Cerita Inspiratif: Pepaya dan Pak Tua
Jumat ini hari pasar di Pagelaran Cianjur Selatan. Seperti biasa, nyubuh ke pasar demi bisa membeli berbagai kebutuhan seminggu ke depan. Mulai sayur, ikan, bumbu sampai buah-buahan.
Setelah belanja berbagai kebutuhan biasanya bagian akhir saya membeli buah-buahan. Buah lokal yang disukai anak. Buah yang banyak dijual di kampung seperti jeruk, pisang dan pepaya. Musim (hampir) kemarau begini ditambah semangka. Di Cianjur Selatan seperti daerah Sindang Barang atau Cidaun memang banyak yang menanam semangka dan saat ini lagi masa-masanya panen.
Kalau pisang, jeruk dan semangka bisa bertahan lama, maka tidak dengan pepaya. Karena itu saya kalau beli pisang sekilo atau sesisir, begitu juga jeruk atau semangka yang bisa cukup untuk 3-4 hari, tapi kalau beli pepaya, sekarang beli siang dikupas dan dimakan. Atau paling lambat keesokan harinya harus habis.
Pepaya yang dijual Pak Tua langganan saya memang semua sudah cukup matang. Jadi kalau tidak segera dikonsumsi khawatir tidak kemakan. Pernah beli hari Jumat, karena sibuk saya rencana akan dikupas sabtu nya. Eh tidak disangka Sabtu kami malah bepergian. Pulang Minggu siang. Kami melongo menemukan pepaya yang sudah kelewat matang. Sayang sama sekali gak mau memakannya.
Jadi sejak saat itu saya selalu melihat jarak kapan beli pepaya dan apakah akan tidak di rumah? Karena itu saya membeli pepaya langganan kepada Pak Tua setiap hari jumat.
Jumat tadi ada yang istimewa dari Pak Tua. Saat saya membeli 1 Kg pepaya matang sedang, Pak Tua memberi nasihat sambil memilih pepaya lain yang sudah lewat matang sempurna. Dan dia memilih sebuah pepaya sedang lalu dimasukkan ke dalan tas belanjaan saya.
“Beli satu saja, Pak…” kata saya.
“Tidak apa. Ini sayang kalau dibuang. Masih bagus. Semoga suka.”
Ooh… Saya mengerti dan tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Pak Tua yang berpandangan daripada membawa pepaya matang kembali ke rumah –sampai hari pasar selanjutnya– lebih baik memberikan pepaya matang itu kepada pelanggan (: dan saya salah satu pembeli yang mendapat keputusan buy one get one. Beli satu dapat (lagi).
Pak Tua berani mengambil resiko merugi. Kalau buah-buahan yang ditunjuknya tidakkah manis merata? Bagaimana ya sikap kita? Bingung juga. Tapi memberikan pepaya nyaris tanpa cacat itu sebuah hal yang cukup mulia.
Pak Tua memilih menyedekahkan pepaya yang sudah lewat matang, kepada pembelinya daripada busuk tidak kemakan. Memilih sesuatu yang tidak bernilai namun besar pahalanya. Yang Pak Tua harap bukan sekadar uang pembelian tapi cukup ucapan terimakasih dan kebahagiaan. Dan ini bukan sekali dua kali dilakukannya.
Karena itu jumat ini saya membawa 2 buah pepaya. Satu dapat beli satu lagi dapat dikasih Pak Tua. Pepaya manis hasil panen petani pepaya di daerah Cianjur Selatan ini setelah sampai di pasar dihargai per kg Tp.7000 saja.
Sampai rumah saya langsung mengupas satu papaya. Manis dan enak dimakan saat panas terik di luar. Pak Tua menyedekahkan barang dagangannya bukan barang yang sudah rusak.
Ada kan yang baru mau memberikannya kepada orang lain kalau sudah mau busuk. Pak Tua tidak. Pak Tua sama sekali tidak merasa rugi “membagikan” sebagian pepaya kepada langganannya karena ia percaya apa yang diberikan kepada orang lain hakikatnya itulah tabungan untuk dirinya sendiri kelak.
Jadi ketika hendak memberi berikan yang terbaik, bukan sebaliknya. Kalau kita masih merasa sayang atau keberatan ketika akan berbagi kepada yang lain, itu tandanya hati masih belum bersih ikhlas.
Super sekali teh, Bener kata Pak Tua penjual pepaya, sedekah itu hakikatnya tabungan untuk kita sendiri, baik untuk kebaikan dunia maupun akhirat kelak. Sedekah, yuk mari!
Semoga berkah untuk semua ya teh,,, aku suka banget pepaya, buahnya murah dan banyak vitaminnya. Waktu habis operasi setiap hari Amel harus makan setengah buah pepaya lho haha.
Sedekah pasti membuka pintu rejeki lain ya kak. Apalagi yang sedekah tulus ikhlas dan memberi dari yang baik. Semoga Bapak penjual pepaya dilancarkan rejekinya dan selalu bahagia
Duh, self reminder banget ini. Saya kadang kalo mau ngasih suka milih yang udah bener2 gak dipake. Padahal bisa jadi, di orang yang saya kasih, barang itu juga gak dipake. Noted banget, memberi itu harus barang yang baik. Yang masih bisa berguna. Bukan sebaliknya. Nuhun inspirasina, Teh. 🙂
Kadang saya berpikir kalau harga2 itu sbnrnya sudah termasuk risiko busuk kalau buah yg kita beli. Jadi pak tua ini baik banget ya.
Begitu juga seharusnya kita saat masak..kalo sekiranya gak habis…mending di sedekahin ke tetangga..selagi hangat dan enak.., bukan nunggu gak abis atau beberapa kali diangetin…baru di kasih ke orang..