitu. Yang tinggal di kota pun ada juga yang kayak gitu.

    Iya nih, takjil sekarang dipahami orang-orang sebagai segala macam jajanan dan minuman yang dijual sore hari menjelang buka puasa

    Reply
  7. Qlqkkqkqq Tehhhhh, ya ampuun aku padamuuuuuu

    memang sebagian orang perlu dihadiahi tausiyah singkat perkara antrean gini yak.
    klo di dunia aja ngga bs antre, gimana ntar d padang mahsyar yahh

    Reply
  8. Memang, suasana ramai seringkali bisa membuat kita jengkel, terutama jika ada yang melanggar aturan antrian. Semoga pengalaman tesebut mengajarkan kita semua untuk lebih menghargai aturan dan etika, terutama di bulan Ramadan yang penuh berkah ini. Selamat menjalani ibadah puasa dan berbuka puasa dengan penuh kebahagiaan serta kedamaian!

    Reply
  9. Kalo soal nyerobot antrian rasanya pas zaman sekolah saya sering ditindas ibu-ibu yang beli sarapan dengan alasan “anak saya udah mau telat ke sekolah .”

    Lah emangnya saya gak sekolah? Cosplay pake baju seragam?
    Kadang, karena saya diam saja penjual lah yang jadinya sadar diri untuk memberi saya duluan. Hehehe

    Reply
  10. Hehe aku pun kalau ada antrean panjang mending pindah sih.
    Di sekitar tempat tinggalku kyknya gak ada war2an yang sengit sih mbak, walau di sini banyak cindo yg gk puasa hehe.
    Soalnya aku liat pedagang2 sini tuh nyetoknya lumayan banyak, mulai dari jajanan sampai makanan jadi.
    Salah satu yang dirindukan dari Ramadan ya para pedagang2 ini, ada yang dadakan juga.

    Reply
  11. Wkwkw ternyata ya demi anak semangat war mamak berkobar. Tapi memang kesel deh sama yang suka menyerobot antrean mana alasannya ngga masuk akal kadang

    Reply
  12. Aku tim orang yang males war-waran. Jadi buat takjil lebih milih pesan aja sebelum jam 4. Nanti jam 5 lebih tinggal aku ambil. Suka dongkol deh ah kalo war-waran dan kalah. Aku biasanya malah di bulan biasa saat beli sarapan. Sering bete. Btw, iya deh, aku lebih suka pake happy ifthar aja deh drpd ucapan lain. Lebih simple dan gaya. Hihihihi…

    Reply
  13. Hahaha.. seru banget sih war takjilnya #eh
    Budaya antre emang masih banyak yang belum bisa menerapkan dengan baik ya, Teh. Bahkan saat bulan Ramadan pun belum bisa mengerem hawa nafsu. Ironis sih, ya..

    Reply
  14. Ternyata ada beneran war takjil ya wkwk. Kalo aku ga sampe war, karena penjualnya tau mana yang udah antri duluan. Palingan pernah dia kelupaan nyimpen pesanan orang, trus diambil orang lain, & yang pesan marah-marah.

    Reply
  15. Maaf, Teh… kok aku pengin ngakak baca kisa war ayam goreng tadi yaaa hehehee… emang lucu sih soalnya kejadiannya. Semoga si ibu tadi bisa menjadi lebih sabar dalam antrian di kemudian hari. Jadinya, itu ayam goreng paling penuh perjuangan ya, Teh? 😀

    Reply
  16. Saya tipenya yang mudah emosian kalo diserobot antrian sama ibu2. Makanya kalo ada war takjil kayak gitu, mendingan saya pilih tempat yang sepi aja deh daripada menyulut emosi saya hehehe

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics