Jelang masa nishfus sanah Fahmi dari Gontor sebenarnya di keluarga kami ada pro dan kontra. Baik dari segi waktu, biaya dan dampaknya saat balpon (balik pondok) kelak.
Nishfus sanah adalah istilah di pondok untuk waktu liburan santri pada pertengahan tahun alias liburan akhir semester pertama.
Tidak terasa memang Fahmi sudah hampir enam bulan saja belajar di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang tahun ini usianya genap seratus tahun. Akhir Agustus nanti sampai minggu kedua September memasuki masa libur nishfus sanah. Rencananya Fahmi minta pulang.
“Lho, kok waktu liburan nya beda ya?” tanya Si Abang, salah satu pemilik warung nasi Padang di dekat rumah.
Iya nih, gara-gara Fahmi mondok di Gontor Kampus 9 yang lokasinya berada di Kabupaten Solok Sumatra Barat saya dan suami jadi lebih akrab sama Si Abang yang aslinya dari Bukittinggi. Juga beberapa pemilik toko pakaian di pasar Pagelaran yang berasal dari Padang.
Pokoknya setiap ada orang yang berkaitan dengan Sumatra Barat, langsung saya sapa dan pepet, gitu deh! Hehehe…
Awalnya ya karena untuk tanya-tanya mengenai seputaran Solok, Padang dan sekitarnya. Secara anak mukim di sana tentu saja saya harus tahu banyak informasi itu kan ya. Siapa tahu ada kesempatan kami bisa mudif menemui sholgan semata wayang di Nagari Sulitair X Koto Diatas itu.
Nah balik ke laptop, soal liburan di Gontor yang beda sama sekolah pada umumnya di Indonesia seperti pertanyaan Si Abang Nasi Padang yang bilang kok beda ya waktu libur di Gontor dengan sekolah lain?
Perbedaan Kurikulum dan Tahun di PMDG
Apa sebab liburan di Gontor beda dengan sekolah lainnya? Ya jelas beda dong, karena selain Gontor mah memiliki kurikulum sendiri Kulliyatul Mu’allimin Al-Islamiyyah (KMI) yang tidak sama dengan Depdikbud maupun Depag (madrasah) di Gontor juga dalam menjalankan seluruh kegiatan menggunakan penanggalan kalender Tahun Hijriyah. Bukan Masehi.
Tahun ajaran di Gontor dimulai pada pertengahan bulan Syawal. Yang tahun 2025 ini 1 Syawal (hari lebaran) bertepatan dengan tgl 31 Maret.
Pembelajaran semester pertama di Gontor berjalan dari akhir Syawal, Dzulqodah, Dzulhijjah, Muharram, Shafar dan Rabiul Awal.
Nah pada bulan Rabiul Awal ini nanti (sekitar minggu kedua dan ketiga) masa nishfus sanah tiba. Seluruh santri diberikan kesempatan mau pulang kampung atau tetap tinggal di Gontor.
Walaupun tinggal di Gontor saat masa nishfus sanah bersama ustadz, semua santri KMI tetap diberikan kesempatan untuk rekreasi mengunjungi lokasi wisata di sekitar Kampus Gontor 9 beserta kegiatan lain yang tetap mendidik dan bermanfaat.
Sementara semester ke dua dimulai dari Pertengahan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Tsani, Rajab, sampai pertengahan Syaban.
Minggu ketiga Syaban hingga Ramadan sampai pertengahan bulan Syawal adalah masa libur akhir semester atau libur akhir tahun di Gontor.
Jika liburan akhir tahun ajaran sekaligus libur lebaran sekitar 50 harian, maka libur nishfus sanah hanya sekitar 10 harian.
Itulah yang sempat menjadi pertimbangan saya, suami dan Fahmi sendiri ketika minta pulang pada libur nishfus sanah ini. Karena kami berpikir waktunya cukup pendek sementara jarak cukup jauh.
Dengan kata lain walaupun transportasi sudah canggih tapi tetap harus diimbangi dengan biaya yang bagi kami cukup tinggi.
Untuk transportasi Fahmi saja pulang pergi sekitar 3 juta rupiah. Belum penjemputan di Bandara dan pengantaran kelak saat balpon. Sementara di rumah palingan hanya enam harian saja. Secara kasarnya biaya gede tapi melepas kangen nya cuma sebentar.
Belum nanti saat balpon, kami pasti sedih dan nangis-nangis lagi karena merasa berat lagi untuk berpisah melepas anak satu-satunya merantau mondok keluar pulau.
Tapi kalau tidak pulang, ya kasihan juga anaknya. Walaupun setiap istirahat bisa nelepon atau video call tapi jelas beda rasanya jika bertemu anak langsung.
Apalagi mikirnya anak mungkin perlu istirahat dan waktu untuk kumpul dengan keluarga besar.
Saya yakin di Gontor Fahmi sudah berusaha dan berpikir keras demi mencapai target sesuai kemampuannya. Pasti enam bulan pertama ini banyak penyesuaian gaya hidup yang bikin ia shock. Biasanya Sabtu Minggu libur eh di Gontor Sabtu Minggu justru hari padat ibarat Senin.
Di Gontor tidak ada libur tanggal merah. Mau Sabtu Minggu atau tanggal merah libur nasional kegiatan belajar mengajar dan ibadah di Gontor tetap berjalan.
Libur kegiatan belajar mengajar sekolah hanya hari Jumat saja. Itu pun tetap fokus diisi dengan kegiatan ibadah, menghafal dan ekstrakurikuler lain seperti olahraga dan kegiatan rohani.
Waktu tidur santri dari jam 22.00 wib dan waktu bangun jam 03.30 wib. Otomatis tidak ada waktu untuk tidur siang.
Walaupun tidak pulang untuk liburan, di Gontor tetap bisa rekreasi, tapi pasti untuk Fahmi yang baru pertama kali hidup jauh dari orang tua secara jauh dan dalam waktu cukup lama pasti merindukan suasana rumah.
Belum lagi neneknya yang tinggal satu-satunya (ibu saya) saat ini sering sakit-sakitan. Setidaknya enam bulan tidak bertemu jika menyempatkan ambil nishfus sanah walau sebentar bisa silaturahmi terlebih dahulu.
Pulang Kampung Nishfus Sanah
Setelah beberapa kali berdiskusi bersama akhirnya kami sepakat Fahmi memilih pulang saat liburan nishfus sanah akhir Agustus sampai awal September tahun ini. Semoga dilancarkan dan dimudahkan.
Konsulat (perwakilan pengurus) perpulangan santri Gontor Kampus 9 dibagi menjadi beberapa daerah sesuai provinsi dan kedekatan. Fahmi masuk ke perpulangan luar Sumatra konsulat DKI Jabar Banten.
Liburan nishfus sanah konsulat DKI Jabar Banten tahun ini ada sekitar 25 orang. Lebih sedikit dibanding liburan nishfus sanah tahun lalu. Kemungkinan karena waktu liburan nishfus sanah tahun ini bertepatan dengan Jambore Pramuka Muslim Dunia yang diadakan Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor sebagai salah satu acara dari berbagai kegiatan dalam peringatan seratus tahun kelahiran pondok pesantren modern ini.
Santri di Gontor Kampus 9 asal Cianjur ada sekitar 5 orang. Masa nishfus sanah tahun ini yang pulang hanya Fahmi. Dua orang Al Akh (santri Gontor putra) kelas 3 tidak pulang ke Cianjur melainkan ikut mewakili Gontor Kampus 9 ikut Jambore Pramuka Muslim Dunia di Bumi Perkemahan Cibubur. Sementara dua Al Akh lain memilih mukim di Gontor Kampus 9.
“Sayang uang ya biaya besar di kampungnya cuma sebentar.” Kata Si Abang Nasi Padang mengomentari kabar kepulangan Fahmi ini.
Jika melihat masalah biaya, tentu saja sejujurnya kami pun harus mengeluarkan tabungan yang jumlahnya tidak seberapa. Apalagi di jaman krisis ekonomi dimana semua harga begitu mahal sementara pendapatan segitu aja gak ada naik-naik nya, buat kami hal ini seolah menghadapi kejadian luar biasa.
Tapi dipikirkan lagi yang penting kan kenyamanan anak. Kerja keras banting tulang untuk apa kalau anak tidak terpenuhi kebutuhannya?
Yang penting sebagai ibu rumah tangga saya harus lebih ketat lagi mengatur keuangan keluarga. Lebih bijak dalam mengelola nafkah yang diberikan suami supaya cukup dan berkah.
Tips Ngatur Keuangan Saat Krisis Εkonomi
Setidaknya selama tujuh tahun kedepan, saya harus bisa memanage uang (syukur-syukur bisa sekaligus menghasilkan juga) demi bisa memenuhi kebutuhan dan pengeluaran tidak terduga seperti perpulangan anak dari pondok.
Tips yang saya jalankan dalam menghadapi Krisis Εkonomi saat ini:
1- Berdoa pada Allah SWT. Minta diselamatkan dari kondisi ini. Diberkahi dalam setiap usaha dan kegiatan.
2- Berusaha untuk tidak berhutang. Menghindari keras sistem pembayaran pay later apalagi pinjaman online.
3- Berusaha menghindari kredit barang. Buat saya jatuhnya tetap utang dan harus menyediakan anggaran untuk membayarnya. Jika tidak penting-penting amat jangan tergoda ambil barang dengan sistem bayar kredit.
4- Jangan lakukan ekspansi usaha, fokus dulu aja pada usaha yang ada. Gak berani coba-coba buka usaha baru apalagi kalau harus mengeluarkan modal. Kalaupun sudah ada usaha walaupun kecil-kecilan fokus pada usaha itu aja dulu. Syukur-syukur bisa berkembang dan terus menghasilkan keuntungan.
5- Jangan resign atau keluar dari pekerjaan. Saya bukan keturunan Sultan yang kehidupan tujuh turunan sudah dijamin oleh kekayaannya. Walaupun hanya buruh pabrik, atau freelance yang penghasilannya tidak tentu, tetap fokus dan jalani aja dulu dengan penuh rasa syukur. Jaman sekarang cari kerja susah, yang sudah bekerja saja bukannya banyak yang dipehaka?
6-Jangan boros dalam pengeluaran. Bukan berarti pelit atau ngirit banget. Tapi lebih ke memikirkan mana kebutuhan mana keinginan. Cukup penuhi kebutuhan dan belajar membatasi keinginan karena uangnya bisa disimpan atau dipergunakan untuk hal lain yang lebih penting.
7- Jangan gabung dalam investasi sejenis MLM. Mau krisis atau enggak sih sejak punya uang sendiri saja saya tidak pernah tertarik untuk gabung dalam usaha sejenis MLM atau investasi-investasi sejenis itu. Pikir saya mau punya uang ya harus bekerja berusaha dan nabung. Kalaupun MLM dan investasi ada yang beruntung itu tidak berlaku untuk setiap orang. Bagaimana kalau saya termasuk yang tidak beruntung itu? Jadi saya pikir lagi cari cara yang realistis aja.
Pahala Orang Tua Sabar Memasukkan Anak ke Pondok Pesantren
Yang terpenting sih tetap ikhtiar, berusaha dan bersyukur. Besar kecil penghasilan yang kita dapat akan lebih terasa maknanya kalau berkah.
Kabar gembira dari Allah Ta’ala, untuk orang tua yang memondokkan anaknya: QS. Ar-Ro’d ayat 24.
سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ ۚ
“Dan keselamatanlah untuk Kalian sekeluarga (Surga Adn) atas kesabaran kalian waktu di dunia.”
Ayat yang cocok sebagai apresiasi dan juga penyemangat bagi orang tua manapun yang memperjuangkan anaknya masuk ke pondok.
Sebab salah satu modalnya adalah sabar. Sabar ketika semua harta habis berpuluh juta bahkan beratus juta untuk membiayai kehidupan dan pendidikan anak di pesantren, yang padahal dengan harta itu orang tua tersebut dapat membeli apa saja, dan investasi apa saja perihal dunia. Wallahualam.
