Mari kita ungkap fakta yang selama ini tersembunyi berkaitan dengan pahlawan devisa atau sebutan lain untuk Buruh Migran Indonesia (BMI) dan atau Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ternyata ada affair dengan narkoba.
Indonesia Bergegas #IndonesiaBergegasTKI otomatis tinggal di luar negeri yang kondisi alam, kultur serta gaya hidupnya jauh berbanding terbalik dengan di Indonesia, khususnya di kampung halaman tempat si TKI berasal. Mereka pun mengalami ritme kerja yang berbeda pula, baik dari kedisiplinannya, ketepatan waktunya, kebersihan serta tuntutan untuk bisa bersikap dan memiliki inisiatif yang tinggi.
Bagi sebagian besar TKI, pada awalnya menghadapi semua itu dianggap masa-masa sulit, yang memerlukan waktu untuk beradaptasi. Lama-lama ada yang terbiasa dan enjoy menikmatinya, namun banyak juga yang malah justru merasa semakin tersiksa, stress dan tak bisa menjalani semuanya dengan baik.
Kondisi alam tempat si TKI berada di negara penempatan tentu lain dengan alam Indonesia yang berada di garis khatulistiwa dengan iklim panas dan hujan (meski saat ini cuaca di Indonesia pun tidak bisa diprediksi). Contohnya di negeri Asia Pasifik yang memiliki empat musim pada setiap tahunnya. Atau di negara Timur Tengah yang suhu panasnya jauh melebihi suhu rata-rata di tanah air.
Kultur dan budaya sangat berbeda jauh. TKI mau tidak mau harus bisa menghormati dan menghargainya. Bagi yang tinggal seatap dengan majikan, adakalanya dianggap jadi bagian dari keluarga majikan dan mau tidak mau harus mengikuti gaya hidup sang majikan.
Padahal kita tahu gaya hidup orang di luar negeri cukup bebas. Bahkan bagi sebagian keluarga, minum minuman keras, merokok dan mengkonsumsi apa yang dilarang oleh agama serta negara, mereka justru bebas melakukannya.
Sebagai orang yang berada di ujung telunjuk sang penguasa, tentu saja ada rasa jenuh, kesal dan terkekang. Mau berontak tidak bisa mengingat selembar surat kontrak kerja sudah ditandatangani dan tidak semudah membalikan telapan tangan untuk berganti majikan.
Akhirnya? Narkoba lah menjadi pilihan mereka. Tidak semua TKI memang. Namun bukan rahasia umum lagi jika gara-gara narkoba ada TKI yang pulang tinggal nama karena menjalani hukuman mati di negara tempat kerja setelah tertangkap menjadi pemakai, pengedar dan kurir narkoba.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Jumhur Hidayat mengungkapkan kasus narkoba mendominasi persoalan hukum TKI yang bekerja di luar negeri. Jumhur menguraikan data kasus TKI yang terkena hukuman akibat narkoba paling banyak di Malaysia, berikutnya Arab Saudi, Cina (Asia Pasifik) dan Singapura.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia Kemenlu RI, Tatang Budi Utama Razak, menyatakan kasus TKI bermasalah vonisnya hingga terancam hukuman mati.
“Untuk kasus TKI bermasalah yang vonisnya hingga hukuman mati, didominasi kasus narkoba. Selain juga pembunuhan.” Jelas Tatang.
Ada kasus TKI membawa pulang “teh arab” yang masih beredar bebas. Mereka mengkonsumsi “teh arab” yang berasal dari tanaman katinona. Direktur Advokasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Dr Victor Pudjiadi menegaskan, aturan hukum mengenai tanaman katinona masih dalam pembahasan.
“Sindikat narkoba selalu mencari celah-celah hukum. Pokoknya yang belum masuk aturan hukum, mereka manfaatkan,” ujarnya.
Sindikat narkoba international cukup licik untuk menjadikan TKI sebagai kambing hitam. Contohnya kasus yang menimpa beberapa TKI Hong Kong, ditahan karena membawakan tas titipan temannya yang ternyata berisi narkoba. Ada juga yang ditagkap saat main di rumah temannya dan kebetulan pas ada razia oleh polisi.
Di Malaysia lebih unik lagi. TKI tersangkut kasus narkoba dipulangkan setelah menjalani hukuman sesuai dengan putusan pengadilan setempat mulai empat bulan sampai enam bulan saja.
Sebenarnya, TKI yang tersangkut narkoba ini rata-rata hukumannya selama satu tahun kurungan dan hukuman cambuk. Tapi empat sampai enam bulan saja sudah dipulangkan, itu karena perhitungan tahanan di Malaysia memisahkan antara siang dan malam. Jadi apabila mendapatkan hukuman satu tahun maka yang dijalani hanya sekitar enam bulan dimana siang dan malam dihitung dua hari. Unik, bukan? 🙂
Hasil wawancara yang dilakukan Konsulat RI Tawau di PTS Tawau terhadap TKI yang tersangkut kasus narkoba menegaskan yang dikenakan hukuman cambuk cuma laki-laki saja sedangkan perempuan dikurung terpisah dan tidak dikenakan hukuman cambuk.
Sementara masih di Malaysia ada TKI yang mengkonsumsi narkoba jenis methamphetamine atau sabu sejak berusia 13 tahun. Dia sempat dipenjara selama 3,5 bulan karena penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Dari berbagai bahasan tersebut di atas, kita tidak bisa menutup mata begitu saja terhadap permasalahan ini. Kasus narkoba bukan hanya tanggung jawab BNN. Masalah mereka adalah masalah kita juga. Perlu penanganan serius berkaitan dengan sumber daya manusia Indonesia yang berada di luar negeri.
beberapa upaya pencegahan supaya TKI tidak berurusan dengan narkoba diantaranya ialah dengan kampanye anti narkoba yang disampaikan kepada mereka sebelum berangkat kerja. Memberikan akses mudah untuk rehabilitasi pengguna narkoba jika sudah kembali ke Indonesia.
Dan yang tidak kalah penting bagi sanak saudara yang mempunyai anggota keluarga yang mengonsumsi narkoba segeralah laporkan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Lebih baik segera menyembuhkan pengguna daripada membiarkan mereka menjadi ketergantungan.
Sesuai dengan dicanangkannya Tahun Penyelamatan Pengguna Narkoba tanggal 26 Januari 2014, demi mencegah dan menyelamatkan pengguna narkoba, BNN gencar menyuarakan kampanye anti narkoba kepada seluruh lapisan masyarakat. BNN merangkul segenap lapisan masyarakat untuk mensosialisasikan rehabilitasi pengguna narkoba daripada dipenjara.
Akhir kata, mengajak kepada pahlawan devisa di mana saja bekerja, waspadalah dengan bahaya narkoba. Kita bantu program pemerintah untuk mensukseskan tahun 2014 sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba demi bisa tercapainya target tahun 2015 Indonesia bebas narkoba. (0l)