Jelang masa nishfus sanah Fahmi dari Gontor sebenarnya di keluarga kami ada pro dan kontra. Baik dari segi waktu, biaya dan dampaknya saat balpon (balik pondok) kelak.
Nishfus sanah adalah istilah di pondok untuk waktu liburan santri pada pertengahan tahun alias liburan akhir semester pertama.
Tidak terasa memang Fahmi sudah hampir enam bulan saja belajar di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang tahun ini usianya genap seratus tahun. Akhir Agustus nanti sampai minggu kedua September memasuki masa libur nishfus sanah. Rencananya Fahmi minta pulang.
“Lho, kok waktu liburan nya beda ya?” tanya Si Abang, salah satu pemilik warung nasi Padang di dekat rumah.
Iya nih, gara-gara Fahmi mondok di Gontor Kampus 9 yang lokasinya berada di Kabupaten Solok Sumatra Barat saya dan suami jadi lebih akrab sama Si Abang yang aslinya dari Bukittinggi. Juga beberapa pemilik toko pakaian di pasar Pagelaran yang berasal dari Padang.
Pokoknya setiap ada orang yang berkaitan dengan Sumatra Barat, langsung saya sapa dan pepet, gitu deh! Hehehe…
Awalnya ya karena untuk tanya-tanya mengenai seputaran Solok, Padang dan sekitarnya. Secara anak mukim di sana tentu saja saya harus tahu banyak informasi itu kan ya. Siapa tahu ada kesempatan kami bisa mudif menemui sholgan semata wayang di Nagari Sulitair X Koto Diatas itu.
Nah balik ke laptop, soal liburan di Gontor yang beda sama sekolah pada umumnya di Indonesia seperti pertanyaan Si Abang Nasi Padang yang bilang kok beda ya waktu libur di Gontor dengan sekolah lain?
Perbedaan Kurikulum dan Tahun di PMDG
Apa sebab liburan di Gontor beda dengan sekolah lainnya? Ya jelas beda dong, karena selain Gontor mah memiliki kurikulum sendiri Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah (KMI) yang tidak sama dengan Depdikbud maupun Depag (madrasah) di Gontor juga dalam menjalankan seluruh kegiatan menggunakan penanggalan kalender Tahun Hijriyah. Bukan Masehi.
Tahun ajaran di Gontor dimulai pada pertengahan bulan Syawal. Yang tahun 2025 ini 1 Syawal (hari lebaran) bertepatan dengan tgl 31 Maret.
Pembelajaran semester pertama di Gontor berjalan dari akhir Syawal, Dzulqodah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar dan Rabiul Awal.
Nah pada bulan Rabiul Awal ini nanti (sekitar minggu kedua dan ketiga) masa nishfus sanah tiba. Seluruh santri diberikan kesempatan mau pulang kampung atau tetap tinggal di Gontor.
Walaupun tinggal di Gontor saat masa nishfus sanah bersama ustadz, semua santri KMI tetap diberikan kesempatan untuk rekreasi mengunjungi lokasi wisata di sekitar Kampus Gontor 9 beserta kegiatan lain yang tetap mendidik dan bermanfaat.
Sementara semester ke dua dimulai dari Pertengahan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Tsani, Rajab, sampai pertengahan Syaban.
Minggu ketiga Syaban hingga Ramadan sampai pertengahan bulan Syawal adalah masa libur akhir semester atau libur akhir tahun di Gontor.
Jika liburan akhir tahun ajaran sekaligus libur lebaran sekitar 50 harian, maka libur nishfus sanah hanya sekitar 10 harian.
Itulah yang sempat menjadi pertimbangan saya, suami dan Fahmi sendiri ketika minta pulang pada libur nishfus sanah ini. Karena kami berpikir waktunya cukup pendek sementara jarak cukup jauh.
Dengan kata lain walaupun transportasi sudah canggih tapi tetap harus diimbangi dengan biaya yang bagi kami cukup tinggi.
Untuk transportasi Fahmi saja pulang pergi sekitar 3 juta rupiah. Belum penjemputan di Bandara dan pengantaran kelak saat balpon. Sementara di rumah palingan hanya enam harian saja. Secara kasarnya biaya gede tapi melepas kangen nya cuma sebentar.
Belum nanti saat balpon, kami pasti sedih dan nangis-nangis lagi karena merasa berat lagi untuk berpisah melepas anak satu-satunya merantau mondok keluar pulau.
Tapi kalau tidak pulang, ya kasihan juga anaknya. Walaupun setiap istirahat bisa nelepon atau video call tapi jelas beda rasanya jika bertemu anak langsung.
Apalagi mikirnya anak mungkin perlu istirahat dan waktu untuk kumpul dengan keluarga besar.
Saya yakin di Gontor Fahmi sudah berusaha dan berpikir keras demi mencapai target sesuai kemampuannya. Pasti enam bulan pertama ini banyak penyesuaian gaya hidup yang bikin ia shock. Biasanya Sabtu Minggu libur eh di Gontor Sabtu Minggu justru hari padat ibarat Senin.
Di Gontor tidak ada libur tanggal merah. Mau Sabtu Minggu atau tanggal merah libur nasional kegiatan belajar mengajar dan ibadah di Gontor tetap berjalan.
Libur kegiatan belajar mengajar sekolah hanya hari Jumat saja. Itu pun tetap fokus diisi dengan kegiatan ibadah, menghafal dan ekstrakurikuler lain seperti olahraga dan kegiatan rohani.
Waktu tidur santri dari jam 22.00 wib dan waktu bangun jam 03.30 wib. Otomatis tidak ada waktu untuk tidur siang.
Walaupun tidak pulang untuk liburan, di Gontor tetap bisa rekreasi, tapi pasti untuk Fahmi yang baru pertama kali hidup jauh dari orang tua secara jauh dan dalam waktu cukup lama pasti merindukan suasana rumah.
Belum lagi neneknya yang tinggal satu-satunya (ibu saya) saat ini sering sakit-sakitan. Setidaknya enam bulan tidak bertemu jika menyempatkan ambil nishfus sanah walau sebentar bisa silaturahmi terlebih dahulu.
Pulang Kampung Nishfus Sanah
Setelah beberapa kali berdiskusi bersama akhirnya kami sepakat Fahmi memilih pulang saat liburan nishfus sanah akhir Agustus sampai awal September tahun ini. Semoga dilancarkan dan dimudahkan.
Konsulat (perwakilan pengurus) perpulangan santri Gontor Kampus 9 dibagi menjadi beberapa daerah sesuai provinsi dan kedekatan. Fahmi masuk ke perpulangan luar Sumatra konsulat DKI Jabar Banten.
Liburan nishfus sanah konsulat DKI Jabar Banten tahun ini ada sekitar 25 orang. Lebih sedikit dibanding liburan nishfus sanah tahun lalu. Kemungkinan karena waktu liburan nishfus sanah tahun ini bertepatan dengan Jambore Pramuka Muslim Dunia yang diadakan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor sebagai salah satu acara dari berbagai kegiatan dalam peringatan seratus tahun kelahiran pondok pesantren modern ini.
Santri di Gontor Kampus 9 asal Cianjur ada sekitar 5 orang. Masa nishfus sanah tahun ini yang pulang hanya Fahmi. Dua orang Al Akh (santri Gontor putra) kelas 3 tidak pulang ke Cianjur melainkan ikut mewakili Gontor Kampus 9 ikut Jambore Pramuka Muslim Dunia di Bumi Perkemahan Cibubur. Sementara dua Al Akh lain memilih mukim di Gontor Kampus 9.
“Sayang uang ya biaya besar di kampungnya cuma sebentar.” Kata Si Abang Nasi Padang mengomentari kabar kepulangan Fahmi ini.
Jika melihat masalah biaya, tentu saja sejujurnya kami pun harus mengeluarkan tabungan yang jumlahnya tidak seberapa. Apalagi di jaman krisis ekonomi dimana semua harga begitu mahal sementara pendapatan segitu aja gak ada naik-naik nya, buat kami hal ini seolah menghadapi kejadian luar biasa.
Tapi dipikirkan lagi yang penting kan kenyamanan anak. Kerja keras banting tulang untuk apa kalau anak tidak terpenuhi kebutuhannya?
Yang penting sebagai ibu rumah tangga saya harus lebih ketat lagi mengatur keuangan keluarga. Lebih bijak dalam mengelola nafkah yang diberikan suami supaya cukup dan berkah.
Tips Ngatur Keuangan Saat Krisis Εkonomi
Setidaknya selama tujuh tahun kedepan, saya harus bisa memanage uang (syukur-syukur bisa sekaligus menghasilkan juga) demi bisa memenuhi kebutuhan dan pengeluaran tidak terduga seperti perpulangan anak dari pondok.