Aku kira kurikulum di pondok pesantren ini sama lho Teh sama yang di Man atau MIN gitu. Ternyata beda ya….
Karena kalau Man dan kawan-kawannya itu ikut Kemenag ya, lalu kalau kurikulum di pondok ini berarti ditentukan oleh yayasan sepenuhnya ya? 🙂
Temen dulu pernah masuk ke ponpes. Tapi katanya gak enak dan perlu dikaji. Katanya sih bikin gatel gatel gitu, dan kayanya gak semua kaya gitu, tapi ku juga gak tahu sihh, heheh
Ketika masih aktif nyantri, Pondok saya juga menerapkan sistem libur 2 kali dalam setahun. Bedanya tidak berdasarkan semester tapi berdasarkan Hari Besar Islam. Libur pertama di Bulan Maulid, sekitar 10 hari, dan libur kedua di Bulan Ramadan mulai 15 Ramadhan sampai 10 Syawal. Dan terkadang setiap Pondok punya kebijakan berbeda karena memang mengadopsi kurikulum berbeda yang disesuaikan dengan kurikulum nasional. Jadi meskipun mondok dan jadwalnya berbeda, insyaallah perihal ilmu umum tetap bersaing karena sebenarnya sama-sama belajar, cara dan metodenya saja yang berbeda.
Aku jadi saksi juga beberapa sepupu yang anaknya mondok tuh gimana perjuangannya, nggak hanya si anak tapi juga orang tua 🙂 ikut senang Fahmi bisa melalui 6 bulan ini dengan baik. Mengenai biaya kepulangan, kayak yang mbak bilang, InsyaAllah akan ada gantinya, apalagi demi anak ya.
Soal kurikulum, aku berusaha mencerna, dengan membandingkan bulan di kalender hijriyah dan masehi. Aku cuma kepikiran ini kalau nanti anak lulusan pondok mau kuliah umum, apakah jadwal kelulusannya akan bentrok dengan jadwal penerimaan mahasiswa baru/nggak.
Kalau lulus mondok lebih awal sih bagus, ada persiapan buat tes. Tapi kl lulus mondoknya bahkan saat maba udah mulai masuk kuliah, berarti “rugi” waktu 1 tahun dan harus nunggu tahun depan ya untuk ikutan tes masuk universitas.
Mbaaaa, aku jadi tahu kalo Gontor itu ternyata ada beberapa cabang yaaa. Lah selama ini tahunya yg di Jawa itu . Makany sempet bingung kenapa jadi di Sumbar.
Jadi paham juga kalo kurikulum mereka berbeda. Tapi namanya juga fokus ke ilmu agama yaa.
Aku jadi ingat salah satu anak asuhku yg aku kirim ke Mesir. Dia pernah cerita, kalo dulu awal2 mondok memang beraaaat banget. Belajar terus, hapalan ga putus. Tapi pada akhirnya dia yg merasakan nikmat, bisa menghapal Al-Qur’an 30 juz, sampai akhirnya mendapat sanad sekarang ini.
Jadi insyaallah anaknya mba setelah lulus nanti dengan segala disiplin yg kuat dari Gontor bisa menjadikan dia orang yang tangguh, berdisiplin dan pintar . Semoga juga bisa menghapal Al-Qur’an full
Baru tahu ternyata Gontor punya cabang di Sumatra. Kualitasnya memang tidak diragukan. Beberapa teman saya alumni Gontor Ponorogo saat ini terbukti menjadi ustad yang mumpuni.
Baca ini rasanya dekat banget. Aku juga pernah ada di posisi mikir, “Datang nggak ya?” karena harus nimbang biaya dan waktu, padahal hati pengen banget ketemu. Momen-momen kecil kayak balpon itu justru yang paling membekas.
Membaca kisah Fahmi jadi teringat kisah A Fuadi di buku negeri 5 menara. Beberapa pondok memang mempunyai kurikulumnya masing-masing sesuai kebijakan pondoknya. Kurikulum Gontor memang luar biasa, salut untuk santriwan dan santriwatinya, orang pilihan deh, semogha berkah ilmunya ya
Selamat berlibur Fahmi dan bersilaturahmi dengan keluarga di Cianjur