Sepuluh tahun menikah puasa di rumah saja

Hari ini lima April tepat sepuluh tahun usia pernikahan kami. Kami menikah di KUA Sukanagara Cianjur pada tanggal 5 April 2012. Alhamdulillah kami sudah dikaruniai seorang putra bernama Fahmi, yang tanggal 3 Maret lalu berusia 9 Tahun.

Sepuluh tahun menikah, suka duka pasti ada. Bahkan sampai sekarang sifat egois dan ingin menang sendiri masih merajai. Tidak heran kalau anak kami “ketularan” watak dari kebiasaan ibu dan bapaknya ini.

Sepuluh tahun menikah, telah melewati sepuluh kali Ramadan. Ramadan tahun pertama menikah saya lewati dengan banyak masalah. Bagaimana tidak, saya positif hamil tapi bidan dan dokter menyatakan kalau kandungan saya lemah. Sedihnya di rumah mertua yang kami tinggali tak banyak bisa memberikan solusi. Suami yang biasa dilayani keluarganya fokus dengan mama mertua yang juga sakit.

Akhirnya biar kesakitan saya tidak mengganggu mereka saya pulang ke rumah mama di Sukanagara. Tahu sendiri orang hamil keinginannnya bagaimana. Dan saya tidak mau merepotkan. Saya bisa menyediakan semua kebutuhan tapi dalam kondisi hamil yang bawaannya tidak enak (dan saya tidak berpuasa) semua jadi terasa kacau. Saya pikir kasihan tidak puasa tapi adanya cuma air putih saja. Mau lanjut puasa sekalian kan ada obat yang harus dikonsumsi sampai habis dan entah sampai kapan. Sementara kebetulan mama saya masih mampu merawat saya. Akhirnya saya kembali tinggal di rumah sendiri. Paling tidak sampai kehamilan membaik Ramadan saya di rumah saya sendiri saja.

Almarhumah mama mertua saat ultah Fahmi pertama

Ramadan kedua setelah berkeluarga, kembali harus saya lalui di rumah saja karena saya ada bayi Fahmi. Padahal sebelumnya saya ini termasuk orang yang suka kelayapan. Dalam arti setelah lulus sekolah saya bekerja merantau ke luar negeri hingga untuk diam di rumah saja itu rasanya kok sayang waktu dan kesempatan. Iya, kalau di rumah saja apa yang bisa saya lakukan? Sementara kalau keluar, berkegiatan, bisnis, atau usaha apalah misalkan, bukankah lebih produktif dan menghasilkan?

Tapi ya saya tahu diri, kalau setelah menikah ya kewajibannya lain lagi. Yang ada ya tetap di rumah saja, ngurus anak dan apa saja yang bisa saya lakukan. Sesekali saya ke ibu kota untuk pekerjaan dan menitipkan anak di rumah ibu saya di Sukanagara. Itu pun terpaksa dilakukan karena sebenarnya mama mertua seperti tidak memberi izin. Tapi saya bilang ke suami, kalau tidak, mau dapat biaya untuk hidup anak dari mana? Susu dan popok Fahmi satu bulan sekitar lima ratus ribu rupiah. Sementara honor suami saya saat itu, tiga bulan sebesar tiga ratus ribu rupiah saja.

Semakin anak besar, semakin banyak kebutuhan. Alhamdulillah semua masih dimudahkan. Suami pun alhamdulillah telah lulus PNS dan kini mendapat gaji tetap. Saya pun kembali fokus di rumah. Sampai sekarang, sepuluh tahun usia pernikahan kami.

Tiga tahun terakhir ini puasa kita lalui berbarengan dengan wabah pandemi. Buat saya yang tinggal di pelosok Cianjur, sebenarnya pandemi atau tidak, tidak ada bedanya. Toh meski di kota dilakukan pembatasan ibadah tarawih, di kampung saya tetap bisa tarawih berjamaah. Pengajian seperti biasa dilakukan setiap minggu. Tadarusan selalu ramai setiap malam (untuk laki-laki dan setelah subuh untuk perempuan) sama saja, bukan?

Yang berbeda mungkin dari segi pemasukan dan nilai harga. Tapi Alhamdulillah meski puasa di rumah saja, saat pandemi justru saya berkesempatan banyak ikut acara karena hampir semua kegiatan dilakukan secara daring. Saya bisa daftar dong, dan berhak mendapatkan fee sesuai dengan kewajiban yang diberi. Pandemi bisa dibilang saya justru banyak kecipratan rezeki selama masih ada akses internet.

Ulang tahun Fahmi ke delapan, saat pandemi. Bersama ibu saya, orang tua kami yang tinggal sebelah

Biasanya kalau ada acara blogger, yang mendominasi ikutan kan domisili Jabodetabek saja yang suka ramai jadi peserta. Saat pandemi blogger yang asalnya tinggal di ibukota justru pada mudik ke kampung halamannya. Hem… Gara-gara pandemi dunia seolah diputar balik saja ya.

Puasa saat pandemi justru makin banyak kualitas untuk kami dan keluarga karena baik anak maupun suami semuanya di rumah saja. Kami bisa ke kebun bareng, bisa mengikuti pesantren kilat bertiga, ah sesuatu yang sebelumnya sulit diciptakan.

Termasuk kebiasaan belajar anak yang jadi berubah dan saya tidak bisa mengontrolnya lagi. Entah kenapa jika salah satu tidak ada di rumah baik saya atau suami anak belajar sangat giat. Tapi saat saya dan suami bersama di rumah saja, anak jadi semacam membangkang. Ia seolah ada pelarian untuk menjadi tameng pelindung. Jika saya suruh belajar anak nangis dan kondisi jadi tidak kondusif karena jika saya memarahi anak selalu dikaitkan dengan anggapan saya ini sebenarnya marah sama mama mertua. Padahal saya kepikiran pun sama orang yang sudah meninggal itu tidak ada. Saya justru fokus ke anak, supaya ia dibesarkan tidak salah langkah sebagaimana diakui almarhumah mama mertua yang mengakui sendiri katanya ia memang telah salah mendidik anak laki-laki bungsu satu-satu itu.

Suka duka sepuluh tahun menikah itu pasti ada

Syukurlah sekarang sekolah normal lagi. Anak pun kembali belajar dan bergaul. Meski tetap pemalunya belum luntur juga. Yang penting semoga kondisi kedepannya sekarang lebih baik. Aamiin…

Tidak terasa ya dua tahun lebih kita dituntut untuk melakukan semua itu. Sebuah hal yang rasanya mustahil jika dibayangkan waktu dulu.

Sekarang jika puasa di rumah saja saya sih sudah terbiasa. Tidak perlu ke luar untuk belanja atau aktivitas lain, cukup ada suami yang menjadi penanggung jawab. Kerjaan saya hanya soal makanan dan rebahan saja. Hahaha… Nikmat mana lagi yang akan kau dustakan?

Suatu waktu sebelum saya kena PHK

21 thoughts on “Sepuluh tahun menikah puasa di rumah saja”

  1. Happy anniversary…. Semoga keberkahan dan kebahagiaan selalu menyertai teh Okti sekeluarga. Amin

    Puasa kali ini saya juga di rumah aja karena bapak mertua kondisinya tidak memungkinkan untuk ditinggal berlama-lama. 🙂

    Reply
  2. Selamat merayakan hari pernikahan teteh, ga berasa ya 10 tahun bersama dengan suka dan dukanya. Alhamdulillah bersyukur bisa melewatinya disetiap Ramadhan dengan penuh cerita.
    Semoga berbahagia selalu, apapun yang kita syukuri insyallah akan bertambah nikmatnya.

    Reply
  3. Nikmat sekali bisa berkumpul dengan keluarga. Sekarang pandemi seperti sudah nggak ada aja, jadi Ramadhan ini suami kembali kerja di luar pulau & anak baru dapat kerja di luar kota. Semoga bisa berkumpul juga Lebaran ini. Aamin.

    Reply
    • Iya, sudah kayak enggak pandemi lho mbaa… Di kampungku, orang pada jamaah tarwih pun sudah tidak berjarak. Kalau yang tahun lalu masih berjarak sesuai ketentuan, yang tahun ini sudah bebas banget. Tapi masih banyak yang patuh menggunakan masker sih untungnya.

      Reply
  4. Wah Teh Okti, wilujeng Teh udah anniversary yang ke-10. Pastinya nih banyak suka duka ya. Aku pun gitu. Apa pun itu, selama selalu inget komitmen, pasti bisa dilalui. Semangat!

    Reply
  5. Selamat ya Teh sudah 10 tahun mengarungi biduk rumah tangga bersama, pastinya banyak pasang surutnya nih hubungan pasangan dalam rumah tangga tuh, dijalani, saling belajar, saling respek, saling dukung dan bersyukur kuncinya ya Teh

    Reply
  6. Semoga langgeng terus ya Mak. Aku juga tahun kemarin masuk 10 tahun pernikahan. Banyak memang adaptasinya, bahkaan ke suami pun tetap aja adaptasi terus. Hahaha… Apalagi tiap tahun juga tantangannya berbeda. Hamil. lahiran, new mom, mertua, ortu sendiri, suami, tempat kerja, pandemi, bahkan diri sendiri juga kadang bisa jadi tantangan yang sulit untuk diselesaikan. Semangat buat kita!

    Reply
  7. Lika – liku pernikahan memang beragam yaa mba… saya saat ini masuk tahun ke-16. Banyak keseruan dan juga pengaaman hidup yang kami lalui termasuk Ramadhan di berbagai tempat. Alhamdulillah masih terus bersama sampai saat ini

    Reply
  8. Itu foto terakhir bersam Melanie Subono kah, Teh Okti?

    Rata-rata saat Ramadan saya juga di rumah saja kok. Paling enak memang puasa tuh di rumah aja, jadi tidak banyak pengeluaran dan tidak mudah lelah.

    Happy anniversary untuk pernikahannya yaa… Insya Allah selalu diberkahi dan langgeng hingga akhir hayat yaa…

    Reply
  9. Hehe iya alhamdulillah banyak berkah juga dari pandemi ini jadi banyak membenahi diri juga, diingatkan untuk persiapan bekal hidup di akhir nanti soalnya diingetin dengan banyak kematian yg begitu dekatya Teh…. Btw happy anniversary ya Teh semoga samawa till jannah. Aamiin Allohumma Aamiin.

    Reply
  10. Halo teteh.masa pernikahan tahun pertama tidak mudah ya dilalui. Tapi syukurlah hingga sepuluh tahun pernikahan (dan semoga masih selalu berlanjut) semua insyaAllah berjalan lanca. Lancar juga rejekinya. Aamiin

    Reply
  11. Halo teteh.masa pernikahan tahun pertama tidak mudah ya dilalui. Tapi syukurlah hingga sepuluh tahun pernikahan (dan semoga masih selalu berlanjut) semua insyaAllah berjalan lanca. Lancar juga rejekinya. Aamiin Ya Allah

    Reply
  12. Ah, tak terasa sekali yaa, teh..
    Usia pernikahan beranjak dewasa dan semoga hubungan bersama pasangan pun semakin saling memahami satu sama lain. Berpuasa dirumahaja membuat kita semua menyadari betapa hangatnya sebuah keluarga.

    Reply
  13. Masya Allah 10 tahun pernikahan. semoga sakinah ma waddah wa rahmah ya teh Okti, berjodoh hingga ke akhirat. Menuliskannya seperti ini juga menjadi semacam catatan ya, bahwa perjalanan panjang ini ternyata telah melewati banyak suka dan suka yang alhamdulillah berhasil untuk dilewati

    Reply

Leave a Comment

Verified by ExactMetrics