Tips yang saya jalankan dalam menghadapi Krisis Εkonomi saat ini:
1- Berdoa pada Allah SWT. Minta diselamatkan dari kondisi ini. Diberkahi dalam setiap usaha dan kegiatan.
2- Berusaha untuk tidak berhutang. Menghindari keras sistem pembayaran pay later apalagi pinjaman online.
3- Berusaha menghindari kredit barang. Buat saya jatuhnya tetap utang dan harus menyediakan anggaran untuk membayarnya. Jika tidak penting-penting amat jangan tergoda ambil barang dengan sistem bayar kredit.
4- Jangan lakukan ekspansi usaha, fokus dulu aja pada usaha yang ada. Gak berani coba-coba buka usaha baru apalagi kalau harus mengeluarkan modal. Kalaupun sudah ada usaha walaupun kecil-kecilan fokus pada usaha itu aja dulu. Syukur-syukur bisa berkembang dan terus menghasilkan keuntungan.
5- Jangan resign atau keluar dari pekerjaan. Saya bukan keturunan Sultan yang kehidupan tujuh turunan sudah dijamin oleh kekayaannya. Walaupun hanya buruh pabrik, atau freelance yang penghasilannya tidak tentu, tetap fokus dan jalani aja dulu dengan penuh rasa syukur. Jaman sekarang cari kerja susah, yang sudah bekerja saja bukannya banyak yang dipehaka?
6-Jangan boros dalam pengeluaran. Bukan berarti pelit atau ngirit banget. Tapi lebih ke memikirkan mana kebutuhan mana keinginan. Cukup penuhi kebutuhan dan belajar membatasi keinginan karena uangnya bisa disimpan atau dipergunakan untuk hal lain yang lebih penting.
7- Jangan gabung dalam investasi sejenis MLM. Mau krisis atau enggak sih sejak punya uang sendiri saja saya tidak pernah tertarik untuk gabung dalam usaha sejenis MLM atau investasi-investasi sejenis itu. Pikir saya mau punya uang ya harus bekerja berusaha dan nabung. Kalaupun MLM dan investasi ada yang beruntung itu tidak berlaku untuk setiap orang. Bagaimana kalau saya termasuk yang tidak beruntung itu? Jadi saya pikir lagi cari cara yang realistis aja.
Pahala Orang Tua Sabar Memasukkan Anak ke Pondok Pesantren
Yang terpenting sih tetap ikhtiar, berusaha dan bersyukur. Besar kecil penghasilan yang kita dapat akan lebih terasa maknanya kalau berkah.
Kabar gembira dari Allah Ta’ala, untuk orang tua yang memondokkan anaknya: QS. Ar-Ro’d ayat 24.
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ
“Dan keselamatanlah untuk Kalian sekeluarga (Surga Adn) atas kesabaran kalian waktu di dunia.”
Ayat yang cocok sebagai apresiasi dan juga penyemangat bagi orang tua manapun yang memperjuangkan anaknya masuk ke pondok.
Sebab salah satu modalnya adalah sabar. Sabar ketika semua harta habis berpuluh juta bahkan beratus juta untuk membiayai kehidupan dan pendidikan anak di pesantren, yang padahal dengan harta itu orang tua tersebut dapat membeli apa saja, dan investasi apa saja perihal dunia. Wallahualam.
Aku kira kurikulum di pondok pesantren ini sama lho Teh sama yang di Man atau MIN gitu. Ternyata beda ya….
Karena kalau Man dan kawan-kawannya itu ikut Kemenag ya, lalu kalau kurikulum di pondok ini berarti ditentukan oleh yayasan sepenuhnya ya? 🙂
Masya Allah dapat istilah baru dan wawasan juga. Kalau dengar dan baca tentang Gontor, pikiranku langsung ke film negeri 5 menara.
Temen dulu pernah masuk ke ponpes. Tapi katanya gak enak dan perlu dikaji. Katanya sih bikin gatel gatel gitu, dan kayanya gak semua kaya gitu, tapi ku juga gak tahu sihh, heheh
Itu mah anaknya jarang mandi kali Kang Amin hehehe, Kalo anaknya rajin mandi tiap hari duakali sehari insya Allah aman, apalagi rajin juga cuci bajunya ya…
Gontor itu kebersihan nomer satu, walaupun toiletnya biasa-biasa tapi selalu bersih….
Ketika masih aktif nyantri, Pondok saya juga menerapkan sistem libur 2 kali dalam setahun. Bedanya tidak berdasarkan semester tapi berdasarkan Hari Besar Islam. Libur pertama di Bulan Maulid, sekitar 10 hari, dan libur kedua di Bulan Ramadan mulai 15 Ramadhan sampai 10 Syawal. Dan terkadang setiap Pondok punya kebijakan berbeda karena memang mengadopsi kurikulum berbeda yang disesuaikan dengan kurikulum nasional. Jadi meskipun mondok dan jadwalnya berbeda, insyaallah perihal ilmu umum tetap bersaing karena sebenarnya sama-sama belajar, cara dan metodenya saja yang berbeda.
Aku jadi saksi juga beberapa sepupu yang anaknya mondok tuh gimana perjuangannya, nggak hanya si anak tapi juga orang tua 🙂 ikut senang Fahmi bisa melalui 6 bulan ini dengan baik. Mengenai biaya kepulangan, kayak yang mbak bilang, InsyaAllah akan ada gantinya, apalagi demi anak ya.
Soal kurikulum, aku berusaha mencerna, dengan membandingkan bulan di kalender hijriyah dan masehi. Aku cuma kepikiran ini kalau nanti anak lulusan pondok mau kuliah umum, apakah jadwal kelulusannya akan bentrok dengan jadwal penerimaan mahasiswa baru/nggak.
Kalau lulus mondok lebih awal sih bagus, ada persiapan buat tes. Tapi kl lulus mondoknya bahkan saat maba udah mulai masuk kuliah, berarti “rugi” waktu 1 tahun dan harus nunggu tahun depan ya untuk ikutan tes masuk universitas.
Mbaaaa, aku jadi tahu kalo Gontor itu ternyata ada beberapa cabang yaaa. Lah selama ini tahunya yg di Jawa itu . Makany sempet bingung kenapa jadi di Sumbar.
Jadi paham juga kalo kurikulum mereka berbeda. Tapi namanya juga fokus ke ilmu agama yaa.
Aku jadi ingat salah satu anak asuhku yg aku kirim ke Mesir. Dia pernah cerita, kalo dulu awal2 mondok memang beraaaat banget. Belajar terus, hapalan ga putus. Tapi pada akhirnya dia yg merasakan nikmat, bisa menghapal Al-Qur’an 30 juz, sampai akhirnya mendapat sanad sekarang ini.
Jadi insyaallah anaknya mba setelah lulus nanti dengan segala disiplin yg kuat dari Gontor bisa menjadikan dia orang yang tangguh, berdisiplin dan pintar . Semoga juga bisa menghapal Al-Qur’an full
Nah daku seperti Kak Fan, karena juga awalnya mikir Gontor ponpesnya 1 dan besar gitu. Eh ternyata ada cabangnya ya, sehingga lebih mudah terjangkau oleh siapa saja yang hendak belajar di sana
Baru tahu ternyata Gontor punya cabang di Sumatra. Kualitasnya memang tidak diragukan. Beberapa teman saya alumni Gontor Ponorogo saat ini terbukti menjadi ustad yang mumpuni.
Baca ini rasanya dekat banget. Aku juga pernah ada di posisi mikir, “Datang nggak ya?” karena harus nimbang biaya dan waktu, padahal hati pengen banget ketemu. Momen-momen kecil kayak balpon itu justru yang paling membekas.
Membaca kisah Fahmi jadi teringat kisah A Fuadi di buku negeri 5 menara. Beberapa pondok memang mempunyai kurikulumnya masing-masing sesuai kebijakan pondoknya. Kurikulum Gontor memang luar biasa, salut untuk santriwan dan santriwatinya, orang pilihan deh, semogha berkah ilmunya ya
Selamat berlibur Fahmi dan bersilaturahmi dengan keluarga di Cianjur
Meski kata orang sayang ongkosnya gedhe tapi pulangnya cuma sebentar tuh nggak masalah. Yang penting kebutuhan anak untuk berkumpul bersama keluarganya terpenuhi di hari liburnya.
Semangat, Teh Okti. Aku juga sedang berusaha untuk menghindari utang dan sejenisnya. Kredit atau paylater itu.
Rasanya menyiksa untuk membayarnya. Meskipun katakanlah sistemnya nyicil.
Alhamdulillah solgannya Teh Okti bisa pulang kampung, libur mondok bisa kangen-kangenan dengan ortu dan keluarga…Meski sebentar harus balpon cukuplah buat obat kangen ya…
Semangat buat Teh Okti dan suami, semoga apa yang diniatkan untuk ananda Fahmi diijabah Allah SWT. Aamiin
Tahun lalu pas pulang kampung – libur semester bulan Desember, seorang ponakan yang mondok enggak pulkam karena enggak libur pondoknya. Hampir sama jadwalnya dengan Pondok Gontor ini. Tapi Alhamdulillah pas Ramadhan-Lebaran bisa panjang liburnya, dan bisa ketemu keluarga besar kami.
Selamat menikmati Nishfus Sanah ya Fahmi….
Aku tuh baru tahu banget kalau sekolah Sabtu Minggu atau tanggal merah libur nasional kegiatan belajar mengajar tetap berjalan. Tetapi walau begitu tetap masih bisa rekreasi.
Semoga proses pulang saat liburan nishfus sanah akhir Agustus sampai awal September buat Fahmi semua dilancar ya mba, bisa bertemu keluarga.
Kalau nurutin logika dan biaya tinggi kalau pulang, nambah wawasan dan pengalaman tuh wisata sekitar pondok. Tapi kata hati apa boleh buat, namanya juga anak kangen pulang ke rumah. Yawda, demi anak…
Semoga dimudahkan urusan, dan diganti rizki berlipat Teh. Deg-degan menunggu solgan pulang, walaupun sebentar, tambah lagi melepas pas balpon.
Nasib tinggal di daerah antimainstream ya, teh. Tiket pesawatnya jadi masih mahal. Namun, kehadiran anak di sisi rasanya memang priceless, tak ternilai harganya. Mungkin nanti kalau sudah besar, baru teh Okti dan anak harus sama-sama menahan rindu ketika pengeluaran terlalu besar untuk durasi yang singkat.
Semangat dan semoga tetap diberkahi Allah, teh. Bener, in this economy, lebih baik survive and stay dengan apa yang ada.
Duh rasanya rindu banget selama 6 bulan gak ketemu anak sholeh satu-satunya ya teh. Rasanya kerinduan itu pastilah membuncah dan seneng kalo pas anak nishfush sanah.
Memang ya terpikir untuk ongkos si anak ganteng buat balik kampung. Semoga Allah selalu lancarkan rezeki ya teh, Aamiin
Nahh iya Teh. Kalau di madrasah/pondok pesantren emang libur mingguannya Jumat ya bukan Ahad. Lalu keren banget pakai penanggalan hijriah. Kirain liburannya pas mau lebaran aja. Ternyata rabiul awal juga libur.
Memang Jumat tu katanya hari baik ya. Mungkin diberi kesempatan libur supaya memperbanyak ibadah di hari itu para santrinya kali ya 😀
Tapi kalau tinggal di pondok pastinya banyak kegiatan, selain ibadah mandiri, ada jumatan dan ekstrakulikuler juga ya.
Barakallah Fahmi dan kedua orangtua serta keluarganya. Insya Allah surga dunia akhirat ya teh aamiin. Oh begitu kurikulum KMI ya pakai tahun hijriyah. Liburannya 10 hari tapi bersihnya mah cuma 6 hari hehehe. Iya ya besar atuh ongkos pulang perginya. Udah kangen mamah pastinya ya 🙂 Sehat2 dan semoga makin lancar rezekinya aamiin.
Menarik sekali ya, tanggal liburnya beda. Tapi juga jadinya istimewa, dong. Apalagi saat di perjalanan, lebih sepi dan harga normal. Bisa jadi pulang seperti ini sangat dinanti Fahmi dan tentu saja keluarga.
Selamat temu kangen, Mbak.
Gak sangka Fahmi udah setengah tahun ya mondoknya. Kalo gak salah inget, kayaknya baru beberapa bulan lalu gitu ada cerita Teteh soal ini. Heemm, dunia berputar dengan cepatnya. InshaAllah bekal ilmu Fahmi bermanfaat waddunnya wal akhirat ya
Sebagai sesama orang tua yang memondokan anaknya di pesantren, bisa merasakan juga bagaimana rasanya luar biasa menahan rasa rindu ketika anak kita tidak bersama kita. Tapi demi menuntut ilmu agama, kita belajar ikhlas untuk melepas mereka sementara. Makanya kalau ada waktu untuk bisa bersua, kita bela-belain ya Teh, walau ternyata butuh pengeluaran biaya yang tidak sedikit. Tapi insyaAllah Allah mudahkan semua jalannya, ya. Aamiin
Sebuah perjuangan menjadi orangtua, pastinya banyak pertimbangan terkait libur mondok di Gontor ya mba. Benar banget Fahmi sudah berjuang selama 6 bulan tentu butuh pulang ke rumah dan bertemu langsung dengan kedua orangtua. Masha Allah, aku terharu banget baca pertimbangan dan keputusan mba serta suami.
Orang lain boleh saja memberikan pendapat beragam, yang paling penting keputusan akhir terbaik untuk anak .
Lewat artikel ini aku jadi paham terkait apa yang dimaksud dengan
nishfus sanah. Gontor sangat legend sekali, semoga Fahmi bisa menuntut ilmu sebaik mungkin dan selalu dalam lindunganNya
Makasih banyak tips mengelola dan mengatur keuangan. Di masa sekarang emang lagi sulit, harus pinter-pinter ngatur dan tetap diimbangi syukur
tulisan yang banyak banget dapat pelajaran dari membacanya seperti nishfus sanah serta tips ekonomi di zaman yang serba kekanan dan kekiri
Alhamdulillah liburan, saatnya mudik yaa. Ternyata liburnya gak sama ya tiap cabang pondoknya. jadi tahu istilah liburannya anak2 pondok 😀
Ih abang nasi padang, ya gak sayang lhaa, kan anak ketemu ortunya. Org2 yang mudik tiap lebaran aja dibela2in tu ngluarin uang buat ketemu ortu dan sanak saudara supaya “gak kepaten obor” kalau kata org jawa hehe 😀
Btw mbak aku penasaran, bisa gak sih minta pindah pondok gitu, misal lebih mendekati cabang pondok yang dekat rumah? Atau gak bisa karena udah ditentukan dari awal?
Emang soal transportasi tu perlu dipikirkan juga saat anak sekolah jauh yaa, org tua tirakat hemat2 gak beli2 hal2 yang gak essential, terlebih di era ekonomi yang rasanya gak baik2 aja kek gini.
Semoga para ortu yang mengusahakan biaya pendidikan anaknya selalu diberi nikmat sehat dan rezeki berkelimpahan aamiin.
Alhamdulillah, anak ganteng mau pulang ya Teh memang kalau dipikirkan biayanya terasa besar tapi dengan kepulangan ini anak lanang jadi terhibur dan nanti makin semangat mondoknya yaa..
Memang kalau dipikir dari segi dana, sayang memang Fahmi balik pas liburan di rumah, tapi hanya 6 hari saja. Tapi kalau dilihat dari waktu, sedetik saja waktu sangat berharga. Fahmi bisa rileks dulu, melepas rindu dengan Mbak Okti dan ayahnya juga dengan neneknya yang pasti kangen dengan Fahmi. Ini bisa jadi semangat baru untuk lanjut semester berikutnya. Insya Allah rezeki akan ada lagi.
Banyak yang pengen anaknya sekolah di sini Mbak
Menuntut ilmu agama dengan harapan besar orang tuanya
Kalau saja dana saya memungkinkan mungkin akan ke sini juga untuk anak bungsu
Kita lihat bagaimana nanti
Semangat selalu menjalani suka dukanya
Pasti bisa dan dimudahkan Allah
Semangat ya teh
Semoga dimudahkan
Memang mencari dana pendidikan anak
Demi masa depan anak ya
Dari tulisan ini saya baru sadar betapa pesat perkembangan Ponpes Gontor. Saya bahkan baru tahu kalau sekarang cabangnya terbagi sampai keluar Pulau Jawa. Saya kiramasih di Jatim sana thokthil.
Seru banget baca pengalaman nishfus sanah ini. Ternyata liburan santri di Gontor memang unik ya, beda jadwal sama sekolah umum. Jadi sekaligus nambah koneksi sama perantau Minang juga!
Semoga selalu dilancarkan rezekinya ya teh, insya Allah untuk sekolah Allah tidak akan membiarkan umatnya kesusahan, jadi suka inget pepatah guru waktu SMA, rezeki yang tidak akan Allah putus, Sekolah dan Nikah katanya karena dua-duanya termasuk Jihad.
Wah baru tau kalau di pesantren, start tahun (bulan) ajarannya beda. Dulu yang saya tau cuma liburnya di hari Jumat, bukan Sabtu Minggu. Salut deh sama orang tua yang mengirim anaknya ke pesantren, apalagi jauh.
Kebayang siiih kenapa Fahmi pengen pulang. Masih bocah, mondok jauuuh dari ortu… gimana nggak kangen. Semoga Allah beri banyak rezeki buat Teh Okti sekeluarga.
Oh aku baru tau teh Ikto kalau di Gontor iry tahun ajarannya dimulai pertneghan bulan Syawal. Wakaupun pro kontra di keluarga Insya Allah itu yang terbaik buat Fahmi ya dan selalu dilancarkan seegala sesuatunya
Masya Allah keren si abang, baru tahu juga kak kalau ada yg di Sumatera juga . di pesantren anakku juga ada masa nishfus sanah. Seluruh santri diberikan kesempatan mau pulang kampung atau tetap tinggal di Gontor. Tapi biasanya yg dekat aja boleh pulang, kalau yg jauh biasa memilih menetap di pondok
semoga dimudahkan rezekinya ya, Teh buat biaya pesantren Fahmi dan semoga Fahmi bisa menjadi lulusan Gontor yang benar-benar memberikan manfaat bagi banyak orang.
Mengikuti perjalanan Fahmi saya jadi makin memahami Pondok Pesantren Modern Gontor dan dinamika menjadi santrinya.
Sempat agak mikir di istilah balpon, balik pondok ya teh?
Aku juga pernah ngeluh masalah keuangan untuk jenguk dan jemput anak-anak saat di Pondok. Tapi alhamdulillah diingatkan sama sahabat kalau gak boleh ngeluh karena itu juga bagian dari jihad orangtua.
Jihadnya memang gak sebatas menahan rasa rindu, tetapi juga menahan duniawi agar gak ngeluh dan selalu merasa kurang.
Alhamdulillah..
Setiap kali butuh, Allaah cukupkan.
Barakallaahu fiikum.. teh Okti, suami dan Fahmi.
Selamat berkumpul dan menikmati Nishfus sanah.
Asal anak ga tertekan, apalagi keingann org tua, memondokkan anak ke pesantren adalah jalan mulia. Bukan berarti sbg org tua tdk bs mendidik anak dgn baik ya. Tapi agar anak dpt memiliki ilmu agama sekaligus ilmu dunia berbarengan.
Lihat cerita teh Okti, beneran pendidikan di Pondok Gontor emg bgs dan tertata rapi. Waktu istirahat pun diatur khusus sehingga waktu lainnya bs dimanfaatkan sebaik2nya utk mengejar dan mempelajari ilmu agama dan dunia.
Kalo dgn kegiatan seabrek itu, aku pun bakalan betah sih tinggal di pondok. Lha aku dulu malah tinggal di sekolah (di gudang samping masjid sekolah dan kadang ruangan Pramuka), meski jarak rumah ke sekolah hanya empat kilo. Lbh menyenangkan aja bs berbaur dgn teman. Kita jg bs belajar mandiri. Smg suatu saat bs memondokkan anak di Gontor.
Banyak orang tua yang ingin anaknya mondok, tapi penting untuk diingat bahwa setiap anak punya kebutuhan dan kesiapan yang berbeda. Jangan hanya ikut-ikutan tren, pahami dulu visi dan metode pendidikan di pesantren yang dituju, agar sesuai dengan harapan keluarga.
Gak kerasa ya udah 6 bulan aja Fahmi di PonPes Gontor Solok.
Ininmau pulang liburan semesteran.
Btw teh, saya juga dulu SMA nya di Bukitinggi teh.
#pen dipepet juga*
Teh, ada masanya aku membayangkan kalau hari libur di kita malah dimulai di hari Jumat biar para laki-laki bisa memenuhi masjid-masjid di dekat tempat tinggalnya. Andaikan ya ini.
Jadi paham sekarang, kenapa teman, rekan, dan orang-orang yang bersekolah di Gontor pada akhirnya punya kebiasaan berbeda. Jadwal memulai hari saja sudah sepadat itu. Belum lagi mereka diminta “lupa” sama hari Minggu yang biasanya jadi hari bermain di luar pondok.
Semoga walau liburnya Fahmi cuma 10 hari, tapi bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bonding dengan orangtua serta keluarga terdekatnya.
Suka duka Nishfus Sanah di pondok ini terasa hangat dibaca. Bikin aku ingat masa belajar dan kebersamaan di sekolah dulu.