Beruntung Mba Lia dari bagian media Migrant Institute mengabarkan infonya jauh sebelum acara. Undangan aku terima hari jumat sore, jadi masih bisa mempersiapkan untuk hadir di acaranya yang bertempat di Caffe Galery, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 4 Maret 2014.
Waktu di undangan tertera jam 9 pagi sampai jam satu siang. Wah, harus lebih pagi dari jam berangkatnya mobil Kang Oyan nih kalau gitu. Apalagi jam 9 adalah waktu macet di Jakarta.
Niat hati mau datang lebih awal, kebetulan hari selasa Ayah Fahmi mau ke Cianjur juga karena ada keperluan ke Kantor Dinas P&K. Akhirnya sepakat mau berangkat memakai sepeda motor sampai Cianjur.
Seperti biasa, jam setengah empat sudah turun ke jalan. Kesepakatannya, jam segitu aku tetap akan turun ke jalan kalau Ayah Fahmi belum juga datang. Mobil elsa Kang Oyan sudah lewat. Tapi aku gak naik, meski ga bisa dihubungi (telepon tidak diangkat, sms tidak dibalas) aku coba memegang kata-kata Ayah Fahmi saja yang mau berangkat bareng. Sempat ketar-ketir juga sampai jam empat lewat dua puluh lima, ayah Fahmi belum datang juga.
Baru jam setengah lima Ayah Fahmi datang. Tanpa banyak bicara kami langsung berangkat menembus kabut pagi dengan kendaraan roda dua. Mobil Kang Oyan baru bisa kami salip di daerah Cibeber. Saat kami mampir dulu di Mesjid Besar Cilaku untuk shalat subuh, waktu sudah menunjukkan jam setengah enam. Segera kami ngebut kembali mengejar jam enam supaya sudah bisa duduk di mobil yang akan membawa ke Jakarta.
Ayah Fahmi mengantarkan sampai Panembong, Bay Pass. Alhamdulillah, Bus Parung Indah masih ada dan sesaat setelah aku duduk di atasnya, langsung melaju menembus dinginnya udara Cianjur. Sampai di Kampung Rambutan pukul delapan pagi. Sesuai informasi dari teman, kalau mau ke Taman Ismail Marzuki (TIM) naik kendaraan umum harus melalui UKI (Universitas Kristen Indonesia) dahulu, maka aku langsung naik patas yang ke Cikarang, melewati UKI.
Ya ampun! sesampainya di UKI macet bukan main. Smsan sama Mba Ida Raihan dari Migrant Institute, mereka juga yang memakai mobil kantor kejebak macet sejak dari Kramat Jati katanya. Hem… padahal sebelumnya aku sempat berpikir mau minta berangkat bareng dengan mereka.
Setelah sekian menit tidak beranjak pula, ditambah ada penawaran dari tukang ojek di sekitar halte, akhirnya aku memilih menggunakan jasa tukang ojek untuk menuju TIM dari UKI. Di sana-sini macet tak ada bedanya, sampai tukang ojek muter-muter mencari jalan alternatif. Kasihan juga rasanya. Sampai di lokasi, kami saling mengucapkan terimakasih yang tak terhingga atas jasa antarnya.
Meski aku kesiangan, pukul sepuluh aku tiba di dalam Galeri Kafe lokasi acara diskusi publik digelar ternyata beberapa nara sumber belum datang pula. Pak Adi Candra selaku Direktur Migran Institute pun belum datang. Pak Adi satu mobil bareng Mba Ida Raihan masih dalam perjalanan rupanya. Ibu Okky Asokawaty, mantan pragawati yang kini jadi politikus dan menjadi aanggota DPR RI di Komisi IX sudah tiba di lokasi. Dimas Okky Nugraha, pengamat politik yang akan jadi nara sumber juga tidak hadir. Begitu juga dengan Ketua BNP2TKI, Jumhur Hidayat tidak bisa hadir. Belakangan aku diinfokan Pak Benhard Nababan di twitter, kalau Pak Jumhur tengah ada acara ke NTT.
Acara dimulai dengan pembukaan oleh Mbak Vivi yang bertugas sekaligus sebagai moderator diskusi. Setelah Pak Adi Candra memaparkan fakta berkaitan dengan kasus buruh migran serta peran pemerintah yang terkesan selalu lambat dalam merespon segala kasus, Ibu Okky Asokawaty maju untuk memaparkan pandangan serta sanggahannya.
Secara gasir besar, Ibu Okky tidak memberikan jawaban yang memuaskan dengan adanya kasus buruh migran yang terus berlanjut sementara peran pemerintah terkesan lambat dalam meresponnya. Politikus dari Partai Persatuan Pembangunan ini hanya membeberkan kisahnya saat bertemu dengan buruh migran di Hongkong, sekitar bulan Juni tahun lalu itu bukan dalam kegiatan kunjungan kerja, melainkan acara sendiri dengan biaya transportasi sendiri pula.
“Jadi tidak memakai anggaran dari APBN,” jelasnya. Begitu juga saat bertemu warga negara Indonesia di Sidney Australia, bukan dalam masa kunjungan kerja melainkan acara sendiri.
Di akhir acara, sebagai kesimpulan dari diskusi siang itu sebagai salah satu anggota panja di DPR, Okky Asokawaty berjanji akan menyampaikan beberapa masukan yang didapat saat diksui publik ke anggota lain saat ada pertemuan rapat Rancangan Undang-undang Ketenagakerjaan di DPR/MPR.
Jka dilihat dari suasananya, diskusi memang terlihat kurang hidup. Mungkin disebabkan karena peserta yang hadir cukup sedikit. Ditambah beberapa nara sumber tidak bisa datang. Padahal jika dilihat dari segi lokasi dan jamuannya, cukup bagus, nyaman dan makanannya enak-enak 🙂
Semoga diskusi publik yang diadakan Migrant Institute selanjutnya bisa lebih ramai, seru dan banyak memberikan pencerahan khususnya untuk perbaikan nasib kaum buruh migran Indonesia di mana saja berada.
Galeri Foto: