Penyebaran Kusta Mirip Covid-19 Ini Tips untuk Menghadapinya

 

Kusta atau disebut juga lepra adalah penyakit infeksi kronis terutama menyebabkan lesi kulit dan kerusakan saraf. Kementerian Kesehatan RI mencatat Indonesia ada di peringkat ketiga dunia dengan kasus kusta terbanyak setelah India dan Brazil.

Kusta disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium leprae. Kondisi ini dapat mengganggu kesehatan anggota tubuh penderita terutama memengaruhi kulit, mata hidung dan saraf perifer.

Meski termasuk penyakit menular, namun kejadian penyakit ini termasuk sangat langka. Penelitian dari seratus orang yang bersinggungan dengan penderita kusta, hanya tiga orang yang tertular dan itu pun saat daya tahan tubuh seseorang turun. Penularan kusta biasanya muncul di daerah yang kurang higienis, atau tidak terjangkau sanitasi lingkungan dari program pemerintah yang selalu gencar dilaksanakan.

Karena itu sebenarnya jika ditemukan penderita penyakit kusta, bisa sesegera mungkin ditangani oleh tenaga medis profesional untuk kesembuhan dan mencegah penularannya.

Penyakit kusta, menular mirip dengan penyakit covid-19 yang tersebar melalui percikan di udara. Yaitu melalui uap air udara pernapasan baik saat batuk atau saat bersin. Namun kita tidak perlu khawatir berlebihan dalam bergaul atau berdekatan dengan penderita karena sama seperti covid-19, bakteri Mycobacterium leprae bisa tumbuh dan berkembang biak di orang yang kekebalan atau daya tahan tubuhnya memang kurang.

Jadi bagaimana cara mencegah penularan kusta?

Mencegah penularan kusta bisa kita lakukan dengan cara:

1. Menjaga daya tahan tubuh. Makan makanan mengandung gizi, konsumsi vitamin dan bebaskan pikiran supaya tidak mengalami tekanan.

2. Perhatikan ventilasi lingkungan sekitar. Biarkan udara bersih keluar masuk dan tempat tinggal tidak pengap. Usahakan sinar matahari pagi dengan mudah bisa menerangi rumah

3. Hindari berpergian ke daerah endemik kusta. Jika tidak ada kepentingan sebaiknya urungkan kunjungan. Ketika harus melakukan perjalanan, tetap jaga kebersihan diri.

4. Jika ada teman atau keluarga yang mengalami kusta, ingatkan untuk mengonsumsi obat hingga sembuh. Di setiap puskesmas sudah ada pelayanan pengobatan dan konsultasi. Jangan malas atau malu untuk berobat sebelum terlambat.

5. Pakai masker dan jaga kebersihan. Penularan bakteri melalui udara tidak bisa kita prediksi. Upaya mencegah tetap dengan menggunakan masker dan rajin cuci tangan dengan sabun. Termasuk menjaga kebersihan rumah dan lingkungan.

Selain upaya kita terhindar dari penularan penyakit kusta, kita juga harus waspada karena penyakit kusta yang sudah kronis dapat bertahan selama bertahun-tahun atau seumur hidup pada si penderita.

Gejala penyakit kusta biasanya diawali dengan adanya gangguan pada kulit termasuk bercak-bercak berwarna terang atau kemerahan di kulit disertai dengan berkurangnya kemampuan merasa, mati rasa, dan lemas pada tangan dan kaki.

Mereka yang pernah terkena kusta tapi sudah berobat kusta di Puskesmas hingga tuntas enam bulan sampai setahun ia tidak akan menularkan kusta lagi.

Orang yang pernah mengalami kusta amat jarang bisa tertular lagi (reinfeksi) tetapi bisa mengalami reaksi atau gejala seperti nyeri syaraf, demam dan sejenisnya.

Pengobatan kusta di Indonesia saat ini bisa dilakukan di Puskesmas. Obatnya gratis hingga sampai selesai masa pengobatan.

Orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) tidak selalu mengalami disabilitas atau kecacatan pada tangan, jari, kaki, dan bagian tubuh lainnya. Prinsipnya jika penderita kusta segera ditemukan dan segera diobati maka disabilitas bisa dicegah.

Jangan takut berdekatan berkerabat dengan orang yang pernah mengalami kusta. Pasien kusta yang telah selesai minum obat di Puskesmas tidak akan menularkan lagi kusta.

Keberhasilan Pemda Bone Menurunkan Angka Penderita dan atau Penyebaran Kusta

Salah satu contoh nyata keberhasilan pencegahan penularan penyakit kusta ada di Kabupaten Bone, salah satu daerah otonom di provinsi Sulawesi Selatan. Angka penderita penyakit yang menyerang saraf perifer dan kulit penderita ini terus menurun, seperti disampaikan Bapak Komarudin, S.Sos. M.Kes Wasor Kusta Kabupaten Bone.

Disampaikan beliau, dampak yang ditimbulkan pasien kusta bukan hanya menyebabkan masalah pada aspek fisik tetapi juga pada aspek psikis. Hal itu dapat mempengaruhi kondisi psikologis pasien kusta menjadi terganggu. Seperti gangguan konsep diri, hilangnya motivasi serta harapan.

Diharapkan pasien kusta maupun masyarakat lebih menambah pengetahuan tentang penyakit kusta dengan sering mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan setempat.

Angka penyebaran kusta di Bone turun secara signifikan, tidak luput dari kerjasama antara tenaga kesehatan, kader desa dan masyarakat yang kesemuanya dilibatkan untuk bertugas mendata kelainan kulit di masyarakat. Hasil dari pendataan dan penyuluhan itu segera hasilnya ditampung dan diambil tindakan.

Meski sedang pandemi pemerintah tetap mengajak masyarakat untuk aware terhadap penyebaran kusta dengan tetap menjalankan protokol kesehatan dan mengedepankan keselamatan.

Warga Bone memiliki semangat dan kebersamaan sesuai slogan “ya tutu ya salama ya capa ya cilaka” yang artinya barangsiapa yang waspada maka ia akan selamat dan barangsiapa yang lalai maka ia akan celaka.

Meskipun tergolong ke dalam penyakit menular, kusta merupakan penyakit yang tidak mudah menular, karena diperlukan kontak erat secara terus menerus dan dalam waktu yang lama dengan penderita. Penyakit kusta sebenarnya dapat disembuhkan tanpa cacat bila penderita ditemukan dan diobati secara dini.

Kenyataannya, penyakit kusta seringkali ditemukan terlambat dan sudah dalam keadaan cacat yang terlihat. Meminimalisir kecacatan ini pemerintah daerah Kabupaten Bone memiliki program rendam, gosok dan oles.

Jadi penderita kusta selalu diperiksa tangan, mata dan kakinya. Jika ada luka atau ada hal yang dirasakan maka segera melakukan perawatan diri dengan merendam luka tersebut, menggosoknya dan mengolesnya dengan obat yang disediakan pemerintah. Dengan rutin melakukan evaluasi fungsi syaraf ke Puskesmas diharapkan kecacatan penderita kusta bisa segera dihilangkan.

Kecacatan tubuh penderita kusta seringkali tampak menyeramkan bagi sebagian besar masyarakat. Gak heran ada yang merasa jijik, atau ketakutan berlebihan (leprophobia.)

Sebaliknya bagi penyandang kusta, meski dinyatakan sembuh, tetap punya rasa kecewa, takut, malu, tidak percaya diri. Ditambah dengan opini masyarakat yang menyebabkan penderita kusta dan keluarganya dijauhi bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Tidak sedikit mereka mengalami diskriminasi baik di lingkungan keluarga, maupun di sarana dan pelayanan publik, seperti dikeluarkan atau tidak diterima di pekerjaan, ditolak di sekolah, tempat ibadah, pelayanan kesehatan dan fasilitas umum lainnya.

Karena itu, dalam upaya menghilangkan stigma dan diskriminasi, dibutuhkan motivasi dan komitmen yang kuat baik dari penderita maupun masyarakat.

Jawa Pos dan Isyu Disabilitas

Tidak banyak perusahaan yang mau menerima para difabel sebagai pekerja tanpa melihat perbedaan atau statusnya seperti perusahaan media yang sudah punya nama Jawa Pos. Di perusahaan media ini tidak ada diskriminasi terhadap para difabel selama pekerja tersebut bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.

Meski ada pengurangan tenaga kerja, perhatian juga tersedot oleh penanganan covid-19 namun perusahaan Jawa Pos tetap concern terhadap difabel dan penanganannya seperti kusta, TBC, HIV, dll. Inklusi itu tetap dijalankan Jawa Pos sebagaimana disampaikan DR. Rohman Budijanto SH. MH. Direktur Eksekutif the Jawa Pos Institue of Pro-Otonomi- JPIP, karena hal yang menyangkut isyu kemasyarakatan tidak boleh dikesampingkan. Perusahaan Jawa Pos tidak pernah mendiskriminasikan difabel atau bukan.

Setiap hari Minggu pada pekan terakhir di bulan Januari, diperingati sebagai hari kusta sedunia atau world leprosy day sebagai upaya menggugah kesadaran masyarakat untuk meningkatkan motivasi, mengubah pandangan dan menghilangkan stigma negatif bagi penderita kusta juga OYPMK.

Penderita kusta diharapkan dapat mengubah pola pikir, sehingga dapat berdaya untuk menolong diri sendiri, bahkan orang lain. Masyarakat juga diharap dapat mengubah pandangan serta membantu penderita maupun OYPMK agar tetap sehat dan mampu menjaga kesehatan secara mandiri.

 

41 thoughts on “Penyebaran Kusta Mirip Covid-19 Ini Tips untuk Menghadapinya”

  1. Memang kalau orang belum teredukasi dengan baik maka selalu ketakutan ya mbak ketika berhadapan dengan orang pengidap kusta tapi memang sekarang ini informasi semakin cepat menyebar jadi tak perlu takut dengan penyakit ini

    Reply
  2. Sedih ya, dunia ternyata belum bebas kusta. Padahal ini penyakit sudah ribuan tahun dan obatnya sudah ada. Harus telaten minum obat dan menjaga kebersihan lingkungan….

    Reply
  3. Memang bagi penderita kusta pastinya punya tantangan sendiri di masyarakat. Namun, pada intinya perlu ware ya dengan para penderita kusta ini supaya mereka lebih bersemangat untuk sembuh dan tetap sehat di kemudian hari.

    Reply
  4. Kusta dulu sempat dicap sebagai penyakit kutukan yang gak bakal sembuh. Alhamdulillah teknik pengobatan kusta sekarang sudah maju, sehingga penderita kusta sudah gak perlu khawatir lagi sama penyakit ini. Kita juga bisa mencegah penularannya lebih dini.

    Selamat untuk Pemda Bone yang berhasil menekan dan menurunkan angka penularan penyakit kusta di Kabupaten Bone.

    Reply
  5. Masih bisa diobati ya, asalkan memang gerak cepat. Dan yang disekitarnya perlu mendukungnya, bukan dengan mengucilkannya. Sehingga penderita dapat sembuh total

    Reply
  6. Selama kita memahami do and don’t nya, inshaAllah virus apapun akan segan hinggap di tubuh ya Mbak. Tentu saja dengan catatan bahwa tubuh kita juga ditingkatkan imunitas nya. Pengetahuan seperti ini layak banget disebarkan dalam jangkauan yang lebih luas. Biar publik lebih paham akan penyakit yang satu ini.

    Reply
  7. ternyata kusta masih ada di Indonesia, teh Okti? Sugan teh udah hilang

    karena walau 3 dari 100, tapi imunitas kita kan nggak selalu dalam keadaan baik

    jika tertular, serem juga ya?

    Reply
  8. “barangsiapa yang waspada maka ia akan selamat dan barangsiapa yang lalai maka ia akan celaka.”
    wah bisa dijadikan quote nih.

    Saat kecil dulu ada tetangga yang menderita lepra, terus ya gitu deh, karena pengetahuan masyarakat masih minim. Dia bukannya diobati, tapi malah dijauhi, dikurung di dalam rumah.

    Beranjak besar, saya nggak pernah dengar/ketemu penderita lepra. Tapi ternyata masih tinggi juga ya angkanya

    Reply
  9. Bener, teh.. dulu tuh penderita lepra/kusta anggapannya gimanaa gitu ya. Seakan-akan akhir dunia, padahal kan ada pencegahannya, ada pengobatannya.

    Sesungguhnya kirain kusta udah nggak ada di zaman ini, ternyata masih banyak dan masih harus gencar lagi kampanyenya.

    Reply
  10. Ternyata untuk pencegahan tidak beda dengan pencegahan penyakit lainnya ya Mbak. Padahal dahulu penyintas kusta dikucilkan warga seakan mereka membawa aib kampung.
    Untung sekarang masyarakat sudah terbuka dengan kusta ini

    Reply
  11. Ternyata untuk pencegahan tidak beda dengan pencegahan penyakit lainnya ya Mbak. Padahal dahulu penyintas kusta dikucilkan warga seakan mereka membawa aib kampung.
    Untung sekarang masyarakat sudah terbuka dengan kusta ini. Apalagi tambahan para rekan media blogger mengulasnya

    Reply
  12. ternyata angka kejadian kusta ini masih tinggi ya untuk beberapa tempat karena memang lingkungannya yg kurang memadai. Beruntungnya sekarang sudah ada obat dan bisa sembuh

    Reply
  13. Semangat dan slogan orang Bone, “ya tutu ya salama ya capa ya cilaka” sangat cocok diterapkan oleh seluruh penderita kusta di Indonesia agar memiliki semangat sembuh ya teh. Padahal juga pengobatan kusta di puskesmas gratis, jadi harus maksimal semangat sembuh.

    Reply
  14. Ngeri juga ya penyakit kusta ini, bener2 mirip covid.. Kl udah pernah terinfeksi nggak ada akan lagi reinfeksi ya mbak. Dududu, semoga kasus kusta di Indo makin menurun ya, kencengin prokes dan jaga daya tahan tubuh 🙂

    Reply
  15. Dulu pas SD sempet viral nih penyakit kusta, ada temanku yg kena dn berhasil nularin hampir 1 sekolahan,, duha ngeri deh pokoknya waktu itu,, utk smuanya sdh sembuh tp dampaknya bnyak siswa yg pindah swkolah karena takuk terkena jg

    Reply
  16. Mungkin karena kasus kusta ini termasuk jarang, saya kebetulan alhamdulillah dan semoga dijauhkan ya, selama ini memang tidak menjumpai penderita kusta. Namun, selama ini suka mendengar mitos penyakit ini tidak bisa sembuh dan seperti sebuah kutukan. Beruntung pemerintah mengkampanyekan bahwa kusta bisa sembuh. Semoga di Indonesia kasus penyakit ini menurun segera.

    Reply
  17. wah penyakit yg gini2 nih harusnya infonya lebih banyak dan sering yaaa apalagi di sekolah, karena yg anak pelajari biasanya kurang bersinggungan dgn kehidupan biasa. agar tdk menyepelekan jika ada tanda2 sakit, dan smoga di Indonesia tingkat penularannya semakin menurun, Aamiin

    Reply
  18. Walah, ternyata penularannya tuh bisa via droplet juga ya, kupikir karena sentuhan fisik sih via kulit gitu. Dan wow, ternyata penyakit ini masih ada di Indonesia yaaa

    Reply
  19. Edukasi kusta ini bukan cuma buat penderitanya, tapi juga orang yg belum tahun. Soalnya ini kan penyakit menular, perlu penanganan dan pencegahan. Terima kasih Teh Okti sudah ikut menyosialisasikan.

    Reply
  20. Kalau penyebaran kusta ini apakah semasif penyebaran Covid juga Mbak? Soalnya kan bentuk penyebarannya serupa yaitu melalui udara.

    Reply
  21. Aku baru tahu kalau Kusta itu masih ada di Indonesia waktu ikut webinar tentang kusta. Jadi melek mataku soal penyakit yang satu ini. Eh, Bone hebat ya, bisa menekan laju pertumbuhan kusta. Program rendam, gosok dan oles-nya bagus nih buat dibagikan ke masyarakat luas, biar mengurangi stigma tentang kusta. Dan meyakinkan masyarakat bahwa kusta bisa disembuhkan.

    Reply
  22. Berarti menjaga udara bersih bisa keluar masuk ruangan sepenting itu ya Teh. Barutau banget kalo sebenarnya si virus lepra alias kusta ini bisa menyebar melalui uap udara pernapasan. Sudah begitu, kalau daya tahan tubuh drop ya bisa kena. Mana penyembuhannya lama pula.

    Reply
  23. Berarti menjaga udara bersih bisa keluar masuk ruangan sepenting itu ya Teh. Barutau banget kalo sebenarnya si virus lepra alias kusta ini bisa menyebar melalui uap udara pernapasan. Sudah begitu, kalau daya tahan tubuh drop ya bisa kena. Mana penyembuhannya lama pula. Belum lagi kalau kusta bisa mengakibatkan kecacatan.

    Reply
  24. Perlu banyak edukasi ttg kusta ini, sedih liatnya penderita kusta yg berujung jadi disabilitas, semoga program Jawa POS dapat ditiru sama instansi lainnya

    Reply
  25. Menjaga daya tahan tubuh kudu banget ya Teh mengingat penyakit apapun akan rentan masuk kl daya tahan tubuh lemah. Salah satunya penyakit kusta yang diakibatkan bakteri Mycobacterium leprae ini ya. Nice tips Teh, nuhun… salam sehat selalu

    Reply
  26. Saya sering mendengar bahwa puluhan tahun lalu, penderita kusta mendapat perlakuan minor dari sesamanya. Thank mbak Okti, tulisan ini sungguh mengedukasi. Semoga banyak yg membaca ini.

    Reply
  27. kusta ini penyakit lama yang masih ada sampai sekarang ya, pokoknya tetep jaga kebersihan badan dan kesehatan untuk terhindar dari penyakit ini dan juga lainnya

    Reply
  28. Saya pikir penyakit kusta sdh tidak ada lagi zaman now ternyata masih ada juga ya..emang sih penyakit apapun jika terindikasi sekecil apapun hars segera ditangani spya cepat ada solusinya. Semoga penderita kusta mendapat perawatan dan bisa berkegiatan lagi dengan lancar ya

    Reply
  29. Nggak dipungkiri masih banyak yang beranggapan kusta penyakit yang menakutkan. Padahal kalau tahu apa dan bagaimana penyakit ini, semua yang ditakutkan akan terbantahkan. Bahkan sebaliknya kita jadi lebih peduli dengan penderitanya.

    Reply
  30. Nah stigma-stigma terhadap penderita kusta ini sebenarnya yang harus dihilangkan dengan lebih gencar lagi sosialisasi terkait apa dan bagaimana penyakit kusta ini

    Reply

Leave a Reply to Riana Dewie Cancel reply

Verified by ExactMetrics